Wednesday, April 24, 2024

[REVIEW] Woke Up as A Villainess

 

Woke Up as A Villainess
Despersa
Namina Books
292 Halaman

"Intinya, aku tidak peduli dengan dunia mana yang kutempati. Asal aku bisa bertemu denganmu di sana, aku pasti akan menyukainya.”

 
B L U R B

Kerja lembur bagai kuda. Begitulah semboyan yang pantas disematkan untuk mendeskripsikan kehidupan Arini seumur hidupnya. Tumbuh sebagai anak yatim piatu di panti asuhan kumuh. Tidak ada yang lebih Arini inginkan selain uang. Sampai ia berhasil menamatkan sebuah novel romansa berlatar kerajaan yang ia dapatkan dari sumbangan donatur. Arini tertidur pulas karena kelelahan membaca.

Namun ketika ia bangun, Arini mendapati dirinya sudah masuk ke dalam dunia novel yang baru ia baca dan menjadi seorang karakter Nona Bangsawan bernama Felicia Castella. Apa Felicia adalah pemeran utama? Tidak. Felicia adalah antagonis dalam cerita!

Felicia Castella merupakan putri satu-satunya dari keluarga Marquess Castella. Meski mempunyai paras yang cantik, namun Felicia terkenal dengan sifatnya yang kasar dan suka menindas para bawahannya. Felicia tergila-gila dengan putra mahkota bernama Albertus Faldiny. Felicia pun berhasil menjadi tunangan Albertus berkat nama besar keluarga Castella yang sudah sangat dikenal berkat jasa serta pengabdiannya untuk Kekaisaran Archendent.

Namun, meski berhasil menjadi calon putri mahkota, dengan sifat kasarnya, bukan lagi rahasia umum jika Albertus sama sekali tidak pernah memandang kehadiran Felicia. Terlebih dengan sifat Felicia yang selalu menganiaya setiap wanita yang ia cemburui. Bagaimana Arini, yang terbangun dengan peran sebagai Felicia, memerankan tokoh antagonis tersebut?

- - - - - - - - -

Bagaimana kalau ketika bangun dari tidur dan menjadi tokoh utama dari novel yang terakhir kali kamu baca? Hal ini nggak pernah terpikirkan oleh Arini. Hidupnya mungkin memang yang dia inginkan, tapi setidaknya cukup baik saat ini.
“Teruslah berperan sebagai nona baik hati, karena saya juga akan melanjutkan peran saya sebagai wanita jahat, Nona Liliana. Dengan begitu, kita akan tahu kepala siapa yang akan dipenggal lebih dulu.” P. 137 to 138
Arini kaget saat tau dia terbangun dan sudah menjadi putri kerajaan. Nggak cukup sampai di sana, dia langsung melihat putra mahkota yang akan menjadi suaminya. Karena sudah mengetahui bagaimana akhirnya, Arini aka Felicia berusaha untuk menghindari apa yang akan terjadi pada dirinya nanti, mengingat posisinya saat ini berada di timeline yang cukup panjang sampai kejadian yang tak diinginkannya terjadi.

Tapi kalau dia mengubah sikap, sifat serta perubahan lainnya di dalam cerita, bagaimana akhir ceritanya, apakah akan berubah sesuai bayangannya? Atau malah dia terjebak selamanya di sana?


Ketika memilih Woke Up as A Villainess, aku nggak ada ekspektasi apapun. Nggak kepikiran juga kalau ceritanya akan se-page turner ini. Jujur, aku nggak pernah baca karya kak Despersa sama sekali, baik wattpad maupun versi cetak, padahal setauku kak Despersa udah banyak banget karyanya. Nah, pas ada kesempatan kayak gini lah, aku mencoba berkenalan dengan tulisannya.

Awal aku membaca judulnya, cukup aneh. Terbangun sebagai karakter yang jahat? Bukannya di dunia ini kita memang karakter yang jahat di mata orang lain ya? Pas baca awalnya juga cukup kaget. Karena kayak loncat banget gitu, kukira ini cuma bayangan aja, eh ternyata itu potongan novel yang dibaca Arini. Hihi. Karena membaca ini disela libur lebaran yang cukup panjang, aku jadi cepet banget bacanya.

