Sunday, September 21, 2025

[REVIEW]Fall, Winter & Spring



Fall, Winter & Spring
Nancy Dinar
Stiletto Book
273 Halaman

”Apa pun masalah kita, itu hanya sementara karena semua di dunia ini hanya sementara. Hadapi semua dengan berani dan tabah. Saat kamu kehilangan sesuatu, Tuhan selalu punya penggantinya. Kalau kamu kuat, kamu akan segera tahu itu. Untuk itu jangan kehilangan pengharapan.”


Monday, September 8, 2025

[REVIEW] Bebas Tanggungan


Bebas Tanggungan
Reytia
Bhuana Sastra
276 Halaman

“Jangan terlalu keras sama diri kamu juga, Saf. Tanggung jawab kamu saat ini memang besar, tapi bukan berarti kamu nggak berhak bahagia."


B L U R B


Katanya, kerja di e-commerce enak karena gajinya besar, tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi Safira yang harus merelakan lebih dari setengah gajinya untuk membayar utang keluarga dan biaya hidup adiknya. Capek karena harus berhemat, capek hati juga karena melihat teman-teman sekantor yang hidupnya sudah jauh lebih sejahtera. Safira ingin hidup bebas tanggungan!


Lalu, muncul ide cemerlang dari Marla, sahabat Safira. Kenapa nggak cari calon suami kaya, supaya hidup Safira ada yang nanggung? Akankah Safira mendapatkan kelegaan finansial yang ia harapkan atau hidupnya justru lebih rumit?


- - - - - - - - - - -


Memiliki pekerjaan dengan gaji besar tentu saja sangat membanggakan. Apalagi umur Safira masih muda, pasti menyenangkan sekali. Kenyataannya jelas berbeda, Safira harus merelakan sebagian besar gajinya untuk membayar utang keluarga dan biaya sekolah adiknya. Yang tersisa untuknya ya hanya cukup membiayai kebutuhannya sehari-hari. Tidak ada yang namanya membeli barang-barang yang tidak perlu. Dikit-dikit self reward seperti yang dilakukan kedua sahabatnya.

"Ya makanya, cari pacar. Short term win-nya, kalau jalan lo dibayarin makan atau nonton. Long term win-nya, kalau cocok, lo nikah. Hidup lo dibayarin dia. Spare duit lo jadi banyak, utang cepet beres. Lo cepet punya tabungan. Terus hidup bahagia selamanya, deh." — P. 31

Marla—salah satu sahabatnya, selalu menyuruhnya untuk mencari pacar yang kaya. Masalanya, gimana mau nyari pacar yang kaya, kalau kehidupan Safira aja diirit sebisa mungkin. Menjalin hubungan, bukannya akan menambah biayanya untuk makan di luar atau nonton bioskop? Kan mendingan disimpan! Tapi gimana kalau salah satu cowok cakep di kantornya mendekatinya? Apakah Safira akan membuka hati perlahan?



Waktu awal aku dapat gaji pertama, rasanya tuh seneng banget! Apalagi dulu gajinya udah di lumayan di atas UMR. Seneng banget, mulai agak boros dikit berkedok, "Dulu sama ortu nggak dibolehin beli!" dan tentu aja gampang kalap sama hal-hal lucu di e-commerce. Tapi ternyata, nggak semua orang sama kayak aku.


Safira nggak begitu, dia harus menyisihkan untuk bayar hutang yang ditinggalkan ayahnya, dan biaya kuliah adiknya. Yang didapatkan selama kerja ini kurasa hanya hikmahnya aja. Safira juga punya dua sahabat di kantor, ada Marla dan Eveline. Keduanya, terutama Marla, getol banget mencarikan Safira pacar dengan kriteria utama: harus kaya! Supaya safira sedikit terbantu, sedikit menikmati hidup. Sahabat yang cukup baik ya?


Membaca kisah Safira ini berasa kayak ngeliat temen sendiri, hidup emang nggak selamanya mudah, tapi masa iya cowok mapan adalah jawabannya. Menurutku sih enggak, belum tentu cowok ini juga peduli sebesar yang kita harapkan. Nah, pas Safira dikenalin sama salah satu anak kantornya yang cukup oke, aku langsung merasa cowok ini terlalu too good to be true. Memang ada cowok yang banyak action ketimbang ngomong, tapi ini terlalu mencurigakan. Waktu ditanyain keluarga, nggak begitu banyak cerita, ditanyain masa lalu, jawabannya agak ngambang. 


Deket sama cowok itu menurutku perlu waktu yang cukup panjang, untuk bener-bener kenal dia luar dalam. Malahan lebih enak kalau awalnya dari temen, meskipun kalo udah begini ya mending tetep berteman aja. Kenapa perlu waktu yang cukup panjang? Soalnya mengulik sifat seseorang itu nggak gampang, nggak selamanya apa yang ditunjukin ke kita tuh sama kayak dia yang sebenarnya, bisa aja dia manipulatif, suka mukul atau suka bohong. Bener kata orang jaman dulu, bibit, bebet, bobotnya harus pas.


Persahabatan antara Eveline, Marla, dan Safira juga menyenangkan, mereka selalu ada satu sama lain, siap support satu sama lain. Meskipun sifatnya Marla ini agak ngeselin ya, karena dia anak yang terlahir di keluarga yang berkecukupan, dia jadi menganggap Safira selalu salah aja, kasian aja. Menurutku, sifat Marla ini ya normal sih. Aku sendiri juga kadang ngerasa temenku yang jadi sandwich gen ini kasian ya, harusnya kan mereka bersenang-senang juga, tapi aku lupa, kehidupan keluarganya juga nggak berada di garis yang sama kayak aku. 


Nggak cuma tentang pencarian cowok dan persahabatan aja, tapi juga banyak membahas tentang keluarga. Awalnya, aku juga agak kesel sama kakaknya Safira, adiknya juga. Tapi setelah baca lebih dalam lagi, ternyata mereka ini butuh berkomunikasi, biar nggak salah paham terus. Biar semua uneg-uneg yang mau disampaikan, bisa tersampaikan dengan jelas.


Suka sekali dengan penyelesaian masalah Safira. Bener-bener semuanya butuh komunikasi, dan cari cowok mapan bukan solusi supaya nggak jadi sandwich generation. Hihi..



From the book...

