Thursday, July 12, 2018

[Review] Masih Tentang Dia


Judul : Masih Tentang Dia

Penulis : Titi Sanaria

Penerbit : Black Pearl Publisher

Tebal : 287 Halaman

"Aku memang sudah kembali ke tempat di mana seharusnya aku berada. Di sini, di tengah keluargaku."


BLURB

Ini kisah tentang kita, aku dan kamu.
Kita yang terbelah ketika cinta yang pernah menyatukan ternyata tidak cukup untuk dijadikan sandaran.
Kita yang kehilangan suara, lalu menjadi nyaman dengan kebisuan sehingga melupakan janji untuk selalu saling percaya dan mendengarkan.
Kita yang kehilangan harapan, lalu memilih melepaskan daripada berjuang dan bertahan kepada satu sama lain.
Kita menyerah, berpaling, lalu pergi.
Dan...
Ini juga kisah tentang kita yang masih tak berhasil memanfaatkan jarak dan waktu untuk saling melupakan.

- - - - - - - - -

Menceritakan tentang Lila, seorang arsitek yang tiba-tiba bertemu dengan masa lalunya. Suami yang pernah menyakitinya. Meninggalkan bekas luka yang sampai sekarang nggak kunjung sembuh. Sebenarnya, Lila adalah sosok yang ceria, dengan pembawaannya yang menyenangkan. Bagaimana tidak, bagi Hendy, Lila adalah orang yang bisa membuat orang lain tersenyum hanya dengan melihat caranya tertawa. Belum lagi, Lila menarik dengan caranya sendiri. Meskipun pakaiannya hanya kaus atau blus dengan celana jeans.
"Kamu tahu kenapa daftar Tuan Google segitu panjang? Karena aku belum bertemu kamu. Daftar itu berhenti di namamu. Selamanya." — P. 28
Hendy, laki-laki yang dicap penjahat kelamin oleh Rima, sahabat Lila. Hal ini tentu saja karena kelakuan Hendy dan juga karena Hendy adalah salah satu teman Putra, laki-laki yang kini menjadi mantan Rima. Dulunya, hubungan Hendy-Lila sedikit mendapat tentangan dari Rima, dengan alasan, bisa saja Hendy sama nakalnya dengan Putra, laki-laki yang suka tebar benih dimana-mana. Tapi lambat laun, Rima akhirnya mengizinkan hubungan Hendy dan Lila. Bahkan mereka sudah menikah. Saat hubungan mereka sudah menikah inilah perlahan mulai ada hambatan yang kemudian menyebabkan hubungan mereka akhirnya harus menjauh.


Waktu baca buku ini di awal, aku ngrasa agak aneh. Soalnya, ada bagian flashback, tapi nggak diganti huruf italic, atau pembeda, hanya huruf dan spasinya aja yang bedain. Akhirnya, setelah jalan ke belakang, aku baru mulai kerasa. Oh, maksud novelnya ini flashback. Awalnya, aku ngira kalau Hendy ini tukang selingkuh, dan hal itulah yang menyebabkan Lila akhirnya ogah. Pertemuan pertamanya dengan Hendy setelah lama nggak ketemu terang aja bikin Lila kaget. Dan sejak saat itu, Hendy selalu berusaha untuk meluangkan waktu bertemu dengan Lila. Meskipun Lila terus-terusan menolak. Nggak hanya sampe di sana, Lila juga memiliki Reno, laki-laki yang jadi kakaknya Rima dan juga menjadi sahabatnya kini. Sahabat yang kemudian banyak yang mengira kalau Lila punya hubungan dengan Reno. Dari sinilah, semuanya mulai terbuka.