Menceritakan Arini yang mendadak masuk di novel terakhir yang dibacanya, cukup mengagetkan ya, apalagi sudah tau bagian akhirnya. Kalau bahagia sih nggak papa, tapi kalau sad ending, pasti ada perasaan untuk pengen ngubah supaya nggak kejadian kan? Arini juga mau melakukan hal yang sama untuk Felicia. Karena terkenal jadi orang yang jahat, hal ini cukup memudahkannya untuk melakukan hal itu. Tapi, seiring berjalannya waktu, kok dia malah ngerasa kalau ceritanya ini semakin jauh dari yang dia bayangkan. Apa yang seharusnya terjadi, malah nggak terjadi. Yang ada malah dia terjebak di politik kerajaan!

Nggak cuma membahas masalah kerajaan yang cukup banyak politiknya, intriknya, dan segala keribetannya, tapi kak Despersa berhasil membawa romansa yang cukup bikin nyes di dalamnya. Setiap halamannya bikin nagih, meskipun Felicianya pura-pura judes, dia juga pura-pura baik di depan yang lainnya, tapi semua itu yang malah bikin menarik. 

Karakter yang aku suka malah sepupunya Albertus, Kendrik Rellard. Meskipun dia terlihat keras di bagian luar, nakal, genit, dan berbagai cap jelek lainnya, tapi dia punya sisi lain yang kayaknya cuma ditunjukkan sama Felicia. Dia ternyata juga orang yang bisa dipercaya lho! Beda banget sama apa yang ditunjukkan dia ke orang luar, kayaknya memang dia sengaja deh, supaya menghindari orang yang bisa menyakiti dia.

Ketika ada penjelasan kenapa Arini bisa menjadi Felicia, aku cukup kaget. Bukan karena apa-apa, tapi kok mirip banget sama drama Korea Extraordinary You! Itu mirip-mirip dengan kisah Arini. Hehe.. Aku juga suka dengan gaya penulisannya kak Despersa, nggak kaku dan mengalir banget, bikin betah bacanya. Narasi yang ditulis juga nggak berlebihan.

Friday, April 19, 2024

[REVIEW] Savanna & Samudra

 

Savanna & Samudra
Ken Terate
Gramedia Pustaka Utama
352 Halaman

"Ah, jadi dewasa memang menyebalkan. Aneh ya, dulu aku ingin cepat-cepat dewasa, tapi setelah aku dua puluh tahun, sumpah, aku ingin menjadi anak tiga belas tahun aja."


B L U R B

Setelah papanya meninggal, Savanna—mahasiswi cemerlang yang terbiasa hidup serbamudah—dihantam masalah bertubi-tubi: kehilangan pacar, putus kuliah, dan berurusan dengan penagih utang. Namun, ujian terberatnya adalah bekerja sebagai pelayan kedai susu.

Di kedai, dia bertemu Alun, cowok norak, gaptek dan tak bisa meng-update Facebook. Cowok itu memang mencerahkan harinya, tapi juga memperumit masalahnya. Sava tersentak menyadari cinta ternyata bisa mengkhianati akal sehat. Masa sih dia jatuh cinta pada Alun, cowok desa yang tak pernah kuliah dan melarat? Di sisi lain, Harris—mantan pacar Sava yang sempurna—muncul kembali. Hal itu membuatnya bingung mana yang harus dia pilih: cinta atau logika?

Selain itu, Sava tidak mau menjadi pelayan seumur hidup, tapi dia juga tidak tahu apa yang diinginkan dalam hidupnya. Lantas, adakah jalan lain yang bisa dia tempuh? Dan.. apa yang harus Sava lakukan?

- - - - - - - - -

Kehidupan Savanna berubah total sejak ayahnya meninggal. Ia harus sambil bekerja untuk mencukupi kehidupannya, adiknya dan juga ibunya. Ibunya pun punya kehidupan yang tidak jelas. Bisa ada di rumah, bisa juga pergi dan entah kapan pulang. Tidak ada lagi Savanna yang punya cita-cita, apalagi si anak pintar. Sungguh sedikit banyak, dia merindukan kehidupan lamanya.
"Iya. Masa kamu nggak tahu? Papamu itu orang bank. Sudah jelas dia punya segala macam asuransi buat kalian. Juga reksadana. Aku tahu persis papamu punya. Juga deposito. Bunganya pun aku yakin bisa menghidupi kalian. Ke mana itu semua? Kenapa kamu dan Tyo jadi terlantar kayak gini? Jadi wajar kalau kami jadi ogah-ogahan membantu, kan? Kami kepingin membantu dan sudah membantu, tapi mamamu bertingkah seperti itu." P 67
Pekerjaan Savanna saat ini menjadi seorang pelayan di sebuah kedai susu. Memangnya apa yang bisa diharapkannya dari anak lulusan SMA dan masih kuliah setengah perjalanan? Bagi Savanna, kedai susu ini seperti tidak ada harapan. Terkadang ramai di saat-saat tertentu, pegawainya pun hanya ada 3, dirinya, Alun, dan Koh Abeng yang bertugas sebagai Chef.