"Ya makanya, cari pacar. Short term win-nya, kalau jalan lo dibayarin makan atau nonton. Long term win-nya, kalau cocok, lo nikah. Hidup lo dibayarin dia. Spare duit lo jadi banyak, utang cepet beres. Lo cepet punya tabungan. Terus hidup bahagia selamanya, deh." — P. 31


"Anyway, maksud gue, kejadi ini bisa kita jadikan pelajaran, kan? Jadi orangtua jangan nyusahin anak, harus punya perencanaan yang matang. Kalau ngutang harusnya bilang-bilang. Kalau nggak kan yang heboh sekeluarga." — P. 33


"Biar nggak decision fatigue. Capek mikir. Setiap hari kita harus ambil keputusan dalam pekerjaan. Sayang anget kalau kapasitas otak kita dihabisin buat mikir hal-hal remeh seperti mau pakai baju apa hari ini.” — P. 47


“Tapi menurutku, yang kamu lakukan itu hebat. Saat orang seumuran kamu sibuk dengan kesenangan mereka sendiri, kamu berkorban untuk keluarga. Orang-orang takut jadi sandwich generation, kamu malah menawarkan diri untuk nanggung utang Papa kamu." — P. 61


"Soal ikhlas ini memang ringan di lidah, seringkali berat di hati." — P. 78


"Lo sudah berusaha dengan baik. Yang lo lakukan itu memang nggak mudah. Menurut gue, lo keren banget." — P. 79


"Jangan lupa nabung, tapi jangan pelit-pelit amat sama diri sendiri juga." — P. 116


"Orangtua kita ngerawat kita sampai dewasa, mereka nggak pernah hitung-hitung pengorbanan ke kita. Terus saat orangtua kita nggak punya apa-apa lagi buat dikasih ke kita, kita mau kabur, gara-gara takut dibilang sapi perah keluarga?" — P. 125


"Dari awal garis start lo sama dia emang jauh beda. Dia plus, lo minus. Kalau lo mau ngejar dia, ya susah." — P. 127


"Lo juga, Mar, jangan kasian-kasian sama gue terus, dong. Nabung emang penting, tapi takdir gue lagi kayak gini mau diapain? Keluarga gue semua juga udah abis-abisan, masa gue lepas tanggung jawab? Lagian hidup gue juga nggak parah-parah amat, kok. Buktinya gue masih bisa traktir lo sama Eveline makan siang di sini." — P. 158


"Emang kondisi gue beda kayak orang-orang lain. But everyone has their own battle, right? Sometimes we just have to set the right comparrison. Jadi, biarkan gue lunasin utang bokap gue dengan tenang, tanpa harus bikin gue ngerasa sengsara ngejalaninnya. Nggak semua orang punya privilage kayak lo." — P. 158


"Jangan terlalu keras sama diri kamu juga, Saf. Tanggung jawab kamu saat ini memang besar, tapi bukan berarti kamu nggak berhak bahagia." — P. 166


Thursday, July 3, 2025

[REVIEW] Ghosting Writer

Ghosting Writer
Aya Widjaja
Gramedia Pustaka Utama
312 Halaman

"Kita nggak bisa menyenangkan semua orang. Dan untuk meraih impian, mungkin harus ada yang dikorbankan supaya usaha kita nggak setengah-setengah.”


B L U R B

“Ghosting Writer? Nama pena apaan, tuh! Pasti dia cuma writer tukang ghosting pembaca alias nulis cerita nggak kelar-kelar!” Sebagai penulis di T3, salah satu platform menulis online, Wilma tidak bisa berhenti julid setiap kali mendengar Ghosting Writer disebut-sebut teman sekelasnya. Masalahnya, Wilma sudah lebih lama menulis di T3 dan susah payah mendapatkan peringkat tinggi dengan mempromosikan ceritanya ke semua media sosial dan mengikuti keinginan pembaca. Sedangkan Ghosting Writer bisa melampaui popularitas Wilma tanpa promosi atau bersusah payah. Argh! Nyebelin!

Belum lagi kakak kelasnya, Ganindra, terus-terusan mengganggunya tanpa alasan; meledeknya penjajah karena namanya mirip ratu Belanda zaman penjajahan, memanggilnya dengan merek minyak goreng, dan sering melempar gombalan-gombalan jayus yang bikin merinding. Ganindra ada masalah apa sih sama Wilma? Keisengan Ganindra bikin Wilma, yang sudah bete karena perkara Ghosting Writer dan peringkat T3, jadi makin mumet.

Duuh! Apa yang harus Wilma lakukan untuk menyingkirkan Ganindra dan memperbaiki peringkatnya di T3 yang dibalap Ghosting Writer?

- - - - - - - - - -

Sebagai penulis di sebuah platform, selain jumlah pembaca, rating juga salah satu hal yang cukup penting. Apalah arti sebuah karya kalau nggak ada pembacanya. Wilma, selama ini berhasil di platform T3 dengan rating yang bagus dan cukup terkenal. Kebanyakan ceritanya tentang anak sekolahan dan badboy yang cukup digandrungi pembaca T3.
Quality over quantity, Wil. Jauh lebih baik punya sedikit pembaca tapi setia ngikutin lo ke platform mana pun, mau ngasih lo feedback, rela ngeluarin effort demi baca tulisan lo, daripada punya banyak pembaca tapi nggak punya engagement lebih. Ayolah, belajar bersyukur dengan apa yang lo raih. Oke?” — P. 181
Kemunculan Ghosting Writer—salah satu penulis baru di T3, membuat Wilma mulai senewen. Ini bukan karena kemunculan idola baru semata, tapi peringkatnya yang bikin Wilma jadi waspada terus. Sementara Nehru—sahabat sekaligus ilustratornya malah menyuruhnya membaca karya Ghosting Writer, supaya Wilma bisa mencari tahu hal apa yang membuatnya jadi lebih menarik ketimbang ceritanya.


Dunia kepenulisan dan SMA. Dua hal yang menurutku sangat berkaitan, dan aku pernah mengalaminya. Dulu pas masih ramenya platform kepenulisan warna oren, di sana lah aku banyak banget bertemu orang, berorganisasi juga. Seru banget. Aku juga sempet nulis dan berorganisasi, tapi pas masuk masa kuliah, aku sekip, banting setir jadi bookstagram aja.

Bagi seorang penulis, jumlah pembaca, like, komen, dan rating yang posisinya stabil itu penting. Nggak cuma menunjukkan kalau karya kita bagus, tapi juga bikin bersemangat untuk menyelesaikan sampai ending. Hal itu juga yang dirasakan sama Wilma, apalagi kelebihan dalam ceritanya, dia juga menyisipkan gambaran potongan adegannya dengan ilustrasi Nehru, harusnya ini jadi daya jualnya dong. Pas ada penulis yang berhasil menyalip ketenarannya, dia jelas bingung. Selama ini aman-aman aja, kali ini kok ada yang berhasil menyalip secara langsung?

Ghosting Writer buatku sangat menarik. Bikin aku kembali ke duniaku dua belas tahun lalu (wow, ketauan banget umurnya berapa ya?). Dunia SMA yang dituliskan, nggak melulu ngebahas percintaan, badboy yang nggak pernah masuk kelas tapi dapet nilai bagus terus, atau pun anak salah satu pejabat. Bener-bener dunia SMA yang kita jalani sebenernya, mulai dari masuk sekolah, punya keinginan yang ditentang orangtua, punya aktivitas lain di luar sekolah. Pembahasan tiap karakternya juga bener-bener menarik. Wilma yang berkemauan keras dan nggak gampang nyerah, Nehru yang terlalu banyak dikekang, Ganindra yang punya masalah di rumah.

Dibalik sikap Wilma yang ngotot banget update cerita, mengusahakan keinginan semua pembacanya, ternyata tersimpan keinginan kecil yang tidak begitu disetujui orangtuanya. Dibalik sikap Nehru yang baik di depan Wilma, dia juga agak egois. Dibalik Ganindra yang tengil, tersimpan keinginan untuk membahagiakan mamanya.