Novel ini keren abis! Dan quotable banget. Nggak cuma itu aja, banyak moral yang bisa diambil di sini. Salah satunya, pentingnya komunikasi antar pasangan. Ya siapa aja bisa sih. Mau yang masih pacaran, atau udah menikah, sama sahabat dan ortu juga. Jadi komunikasi itu penting. BANGET malah. Kalo nggak ada komunikasi, ya jadinya kayak si Lila ini. Terjebak sama spekulasinya sendiri, dan menganggap dirinya paling terpuruk. Padahal orang lain juga ngrasain. Dengerin dari sisi orang lain juga nggak salah kok. Selain diceritain dari sudut pandang Lila, novel ini juga menceritakan dari sudut pandangnya Hendy. Bagaimana Lila sebenarnya, dan bagaimana masalah itu mulai terjadi.

Overall, novelnya nggak mengecewakan. Kemudian mikir, padahal, dari dulu, aku ngfollow kak Titi dari jaman di wattpad, trus kenapa kesemsemnya baru sekarang ya? Hahaha.. Kayak bego banget gitu.

Quotable:
"Seharusnya aku tahu bahwa kehidupan tidak berbeda dengan cuaca. Ada saat cerah, mendung, hujan, dan bahkan badai bergantian menjelang." — P. 47

"Kamu tahu, La, dendam lebih sering menghancurkan diri sendiri. Seperti luka, dia selalu menganga karena kamu nggak mau dia sembuh. Kamu menjaga supaya darahnya tetap mengalir untuk tetap ngerasain sakitnya. Lepaskan, La. Kamu berhak bahagia. Dan kebahagiaan itu nggak akan kamu temukan dengan dendam merimbun di hatimu. Kamu harus belajar memaafkan." — P. 50

"Karena kamu mencintainya. Kebencian yang kuat hanya datang dari rasa cinta mendalam. Kamu maksain diri membencinya karena cinta itu masih hidup dalam hati kamu, La. Kamu pikir, dengan terus menghidupkan benci, kamu akan kehilangan kemampuan mencintainya. Tapi kamu salah. DIa nggak akan berarti lagi bagimu saat kamu sudah melepaskan kebencian itu. Karena dia kemudian nggak penting lagi untuk kamu ingat." — P. 57 to 58

"Ada hal-hal yang nggak bisa kita lawan meskipun berusaha. Andai aku ngikutin jejak kamu terus membenci dan menyalahkan Hendy, apa itu akan mengubah masa lalu? Nggak, kan? Apa yang sudah hilang nggak punya tempat untuk kembali. Terkadang kita hanya perlu ikhlas." — P. 59

"Apa enaknya jadi malaikat yang jalannya lurus, La? Menjadi manusia itu menyenangkan. Meskipun jalan di depanmu lurus, kamu bisa berbelok kalau mau. Kamu bisa salah dan belajar dari situ. Kalau kamu mau sih." — P. 59

"Andai tak kutemukan dirimu dalam perjalanan takdirku, akankah aku lebih bahagia dari hari ini?" — P. 130

"Kepergiannya memang sudah digariskan seperti itu, La. Jangan pernah mempertanyakan keputusan Tuhan. Kamu hanya perlu percaya." — P. 151

"Jangan langsung bilang nggak, pikirin dulu. Nggak bisa dan nggak mau itu berbeda." — P. 152

"Kata cinta menjelaskan banyak. Itu kata yang bisa menyimpulkan kumpulan kalimat lain. CInta tidak pernah butuh alasan lain yang logis. Dia serupa titik yang mengakhiri kalimat." — P. 187

"Kamu tahu, La, harga diri dan cinta bukan kombinasi menakjubkan. Bisa saling menghancurkan malah." — P. 195

"Dugaan itu jahat, Mas. Menggerogoti kita dari dalam. Gue hampir kehilangan Mia dulu karena menduga dia lebih mencintai mantan kekasihnya daripada gue. Gue dengan bodohnya memutuskan melepasnya supaya mereka bisa bersama. bersikap sok pahlawan. Gue pikir dia akan bahagia kalau gue nggak berada di antara mereka. Gue merasa seperti orang ketiga yang nggak diinginkan." — P. 233

No comments:

Post a Comment