Sunday, September 21, 2025

[REVIEW]Fall, Winter & Spring



Fall, Winter & Spring
Nancy Dinar
Stiletto Book
273 Halaman

”Apa pun masalah kita, itu hanya sementara karena semua di dunia ini hanya sementara. Hadapi semua dengan berani dan tabah. Saat kamu kehilangan sesuatu, Tuhan selalu punya penggantinya. Kalau kamu kuat, kamu akan segera tahu itu. Untuk itu jangan kehilangan pengharapan.”


Monday, September 8, 2025

[REVIEW] Bebas Tanggungan


Bebas Tanggungan
Reytia
Bhuana Sastra
276 Halaman

“Jangan terlalu keras sama diri kamu juga, Saf. Tanggung jawab kamu saat ini memang besar, tapi bukan berarti kamu nggak berhak bahagia."


B L U R B


Katanya, kerja di e-commerce enak karena gajinya besar, tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi Safira yang harus merelakan lebih dari setengah gajinya untuk membayar utang keluarga dan biaya hidup adiknya. Capek karena harus berhemat, capek hati juga karena melihat teman-teman sekantor yang hidupnya sudah jauh lebih sejahtera. Safira ingin hidup bebas tanggungan!


Lalu, muncul ide cemerlang dari Marla, sahabat Safira. Kenapa nggak cari calon suami kaya, supaya hidup Safira ada yang nanggung? Akankah Safira mendapatkan kelegaan finansial yang ia harapkan atau hidupnya justru lebih rumit?


- - - - - - - - - - -


Memiliki pekerjaan dengan gaji besar tentu saja sangat membanggakan. Apalagi umur Safira masih muda, pasti menyenangkan sekali. Kenyataannya jelas berbeda, Safira harus merelakan sebagian besar gajinya untuk membayar utang keluarga dan biaya sekolah adiknya. Yang tersisa untuknya ya hanya cukup membiayai kebutuhannya sehari-hari. Tidak ada yang namanya membeli barang-barang yang tidak perlu. Dikit-dikit self reward seperti yang dilakukan kedua sahabatnya.

"Ya makanya, cari pacar. Short term win-nya, kalau jalan lo dibayarin makan atau nonton. Long term win-nya, kalau cocok, lo nikah. Hidup lo dibayarin dia. Spare duit lo jadi banyak, utang cepet beres. Lo cepet punya tabungan. Terus hidup bahagia selamanya, deh." — P. 31

Marla—salah satu sahabatnya, selalu menyuruhnya untuk mencari pacar yang kaya. Masalanya, gimana mau nyari pacar yang kaya, kalau kehidupan Safira aja diirit sebisa mungkin. Menjalin hubungan, bukannya akan menambah biayanya untuk makan di luar atau nonton bioskop? Kan mendingan disimpan! Tapi gimana kalau salah satu cowok cakep di kantornya mendekatinya? Apakah Safira akan membuka hati perlahan?



Waktu awal aku dapat gaji pertama, rasanya tuh seneng banget! Apalagi dulu gajinya udah di lumayan di atas UMR. Seneng banget, mulai agak boros dikit berkedok, "Dulu sama ortu nggak dibolehin beli!" dan tentu aja gampang kalap sama hal-hal lucu di e-commerce. Tapi ternyata, nggak semua orang sama kayak aku.


Safira nggak begitu, dia harus menyisihkan untuk bayar hutang yang ditinggalkan ayahnya, dan biaya kuliah adiknya. Yang didapatkan selama kerja ini kurasa hanya hikmahnya aja. Safira juga punya dua sahabat di kantor, ada Marla dan Eveline. Keduanya, terutama Marla, getol banget mencarikan Safira pacar dengan kriteria utama: harus kaya! Supaya safira sedikit terbantu, sedikit menikmati hidup. Sahabat yang cukup baik ya?


Membaca kisah Safira ini berasa kayak ngeliat temen sendiri, hidup emang nggak selamanya mudah, tapi masa iya cowok mapan adalah jawabannya. Menurutku sih enggak, belum tentu cowok ini juga peduli sebesar yang kita harapkan. Nah, pas Safira dikenalin sama salah satu anak kantornya yang cukup oke, aku langsung merasa cowok ini terlalu too good to be true. Memang ada cowok yang banyak action ketimbang ngomong, tapi ini terlalu mencurigakan. Waktu ditanyain keluarga, nggak begitu banyak cerita, ditanyain masa lalu, jawabannya agak ngambang. 