Buatku, Ghosting Writer ini bener-bener komplit untuk kelas teenlit. Bikin kita mengingat lagi, apa yang kita inginkan, dan bagaimana cara meraihnya. Pemikiran untuk melakukan hal curang kalo kepentok itu pasti ada, tapi balik lagi, apa cara itu sudah benar? Apa itu keinginan semata, atau cuma karena iri? Banyak juga mengajarkan dunia kepenulisan yang baik itu gimana. Bikin aku jadi tergerak untuk menulis lagi.

Cara kak Ayu menulis bener-bener mengalir. Kita dibuat penasaran dengan setiap tindakan tokohnya, tapi dibuat gemes juga tiap mereka punya gebrakan baru. Setiap halamannya jadi nagih banget, nggak kerasa kita udah selesai aja. Penyelesaian masalah tiap tokohnya juga bikin senyum-senyum sendiri. Apalagi Nehru-Wilma. Duh pas baca kayak… gemes banget ni orang dua sahabatan. Sangat merekomendasikan untuk dibaca semua kalangan! Cerita yang ringan dan bikin senyum-senyum. Kayaknya kalo posisi bacanya di aku beberapa tahun lalu, cuma sehari, udah kelar ini.


From the book…
”Coba benchmarking. Baca cerita dia dulu, cari alasan apa yang bikin ceritanya digandrungi. Jangan cuma ngintipin halaman profil dia saja.” — P. 13

”Karena apa pun yang lo lakukan, sumber semangatnya harus diri lo sendiri. Bukan orang lain. Menggantungkan motivasi pada manusia cuma bikin kecewa. Lo harus punya suara lo sendiri. It’s okay buat bilang enggak atau punya pendapat sendiri.” — 86

”Gue nggak bilang lo nggak boleh terkenal atau dapet uang dari nulis, tapi jangan sampai kehilangan jati diri.” — P. 141

”Lo boleh ambis, tapi lo nggak boleh lupa cara terbaik buat meraihnya adalah memperbaiki tulisan lo sendiri.” — P. 193

”Itu lo ngerti. Isi hancur atau bungkus jelek itu biasanya salah orang lain. Bukan bermaksud nyalahin orang, tapi faktor dari luar memang penting pas pencarian jati diri kayak lo sekarang. Gue nggak punya pembelaan apakah bandel itu salah atau sah-sah saja, yang penting adalah bisa nggak kita keluar dari zona bandel dan jadi manusia bertanggungjawab?” — P. 244 to 245

”Lo kebiasaan lebih peduli pendapat orang daripada diri lo sendiri, dan menggantungkan kesenangan nulis pada popularitas yang didapat karena apresiasi orang lain. Lo ngejauhin gue juga pasti karena omongan orang, kan?” — P. 264

”Kita nggak bisa menyenangkan semua orang. Dan untuk meraih impian, mungkin harus ada yang dikorbankan supaya usaha kita nggak setengah-setengah.” — P. 294

Monday, June 9, 2025

[REVIEW] Life is Yours

Life is Yours, Hidup ini Milikmu, Bukan Milik Orang Lain
Ipnu R. Noegroho
Anak Hebat Indonesia
230 Halaman

“ Jadi mulai sekarang, bersikap adillah kepada dirimu sendiri. Kamu juga berhak bahagia. Jika bukan kamu sendiri yang membuatmu bahagia, maka tidak ada yang pernah bisa memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya kepadamu.”


B L U R B

Tidak apa-apa untuk tidak tahu banyak hal, karena kamu manusia biasa, bukan Google. Tidak apa-apa untuk mengalami hal-hal yang memalukan, tidak apa-apa untuk belum jadi siapa-siapa di usiamu yang sudah seperempat abad ini.
Tidak apa-apa untuk membenci yang disukai orang lain, dan menyukai yang dibenci oleh orang lain.

Hidup bukan atas apa yang dikatakan orang, bukan pula atas apa yang ada di genggaman tangan orang. Life is your, hidup ini milikmu. Kamu yang berhak menentukan kemana kakimu melangkah, kamu yang berhak milih, mau jalan cepat ataukah lambat. Selagi kamu bahagia, kamu pasti akan menikmatinya.

- - - - - - - -

Sekarang ini dunia udah makin maju, semua hal udah mudah banget aksesnya. Ditambah dengan adanya media sosial, semuanya semakin mudah untuk dijangkau. Mendekatkan yang jauh. Lewat media sosial pun, kita semakin mudah berinteraksi melalui komen, story dan reposting. Semuanya bener-bener semakin mudah. Tapi apa iya, hal ini nggak berdampak negatif untuk kita?
“Ketahuilah bahwa bukan realitanya yang jahat, tapi ekspektasi tinggi yang membuat kita penat.” — P. 87
Dengan adanya media sosial yang cukup bebas, kita semakin mudah melihat kehidupan orang lain melalui apa yang diposting pemilik akun tersebut. Bisa artis, influencer, atau bahkan orang yang tidak terkenal sekalipun. Seringnya juga, hal ini jadi memicu kita untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Apalagi untuk remaja yang sudah menginjak umur 20 lebih, yang sekarang ini lebih dikenal dengan quarter life crisis.

Umur 20an udah punya tabungan sekian ratus juta, sementara penontonnya belum punya tabungan sebanyak itu. Artis A jalan-jalan lagi keluar negeri, penontonnya belum pernah pergi keluar kota. Tanpa sadar, perlahan kita mulai membandingkan hidup dengan orang lain. Semakin lama, semakin bikin kepikiran. “Iya juga ya, si A udah punya tabungan sekian. Aku belum ada tabungan sama sekali.” Padahal si A berasal dari keluarga yang berkecukupan, sehingga nggak ada yang namanya membiayai kehidupan orangtuanya, menyekolahkan adiknya. Sementara si B hidup sebagai sandwich generation. Dilihat dari sisi ini aja udah beda banget startnya.

Nggak hanya media sosial, tapi omongan tetangga, sanak saudara yang ketemunya cuma setahun sekali, kadang bikin kita semakin kecil, nggak jarang kita juga menginginkan kehidupan yang selama ini kita harapkan. Life is Yours, banyak sekali menekankan untuk hidup dengan bahagia. Bahagia yang nggak melulu tentang materi, bisa jadi karena hari ini bisa makan bakso viral, atau sekedar menikmati hari Minggu tanpa ada tekanan dari kantor. Kadang orang mendeskripsikan bahagia harus mencapai abcd, padahal bisa juga di dapat dari hal-hal kecil yang tidak terduga.

Di dalam Life is Yours, ada 7 topik besar yang berisikan tentang hal-hal yang harus kita lakukan. Dimulai dengan menghormati diri sendiri, bagaimana agar kita hidup dengan bahagia, hidup dengan indah, hidup lebih baik, hidup berdampingan dengan orang lain, tidak terlalu cemas, dan menjadi diri sendiri. Selama membaca, bener-bener diajak untuk merefleksikan kegiatan selama satu hari. Apakah kita sudah melakukan 7 topik besar ini? Sebagai budak korporat, selama jam kerja kadang bisa terlalu fokus dan sibuk sampai mengabaikan diri sendiri, kadang lupa minum atau terlambat makan. Hal ini tentu tidak baik jika sering dilakukan. 