Bagi Savanna, kedai susu ini seperti tidak ada harapan bagi masa depannya. Apakah dia akan selamanya terjebak di kedai susu ini? Tapi anehnya, perlahan dia mulai menemukan cerita tentang Alun dan Koh Abeng. Apakah dia akan mengubah pandangannya?


Sejak awal membaca kisah Savanna, nggak tau kenapa aku bete banget sama dia. Karena dia terbiasa hidup enak dan nyaman, jadi pas kehidupannya berubah dia tuh banyak banget sambatnya, banyak ngeluhnya. Apa-apa ngeluh, kerja di kedai susu ngeluh. Jadi kesel banget pas baca. Tapi ternyata, ibunya Savanna ini jauh lebih ngeselin! Karena kehidupannya berantakan. Maksudku, kalau memang mau berantakan, ya berantakan sendiri aja. Jangan ngajakin anak-anakmu. Mereka kan masih perlu sekolah, minimal sampe mereka selesai sekolah lah.

Novel ini menurutku merakyat banget lah. Dekat dengan kita. Bagaimana Savanna dan segala kerumitan hidupnya, Alun yang dikira Sava sering menggoda dan kudet banget, dia menyimpan banyak cerita yang tidak pernah diceritakan ke siapapun. Sementara Koh Abeng pun, meskipun dari luar terlihat baik-baik aja, nyatanya dia juga punya mimpi yang lain.

Nggak hanya cerita tentang Savanna, di sini kita juga diajak jalan ke masa lalu ibunya Savanna. Bagaimana dia akhirnya bertemu dengan ayahnya Savanna, sampai kehidupan mereka yang saat ini. Juga bagaimana cara ayahnya Savanna memperlakukan istrinya.

Setelah membaca ini tuh semakin disadarkan bahwa apa yang kita lihat dari luar, nggak tentu artinya tuh kayak gitu. Ketika melihat orang lain bahagia, belum tentu dia sepenuhnya bahagia, belum tentu memang itu yang diinginkannya. Makanya aku bilang novel ini sangat dekat dengan kita. Super recomended, meskipun di awal bakalan kesel banget sama tingkahnya Sava dan juga Harris, mantannya Sava.
 
Ah terakhir, milikilah mimpi yang ingin sekali kamu wujudkan. Meskipun nggak tau kapan akan kamu wujudkan, atau nggak tau jalan ke sananya gimana, tapi tetap bawa mimpi itu. Supaya kamu tetap punya alasan untuk hidup dan terus berjuang untuk mimpi itu.


From the Book...
"Punya anak bukan berarti kamu otomatis jadi orangtua, sama halnya punya piano, bukan berarti kamu serta-merta jadi pianis." P. 98

"Tepat sekali. Mereka juga nggak pernah menjelaskan hal-hal rumit. Kalau kita butuh sesuatu, maka sesuatu itu akan tersedia, entah bagaimana caranya. Kalau kita sakit, mereka bawa kita ke dokter lalu kita sembuh. Kalau kita punya masalah, entah dengan cara apa, mereka yang menyelesaikannya. Kita tahu beres. Tapi begitu kita dewasa, kita tahu sebenarnya nggak sesederhana itu. Sebelumnya aku nggak tahu bahwa hidup ini penuh masalah. Aku nggak tahu telepon harus dibayar, kalau nggak sambungannya bakal diputus." P 103

"Ah, jadi dewasa memang menyebalkan. Aneh ya, dulu aku ingin cepat-cepat dewasa, tapi setelah aku dua puluh tahun, sumpah, aku ingin menjadi anak tiga belas tahun aja." P. 103

"Nduk, hidup itu rangkaian masalah. Kita cuma melompat dari masalah satu ke masalah yang lain. Tapi, seenggaknya kita bakal melompat, ya kan? Tenang aja, badai pasti berlalu. Nggak ada ada badai yang nggak berhenti." P. 123