Deket sama cowok itu menurutku perlu waktu yang cukup panjang, untuk bener-bener kenal dia luar dalam. Malahan lebih enak kalau awalnya dari temen, meskipun kalo udah begini ya mending tetep berteman aja. Kenapa perlu waktu yang cukup panjang? Soalnya mengulik sifat seseorang itu nggak gampang, nggak selamanya apa yang ditunjukin ke kita tuh sama kayak dia yang sebenarnya, bisa aja dia manipulatif, suka mukul atau suka bohong. Bener kata orang jaman dulu, bibit, bebet, bobotnya harus pas.


Persahabatan antara Eveline, Marla, dan Safira juga menyenangkan, mereka selalu ada satu sama lain, siap support satu sama lain. Meskipun sifatnya Marla ini agak ngeselin ya, karena dia anak yang terlahir di keluarga yang berkecukupan, dia jadi menganggap Safira selalu salah aja, kasian aja. Menurutku, sifat Marla ini ya normal sih. Aku sendiri juga kadang ngerasa temenku yang jadi sandwich gen ini kasian ya, harusnya kan mereka bersenang-senang juga, tapi aku lupa, kehidupan keluarganya juga nggak berada di garis yang sama kayak aku. 


Nggak cuma tentang pencarian cowok dan persahabatan aja, tapi juga banyak membahas tentang keluarga. Awalnya, aku juga agak kesel sama kakaknya Safira, adiknya juga. Tapi setelah baca lebih dalam lagi, ternyata mereka ini butuh berkomunikasi, biar nggak salah paham terus. Biar semua uneg-uneg yang mau disampaikan, bisa tersampaikan dengan jelas.


Suka sekali dengan penyelesaian masalah Safira. Bener-bener semuanya butuh komunikasi, dan cari cowok mapan bukan solusi supaya nggak jadi sandwich generation. Hihi..



From the book...

"Ya makanya, cari pacar. Short term win-nya, kalau jalan lo dibayarin makan atau nonton. Long term win-nya, kalau cocok, lo nikah. Hidup lo dibayarin dia. Spare duit lo jadi banyak, utang cepet beres. Lo cepet punya tabungan. Terus hidup bahagia selamanya, deh." — P. 31


"Anyway, maksud gue, kejadi ini bisa kita jadikan pelajaran, kan? Jadi orangtua jangan nyusahin anak, harus punya perencanaan yang matang. Kalau ngutang harusnya bilang-bilang. Kalau nggak kan yang heboh sekeluarga." — P. 33


"Biar nggak decision fatigue. Capek mikir. Setiap hari kita harus ambil keputusan dalam pekerjaan. Sayang anget kalau kapasitas otak kita dihabisin buat mikir hal-hal remeh seperti mau pakai baju apa hari ini.” — P. 47


“Tapi menurutku, yang kamu lakukan itu hebat. Saat orang seumuran kamu sibuk dengan kesenangan mereka sendiri, kamu berkorban untuk keluarga. Orang-orang takut jadi sandwich generation, kamu malah menawarkan diri untuk nanggung utang Papa kamu." — P. 61


"Soal ikhlas ini memang ringan di lidah, seringkali berat di hati." — P. 78


"Lo sudah berusaha dengan baik. Yang lo lakukan itu memang nggak mudah. Menurut gue, lo keren banget." — P. 79


"Jangan lupa nabung, tapi jangan pelit-pelit amat sama diri sendiri juga." — P. 116


"Orangtua kita ngerawat kita sampai dewasa, mereka nggak pernah hitung-hitung pengorbanan ke kita. Terus saat orangtua kita nggak punya apa-apa lagi buat dikasih ke kita, kita mau kabur, gara-gara takut dibilang sapi perah keluarga?" — P. 125


"Dari awal garis start lo sama dia emang jauh beda. Dia plus, lo minus. Kalau lo mau ngejar dia, ya susah." — P. 127


"Lo juga, Mar, jangan kasian-kasian sama gue terus, dong. Nabung emang penting, tapi takdir gue lagi kayak gini mau diapain? Keluarga gue semua juga udah abis-abisan, masa gue lepas tanggung jawab? Lagian hidup gue juga nggak parah-parah amat, kok. Buktinya gue masih bisa traktir lo sama Eveline makan siang di sini." — P. 158


"Emang kondisi gue beda kayak orang-orang lain. But everyone has their own battle, right? Sometimes we just have to set the right comparrison. Jadi, biarkan gue lunasin utang bokap gue dengan tenang, tanpa harus bikin gue ngerasa sengsara ngejalaninnya. Nggak semua orang punya privilage kayak lo." — P. 158


"Jangan terlalu keras sama diri kamu juga, Saf. Tanggung jawab kamu saat ini memang besar, tapi bukan berarti kamu nggak berhak bahagia." — P. 166