Jadi selama membaca, bener-bener diajak ngomong sama diri sendiri. Lebih banyak mendengarkan, apa iya, aku sudah melakukan yang terbaik versiku? Apa bener ketika aku melakukan hal itu, aku bahagia?



From the book…
“Janganlah kamu melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan. Tuhan saja tidak menyuruh kita melakukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan. Kamu harus bisa menolak jika kamu diminta melakukan sesuatu yang justru akan menyusahkanmu atau membuatmu terluka.” — P. 51

“Jadi mulai sekarang, bersikap adillah kepada dirimu sendiri. Kamu juga berhak bahagia. Jika bukan kamu sendiri yang membuatmu bahagia, maka tidak ada yang pernah bisa memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya kepadamu.” - P. 56

“Ketahuilah bahwa bukan realitanya yang jahat, tapi ekspektasi tinggi yang membuat kita penat.” — P. 87

“Kalian bercanda? Seharusnya, bercanda itu bisa membuat orang yang diajak bercanda tersenyum atau tertawa. Tapi kalau yang diajak bercanda justru ketakutan dan merasa terganggu seperti itu, berarti ada yang salah dengan candaan kalian.” — P. 148

“Jika tujuan utama kamu adalah agar semua orang menyukaimu, maka kamu harus bersiap-siap untuk kehilangan keunikan dan sisi spesial kamu.” — 160


Wednesday, June 4, 2025

[REVIEW] Witching Hearts


Witching Hearts
Adelina Ayu
Bhuana Sastra
368 Halaman

"Gue tahu lo sayang banget sama Shaien. Tapi, rasa sayang dan cinta itu nggak cuma hadir saat lo lagi merjuangin hubungan lo ke seseorang biar kalian tetap bersama. Terkadang, saking sayangnya lo sama seseorang, lo pun ikhlas memilih pilihan yang paling tepat untuk menyayangi orang itu, yaitu dengan ngelepasin dia.”


B L U R B

Daryll nggak menyangka akan bertemu cewek seperti Andra, yang berani meminum darah ular demi petualangan, dan nggak menganggap aneh obsesi Daryll terhadap dunia sihir. Kegilaan mereka terkawinkan sejak hari pertama. Namun, ketika Daryll ingin memberikan lebih banyak, Andra nggak mengizinkannya.

Meski kartu tarotnya menyarankan agar Daryll mundur, dia memutuskan untuk merangkai petunjuk dari konstelasi bintang dan meraih apa yang ia pikir adalah miliknya.

Namun, jika astrologi dan mantra tidak mampu mengubah hati yang bukan miliknya, apa yang tersisa baginya?

- - - - - - - -

Bagi Daryll, semua hal di hidupnya harus pasti. Hitam, putih, tidak ada abu-abu. Meskipun dia banyak mempercayai astrologi dan zodiak, Daryll tetap membutuhkan kepastian. Kalau untuk permasalahan hidup aja Daryll seserius itu, apalagi untuk perasaan, benar kan? Pertama kali Daryll melihat Andra, dia nggak cuma terpesona, tapi juga merasa aneh, ada cewek yang seunik Andra.
“ Perasaan orang kan nggak sesimpel satu tambah satu sama dengan dua, Ryl. Kadang satu tambah satu sama dengan lima. Mungkin, itu yang ada di kepala Andra. Hanya karena dia dan Shaien nggak jadian, bukan berarti dia bakal segampang itu ngizinin orang lain buat ‘ngancam’ rumah tangga mereka.” — P. 136
Kedekatan Andra-Daryll selanjutnya, ternyata malah jadi rutinitas mereka berdua, disaat Shaien nggak bisa menemani, maka Daryll ada one call away-nya Andra. Bahkan Andra juga beberapa kali diajak ke rumah Daryll untuk melihat ‘koleksi’ dan juga mantra-mantra yang disebut Medina—ibu Daryll—aneh.

Tapi bagaimana kalau kali ini harapan Daryll tidak sesuai? Bisakah dia menerimanya? Atau malah kecewa berat karena harapannya sudah membumbung tinggi?


Membaca kisah Daryll di Witching Hearts emang bener-bener beda jauh sama sifatnya di The Name of The Game. Pantesan penulisnya bilang aku harus baca The Name of The Game dulu. Biar enggak clueless.

Karena kali ini banyak menceritakan sisi Daryll-Andra, Witching Hearts ini lebih mendalam dan kompleks ketimbang dua buku sebelumnya. Kalo di buku sebelumnya, Daryll keliatan ya cuek aja gitu, nggak ada intensi yang gimana-gimana. Di sini Daryll keliatan banget jadi cowok yang aneh, nyebelin, tapi lovable. Aku jadi tau, kenapa Daryll jadi cowok yang pendiem, gimana kesehariannya, termasuk gimana keluarganya Daryll. 

Pas awal baca sempet agak kaget ya, karena langsung disodorin Daryll yang mendadak punya barang unik—kalo gamau dibilang aneh—di kamarnya. Kayaknya, kalo aku jadi sodaranya Daryll, aku pun mengira dia pemuja aliran sesat. Bener-bener lengkap banget. Padahal, kalau dipikir-pikir, mungkin hal yang dipercaya Daryll tuh sama aja kayak Chinese yang percaya sama fengshui. Segalanya itu keselarasan hidup. Meskipun bisa dibilang percaya nggak percaya aja, tapi ini tuh bisa jadi banyak benernya. Misal, ada orang yang nggak bisa kalo punya rumah menghadap barat, alhasil serumah jadinya sakit terus nggak kelar-kelar. Atau kalo shio Ayam, nggak boleh punya rumah yang bagian seberangnya kali. Karena ayam kan cari makan di tanah, gimana bisa makan (nabung) kalo tanahnya kena air terus. Semacam kepercayaan gitu lah. Papaku lumayan percaya hal itu, jadi sedikit banyak aku juga memahami karakternya Daryll.

Nggak cuma tentang keanehannya Daryll aja, kita diajak menyelami perasaan Andra. Kalau kemarin di Happy Ending Machine kita lebih banyak dipaparkan tentang kebiasaan Andra, di sini kita lebih banyak diajak mendalami perasaan Andra. Tapi jujur, selama baca partnya Andra aku kesel banget. Pengen ngeplak deh, biar sadar.

Ngomongin Witching Hearts ini menurutku nagih setiap halamannya. Aku seneng banget bagian Daryll memulai opo-oponya. Gimana dia dengan sabar menjelaskan semua ritualnya. Gimana dia berusaha untuk legowo tentang perasaannya. Jadi sayang Daryll, padahal sebelumnya kesel pol.

Witching Hearts bener-bener bikin pengalaman bacaku jadi ke-upgrade. Hihi.. aku amaze banget gimana kak Adelina nulisnya, pasti riset mendalam banget, apalagi ini juga ada astrologinya. Kalo orang yang nggak bener-bener mendalami, pasti agak kesulitan. Sangat sangat menunggu karya terbaru kak Adel, apapun jenisnya kayaknya bakalan langsung kubaca deh. Haha..



From the book…
“Berapa banyak makanan yang lo lewatin cuma karena takut atau jijik, tanpa tau kalau hal itu bisa aja hadi pengalaman terseru seumur hidup lo? Kalau gue anaknya suka milih-milih makanan kayak lo, gue nggak akan tahu kalau daging piton itu lebih enak daripada ayam sama sapi.” — P. 82

“Ndra, kalau ‘bisa’ ini berhubungan sama orang lain, entah itu teman, keluarga, pokoknya faktor luar, yang terpenting itu lo harus merhatiin diri lo dulu. Kalau lo emang lagi ‘nggak bisa’, nggak usah dipaksa. Sebelum lo bisa ngasih ‘keluar’, lo harus ngasih ‘ke dalam’. Ke diri lo dulu. Salah satunya dengan memproses dan berdamai sama hujan badai itu. Lo harus belajar nerima kalau kadang, lo emang nggak bisa ngapa-ngapain buat menghaau ujan badai itu, supaya hujan badai itu bisa pergi dengan tenang.” — P. 130

“Perasaan orang kan nggak sesimpel satu tambah satu sama dengan dua, Ryl. Kadang satu tambah satu sama dengan lima. Mungkin, itu yang ada di kepala Andra. Hanya karena dia dan Shaien nggak jadian, bukan berarti dia bakal segampang itu ngizinin orang lain buat ‘ngancam’ rumah tangga mereka.” — P. 136

“Kita nggak bisa ngatur perasaan kita buat seneng terus, Ndra. Humans don’t work that way.” — P. 152

“Gue nggak nanya soal lupa, gue tanya, emang emosi negatif itu bisa sembuh kalau nggak dikeluarin? Kalau lo nolak buat sedih terus, nantinya lo jadi sulit untuk ngenalin perasaan lo sendiri dan orang lain. Kan nggak lucu kalau temen lo lagi nangis karena abis putus, malah lo suruh cari poin positif dari masalah dia. Ujung-ujungnya, lo jadi emotionally unavailable.” — P. 152

“Emosi ngebantu kita buat ngertiin situasi. Kalau lo sedih karena diputusin, berarti lo sayang banget sama cowok lo. Kalau gue bete karena makanan gue keasinan, itu berarti makanan ini udah ngerusak cheat day gue.” — P. 152

“Gue tahu lo sayang banget sama Shaien. Tapi, rasa sayang dan cinta itu nggak cuma hadir saat lo lagi merjuangin hubungan lo ke seseorang biar kalian tetap bersama. Terkadang, saking sayangnya lo sama seseorang, lo pun ikhlas memilih pilihan yang paling tepat untuk menyayangi orang itu, yaitu dengan ngelepasin dia.” — P. 257

“Cinta adalah yang tersisa saat masa-masa jatuh cinta—honeymoon phase itu selesai. Those that truly love have roots that grow towards each other underground and when all the pretty blossoms have fallen from their branches, they find that they are one tree and not two.” — P. 343

Tuesday, May 27, 2025

[REVIEW] Coming Home


Coming Home
Sefryana Khairil
Lekha Media
456  Halaman

"Kadang-kadang kita lupa mempersiapkan diri menerima kekalahan. Mungkin karena kita terlalu banyak berharap yang baik-baik, jadi bingung berbuat apa saat menghadapi yang terburuk.”


B L U R B

AMIRA

Lima tahun sudah aku menata hati setelah perceraian yang menyakitkan. Aku siap membuka lembaran baru bersama seseorang yang aku harapkan tidak akan menorehkan luka lagi.

Tanpa pernah kusangka, mantan suamiku pindah ke Yogyakarta bersama putri kecilnya yang menjadi muridku. Kehadiran mereka mau tak mau membuka kembali luka yang susah payah kututup.
Namun, mengapa perlahan bidadari mungil itu membuatku... jatuh hati?

Tidak, aku tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Hanya saja, aku tidak bisa menghindari ketika hatiku tergugah melihat perubahan sosoknya, jauh dari dirinya yang dulu.

Tetapi, aku terlalu takut terluka lagi.
Dan, aku tidak mau menyakiti hati yang lain.


RAYHAN

Aku pernah berada di atas. Namun, aku tidak pernah tahu akan adanya angin kencang yang mengempaskanku begitu saja. Aku kehilangan semuanya. Putriku adalah sumber kebahagiaanku satu-satunya. 

Setelah semua berantakan, kuputuskan membawa putriku pindah ke Yogyakarta. Tanpa pernah kuduga, di sana aku bertemu dengannya, mantan istriku yang kini menjadi guru putriku.

Kedekatannya dengan putriku membuatku terenyuh. Aku berusahan mendapatkan maafnya, hingga tanpa sadar aku menginginkannya kembali.

Tetapi, aku tahu diri, aku tidak bisa menjanjikan apa pun. 
Dan, mungkin kebahagiaannya bukan bersamaku.

- - - - - - - - - -

Bagaimana rasanya menjanda di umur yang bisa dibilang masih muda? Jangan tanya pada Amira. Rasa kesalnya masih tersisa. Dulunya, Amira sangat yakin bahwa pernikahannya hanya akan terjadi satu kali seumur hidup. Sepertinya itu hanya mimpinya, karena suami yang pernah sangat dia sayangi berselingkuh. Jangan tanyakan seberapa kecewa Amira, saking kecewanya, Amira kesulitan untuk membuka hatinya kembali.
”Hidup, mati, jodoh nggak ada yang tahu. Dulu kalian berpisah, mikirnya sudah nggak jodoh, terus Gusti Allah ketemuin kalian lagi dan ternyata masih berjodoh. Nggak ada yang tahu, kan?” — P. 242
Kepulangan Rayhan ke Yogyakarta ternyata membuatnya punya harapan kecil. Kembali menemukan bahwa Amira—mantan istrinya, yang ternyata masih belum menikah, membuat Rayhan bersemangat untuk mencari cara agar bisa dekat kembali dengan Amira.

Yang tidak Rayhan perhitungkan adalah bagaimana kalau status Amira hanya belum menikah, tapi dia sudah memiliki pengganti? Selain itu, apakah Amira bisa menerima putrinya?


Siapa yang suka baca novel tentang kehidupan rumah tangga? Aku mau ngacung paling tinggi! Buatku, cerita kehidupan after married selalu lebih menarik. Soalnya kita bisa dapat banyak insight kira-kira kalau menikah tuh halangannya apa aja sih? Seringnya masalah pernikahan itu berkutat dengan ekonomi, anak, mertua, dan karier. Nggak jauh beda dengan kenyataannya.

Buatku yang commit untuk menikah sekali seumur hidup, keputusan Amira-Rayhan jelas bikin aku bertanya-tanya. Awalnya aku sempat bingung, Amira yang segini baiknya, kenapa bisa cerai dari Rayhan? Apa kekurangan Amira? Sambil baca pelan-pelan, lambat laun aku sadar, masalahnya bukan di Amira, tapi di Rayhan. Sumpah ngeselin banget Rayhan ini.

Dengan alur yang maju-mundur, kita diajak untuk melihat kembali permasalahan Amira-Rayhan, apa penyebab mereka sampai memutuskan untuk bercerai. Nggak hanya itu, kita juga diajak untuk melihat perjuangan single dad. Biasanya kita hanya tau single mom, dan perjuangan seorang ibu yang mampu untuk menjadi sosok ibu sekaligus ayah untuk anaknya. Tapi single dad? Dari sekian judul buku yang aku baca, baru ketemu ini kayaknya. Dan ternyata seorang ayah kelimpungan banget ya kalau nggak ada istri yang mendampingi. Mungkin ini karena laki-laki itu nggak didesain untuk merawat seajeg perempuan, jadi instingnya cukup berbeda. Meskipun ada juga laki-laki bisa juga seajeg perempuan.

Perselingkuhan memang nggak termaafkan. Aku setuju, karena menurutku selingkuh itu penyakit yang kayak malaria, kalo nggak fit, bakalan kambuh lagi, kambuh lagi. Sama kayak selingkuh kan? Akan selalu ada excuse untuk kembali melakukan perselingkuhan. Dan aku percaya, kalo perselingkuhan itu yang bisa menyelesaikan ya hanya pelakunya. Selama pelakunya nggak mau mengakhiri, ya selamanya dia akan berada di lingkaran setan.

Selama baca, jujur aku kesel bangetbangetbanget sama Rayhan. Menghindari masalah, malah dia nyemplung dan tenggelem sama masalah yang dia buat sendiri. Tapi pas Rayhan terpuruk, aku juga kasian. Karena dia bener-bener sendirian, nggak ada yang bisa disambatin, dijadiin sandaran. Baru dari sanalah dia sadar, bahwa masalahnya sama Amira dulu tuh bisa nggak sampai selingkuh dan bercerai. Memang ya, yang namanya penyesalan selalu datang belakangan.

Dari Coming Home ini aku belajar banyak sekali kalau sudah menikah, ego sebaiknya diturunkan. Banyak yang bilang, menikah itu sebenernya memperbesar toleransi kita. Tapi tentunya setiap orang punya batasnya sendiri, dan komunikasi tetep yang paling utama.


From the book…
“Jar, ternyata kamu benar. Semakin jauh kita mengejar sesuatu, semakin sesuatu itu tak tergapai.” — P. 61

“Mira, dengar baik-baik. Hati itu beda sama otak. Kalau otak bisa diajari, tapi hati nggak. Dan hati nggak bisa berbohong, dia selalu tahu siapa yang dicintai.” — P. 101

“Kadang kita nggak sadar kalau sesuatu yang nggak kita senangi ternyata yang paling mampu membuat kita kuat.” — P. 159

“Aku merasa lucu, Mir. Terkadang, kit menginginkan sesuatu yang kita miliki untuk nggak pernah hilang. Tetapi, kita lebih sering lengah dan nggak sadar sesuatu itu sebenarnya sudah hilang.” — P. 163

“Kadang-kadang kita lupa mempersiapkan diri menerima kekalahan. Mungkin karena kita terlalu banyak berharap yang baik-baik, jadi bingung berbuat apa saat menghadapi yang terburuk.” — P. 164

“Ketika seseorang tahu tempat di mana dirinya merasa bahagia, sesulit apapun, asalkan bisa terus berada di tempat itu, pasti akan dilakukannya. Iya, kan?” — P. 179

“Hidup, mati, jodoh nggak ada yang tahu. Dulu kalian berpisah, mikirnya sudah nggak jodoh, terus Gusti Allah ketemuin kalian lagi dan ternyata masih berjodoh. Nggak ada yang tahu, kan?” — P. 242

Monday, May 19, 2025

[REVIEW] The Name of The Game

The Name of The Game
Adelina Ayu
Bhuana Sastra
331 Halaman

"Kadang, cowok tuh malah lebih ribet daripada cewek, ya? Mungkin karena mereka dituntut untuk selalu terlihat jantan, makanya nggak mau memperlihatkan sisi kalau mereka juga peduli dengan penampilan.”


B L U R B

Zio:
Wangi vanila. Mencintai supermarket. Nggak mengerti kenapa semua orang menyukai Daryll.

Daryll: 
Milo kaleng. Penggemar setia Sheila on 7. Nggak mengerti kenapa Zio anti dengannya.

Flo:
Kelopak bunga bluebell. Benci hujan. Terjebak di antara dua pilihan.

Sejak SMP, Zio hanya punya satu keinginan: mengalahkan Daryll dalam hal apa pun. Dan saat Daryll mendekati seorang mahasiswa baru yang juga dia sukai, Zio nggak menyangka kalau dia akan terlibat dalam sebuah permainan yang selalu dia hindari dengan rival abadinya; tentang arti menjadi laki-laki, persahabatan, dan cinta.

- - - - - - - -

Bagi semua cewek, berteman dengan Zio itu menyenangkan. Dia bisa ikut menggosip, berbagi makanan, dan tentu saja mengerti banyak sekali jenis skincare. Sayangnya, di mata para laki-laki, dia ini melenceng jauh dari yang seharusnya. Laki-laki ya harus terlihat gahar, apa itu skincare? Selama ini, Zio tidak peduli, yang dia pedulikan hanya tindak tanduk Daryll, sahabat sekaligus rival abadinya sejak SMP.

Bagi Daryll, berteman dengan Zio dan Shaien cukup menyenangkan. Mereka bisa saling menasehati dan memberi masukan satu sama lain. Tentu saja ini dia lakukan dengan Shaien, kalau dengan Zio, jelas banyak berantemnya. Dia sendiri heran, kenapa Zio sangat membencinya. Yang dia tidak tau, ternyata mereka mendekati satu mahasiswa yang sama, Flo. 
"Lo juga. Jangan mau merendahkan diri lo karena lo cewek. Jangan mau diatur-atur sama cowok atau siapa pun. Lo bebas melakukan apa yang lo mau, selama lo nggak merugikan orang lain.” — P. 287
Bagi Flo si mahasiswa baru, mengenal Daryll dan Zio merupakan hal yang menyenangkan, meskipun keduanya punya sifat dan sikap yang bertolak belakang. Bagi Flo nggak masalah, karena ini ternyata menjadi jalan mulusnya mengenal seluk beluk kampusnya. Tapi gimana kalo Flo ternyata suka smaa salah satu dari mereka?


Siapa yang suka beli buku buat ditimbun aja? Ngacung bersamaku! Aku beli The Name of The Game ini setelah aku membaca Happy Ending Machine. Memang, untuk baca ini nggak harus berurutan kok. Bisa mulai dari Happy Ending Machine dulu, tau The Name of The Game dulu, pokoknya jangan ke Witching Herts aja. Info dari penulisnya beda. Hihihi..

The Name of The Game ini menurutku cerita yang mengangkat kesenjangan sosial antara perempuan dan laki-laki. Bahkan sampai hari ini pun, masyarakat masih banyak banget yang menilai kalo cowok tuh kudu macho, berotot, gagah, nggak pake skincare, body lotion, dan berbagai perawatan lainnya. Padahal ya, merawat tubuh kan genderless, cowok atau cewek ya juga harus merawat tubuh dengan baik. Sementara kalau cewek yang tomboi, juga kadang salah, terlalu kecowok-cowokan, nggak sesuai kodratnya. Serba salah kan?

Nggak hanya mengangkat isu gender, tapi juga membahas tentang latar belakang persahabatan ketiga cowok gemes ini. Apa aja keresahan mereka dan bagaimana kehidupan mereka selama ini. Cukup menarik, apalagi ketiganya bener-bener beda banget kepribadiannya. Daryll yang misterius, selayaknya cowok pada umumnya, dan sangat mencintai milo ; Zio yang super higienis, dan sangat mencintai vanila; Shaien yang sangat amat tenang. 

Selama membaca, kita diajak lebih menyelami dunia antara Daryll sama Zio, karena Shaien sudah ada bagiannya sendiri. Bagaimana tanggapan orang-orang terhadap Zio, dan bagaimana pemikiran Zio. Kalau sisinya Daryll, dia emang semisterius itu. Gemes banget sama Daryll deh. Sementara Flo di sini ya ampun, mengingatkan aku pas masa baru-baru lulus SMA, kalo pas lagi suka-sukanya bisa ngstalk banget, bisa kepoin segalanya tentang dia.

Buatku, tokoh Zio paling menarik! Mungkin buat sebagian orang Zio ini annoying ya. Tapi buatku, Zio bener-bener jadi dirinya sendiri, nggak pusing sama omongan orang. Meskipun omongan orang kadang nyakitin hati ya. Tapi dia berusaha untuk tetap jadi dirinya sendiri. Luv banget sama Zio!


From the book...
"Hidup itu kadang membosankan, Flo. Makanya, kita harus bikin hidup lebih berwarna dengan mencari kebahagiaan dari hal-hal kecil, kayak mencari inspirasi dari label komposisi pada produk-produk rumah tangga” — P. 31

“Membiasakan diri dengan lingkungan baru jauh lebih menyenangkan daripada mengerjakan tugas-tugas di semester tua, kok. Mumpung masih semester satu, lo harus bagusin nilai lo dan cari temen sebanyak mungkin.” — P. 33

“Benar juga. Kenapa, ya? Cewek nggak marah kalau dibilang tomboi, tapi kalau cowok dibilang banci, ngamuknya langsung kayak apaan tauk. Padahal cewek sama cowok itu kan sama-sama manusia. Terus kenapa cowok harus marah kalau dibilang kayak cewek?” — P. 108

“Karena gue mau lo tahu, lo nggak perlu melawan Daryll cuma untuk jadi juara. Lo udah jadi pemenang dengan cara lo sendiri.” — P. 151

“Kadang, cowok tuh malah lebih ribet daripada cewek, ya? Mungkin karena mereka dituntut untuk selalu terlihat jantan, makanya nggak mau memperlihatkan sisi kalau mereka juga peduli dengan penampilan.” — P. 167

“Padahal menurut gue, hal itu nggak perlu. Setiap orang, cewek ataupun cowok, siapa sih yang nggak mau cakep? Dan kalau mau cakep, ya harus usaha. Makanya gue nggak ngerti kenapa mereka harus sembunyi-sembunyi cuma untuk nyisir.” — P. 167

“Karena di dunia ini memang nggak ada yang sempurna, dan hati kita ditakdirkan untuk terus mencinta. So, you have to deal with it.” — P. 219

“Karena menurut aku, kita itu bisa berubah, entah jadi lebih baik atau buruk karena orang yang kita suka. Emang sih kedengarannya dangkal banget, tapi siapa sih yang bisa ngasih kita pengaruh besar kalau bukan orang yang kita suka?” — P. 244

“Katanya, warna, fashion, olahraga, seni, dan lain-lain itu genderless. Nggak ada yang namanya warna khusus diciptakan buat cewek atau cowok. Kita bebas memilih apa pun yang kita mau. Konstruksi sosal yang seenaknya memisahkan mana yang untuk cowok, mana yang untuk cewek. Padahal mah yang kayak gitu tuh nggak ada.” — P. 285

“Lo juga. Jangan mau merendahkan diri lo karena lo cewek. Jangan mau diatur-atur sama cowok atau siapa pun. Lo bebas melakukan apa yang lo mau, selama lo nggak merugikan orang lain.” — P. 287

Friday, April 25, 2025

[REVIEW] Kresek Hitam

Kresek Hitam
Honey Dee
Laiqa
184 Halaman

"Kita memang nggak akan bisa mengatur orang lain agar melakukan hal yang tepat sama seperti yang kita inginkan, Ra. Hidup nggak bisa semudah itu. kekecewaan demi kekecewaan kepada orang yang kita pikir bisa kita sayangi itu wajar banget, Ra. Kakak juga merasakannya."


B L U R B

Maera pikir, masuk asrama rehabilitasi merupakan hukuman terbaik atas penebusan dosa-dosa masa lalunya. Ternyata, hukuman yang sesungguhnya didapat setelah dia keluar dari sana. Dia kehilangan saudara dan teman, di-DO dari kampus, dan yang jauh lebih buruk, tak lagi dipercaya kedua orangtuanya. 

Ketika Maera berusaha menata ulang kehidupannya, orang-orang yang dia harap bisa menolong malah berbalik menghancurkannya. Apakah beban yang terlampau berat ini mampu dihadapi Maera di usianya yang baru sembilan belas? Haruskah hidupnya berakhir bagaikan kresek hitam yang akan disingkirkan oleh keluarganya?

- - - - - - - -

Masuk di panti rehabilitas menjadi suatu pukulan untuk Maera. Apalagi ayah dan ibunya cukup dikenal sebagai dosen di salah satu kampus di Kalimantan, dan juga anggota partai. Masuknya Maera di panti rehab tentu aja jadi hal yang cukup memalukan. Sekembalinya Maera, dia mulai kehilangan arah, karena keluarganya nggak begitu welcome sama dia. tapi Maera kembali mengingat omongan Kak Sukma—pembimbingnya selama di rehabilitasi—bahwa ada kemungkinan untuk sulit diterima keluarga karena mereka kecewa.
"Kesalahan dan dosa orang lain bukan tanggung jawab kita. Tugas kita hanyalah berbuat baik pada siapa saja, termasuk orang yang jahatin kita. Siapa thau, kebaikan itulah yang akan menjadi amal kunci menuju surga. Paling tidak, kebaikan akan memberikan hati kita ketenangan." — P. 160
Maera masih berusaha menahan diri ketika semua anggota keluarganya masih menganggap kejadian kemarin itu adalah salah Maera, karena Maera terlalu bebas. Tapi bagaimana kalau ada perlakuan yang nggak mengenakkan dari saudara jauhnya, malah membuat Maera semakin dibenci orangtuanya? Ke mana Maera harus mencari bantuan?


Awalnya, aku mengira Maera ini pecandu karena sampai harus masuk ke panti rehabilitasi. Bagi sebagian orang, rehabilitasi bisa menjadi tempat terpuruk, atau menjadi kesempatan kedua untuk hidup yang lebih baik. Maera awalnya mengira panti rehab adalah neraka, semua orang yang melakukan hal negatif, ke sini semua. Tapi lambat laun, dia menyadari, bahwa panti rehab bisa membantunya menjadi pribadi yang lebih baik, punya pandangan dari sisi lain juga.

Mengangkat tema pelecehan seksual pada remaja yang sampai saat ini pun masih banyak korbannya. Dan sampai sekarang pun, korban pelecehan masih tetap jadi pihak yang salah. Entah karena bajunya, karena dianggap 'mengundang', dan masih banyak alasan lainnya. Padahal simpelnya ya karena pihak pelakunya nggak bisa menahan diri untuk nggak berbuat menyimpang, ini nggak terbatas untuk perempuan saja, karena pelecehan bisa terjadi sama laki-laki juga.

Baca Kresek Hitam ini bikin aku kembali mikir, kalo jadi cewek itu susah. Salah bener, kayaknya juga bakalan dinilai salah. Di kasus ini, Maera memang salah, hampir melakukan hal menyimpang, tapi ketika dia sudah kembali dan menjadi pribadi yang lebih baik, seharusnya anggota keluarganya juga membuka tangan. Nggak menyalahkan kalau ada yang masih kecewa, tapi setidaknya Maera menunjukkan kalau dia sudah berubah. Belum lagi saat dia dilecehkan, nggak ada yang percaya sama dia. Padahal dia sudah memberikan bukti. Gemes banget sama orangtuanya.

Kak Honey menulis Kresek Hitam dengan detail, aku suka sekali. Meskipun mengandung unsur agama, tapi nggak membuat kita yang baca jadi nggak nyaman. Malahan pelakunya juga salah satu orang yang cukup disegani di agamanya. Nggak hanya itu, kak Honey juga menjelaskan apa saja yang harus dilakukan ketika mendapatkan pelecehan seksual.

Kresek Hitam aku rekomendasikan banget untuk remaja dan juga orangtua. Dengan kemajuan jaman ini, harapanku sih orangtua nggak se'tertutup' atau sekolot dulu ya. Mau terbuka dengan fakta pelaku dan korban, bukannya malah membela pelaku. Pelecehan seksual tidak bisa dibenarkan, apapun alasannya. Tolong juga untuk lebih mendengarkan dari sisi korban. Nggak pernah ada yang mau dilecehkan.


From the book...
"Kita memang nggak akan bisa mengatur orang lain agar melakukan hal yang tepat sama seperti yang kita inginkan, Ra. Hidup nggak bisa semudah itu. kekecewaan demi kekecewaan kepada orang yang kita pikir bisa kita sayangi itu wajar banget, Ra. Kakak juga merasakannya." — P. 7

"Nggak, sih, Ra. Marah itu reaksi wajar kalau melihat kenyataan nggak seperti khayalanmu. Tapi marah itu juga bisa bikin hatimu sakit, Ra. Saat sakit hati, otak akan menilainya sebagai pengalaman negatif dan alam bawah sadar kamu bakal nyari cara buat jauhin mereka, penyebab rasa sakit itu." — P. 8

"Lebih baik kita menjaga kebersihan, Ra, daripada kita cape membersihkan. Belum tentu noda yang mengotori rumahmu itu bisa dibersihkan." — P. 42

"Rasa cinta itu asing, tapi menyenangkan. Bisa tertawa dan berlarian dengan teman itu menyenangkan. Bisa percaya dan dipercaya orang lain itu menyenangkan. Semua ini sangat baru untukku." — P. 137

"Nggak ada yang tahu gimana sakitnya korban perkosaan sampai dia merasakan sendiri. Nggak ada. Orang-orang yang menganggap remeh perkosaan, itu karena pikirannya sudah ditutup dengan pornografi dan hati mereka sudah mati, apalagi sampai menikahkan korban perkosaan dengan pelakunya. Itu kesintingan yang benar-benar nyata." — P. 149

"Kesalahan dan dosa orang lain bukan tanggung jawab kita. Tugas kita hanyalah berbuat baik pada siapa saja, termasuk orang yang jahatin kita. Siapa thau, kebaikan itulah yang akan menjadi amal kunci menuju surga. Paling tidak, kebaikan akan memberikan hati kita ketenangan." — P. 160

Wednesday, April 16, 2025

[REVIEW] Janji Matahari


Janji Matahari
Irma Syarief
Penerbit Cerita Kata
222  Halaman

"Seorang istri prajurit harus bisa menjaga muruah, harga diri, dan nama baik sang suami. Seperti halnya Frananda, kamu juga harus menyimpan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi. Kamu berbeda dengan perempuan biasa lainnya."


B L U R B

Seharusnya Sonia mendengarkan permintaan Frananda— berada di sisinya dan mendampinginya selama berada di tempat tugas baru. Bukankah ia sudah berulang kali mendengar bait-bait janji Mars Jalasenatri yang menggema di setiap pertemuan para istri prajurit TNI AL? Janji itu seharusnya tertanam kuat dalam hatinya.

Andaikan dia menuruti keinginan Frananda waktu itu, mungkin Sonia tak akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu yang kini menjeratnya dalam lingkaran cinta tak berujung. Dia pun tak perlu repot menghadapi ucapan tajam Mama yang selalu mempermasalahkan perbedaan status Frananda dengan keluarga besar mereka.

Frananda telah menyulam janji, mengikat hati Sonia dengan ketulusan dan cinta. Seharusnya, Sonia bertahan, teguh sebagai istri prajurit, apa pun pangkat yang tersemat di seragam suaminya. Namun, kini pikirannya terpecah.

Haruskah Sonia menyusul Frananda dan berjuang meraih mimpi mereka, atau kembali kepada Ruben—lelaki yang didukung sepenuh hati oleh Mama dan kedua kakaknya?

- - - - - - - -

Menjadi pasangan seorang tentara tentu saja membanggakan. Kebanyakan orang pasti membanggakan, apalagi tentara termasuk salah satu orang 'berseragam' yang cukup dipertimbangkan banyak orang. Sebenarnya, Sonia tidak begitu peduli pada seragam atau pun profesi seseorang. Yang penting hatinya dan bagaimana orangnya, seperti Frananda.
"Cinta sejati itu bukan tentang tampan atau buruk rupa. Bukan pula tentang kulit hitam atau putih. Apalagi, kaya atau mikin. Bagiku, cinta sejati itu tentang hati yang bahagia, ketulusan jiwa, dan selalu menggenggam kerinduan tanpa pernah berpaling walaupun raga terpisah." —P. 152
Sebagai istri tentara, kehidupan Sonia tentu saja bisa berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain, mengikuti Frananda. Sayangnya, kali ini dia memilih untuk tetap tinggal di Bandung dan mengurusi toko rotinya yang masih baru berjalan beberapa waktu. 

Seharusnya semua berjalan dengan baik, sampai masa lalu Sonia kembali dan mulai menampakkan dirinya. Apakah Sonia akan berpaling? Mengingat mantannya ini adalah mantan terakhir dan terindahnya.



Pas terpilih menjadi salah satu pembaca Janji Matahari, aku cukup senang sih. Soalnya aku selalu tertarik sama dunia tentara. Sama seperti Frananda, menurutku, mereka keren banget! Di Surabaya, beberapa kali kalau pas tanggal merah yang agak panjang, ada beberapa tentara yang masih sekolah (CMIIW) kalo pas jalan pake seragam, badannya tegep gitu. Suka aja ngeliatnya.

Dari Janji Matahari, aku jadi banyak belajar ternyata kehidupan jadi istri seorang angkatan itu nggak mudah. Sering ditinggal, komunikasi bisa tersendat karena nggak tiap saat pegang hp. Belum lagi kalo dinas, nggak sehari dua hari. Duh, kayaknya kalo itu aku, nggak betah deh. Aku anaknya clingy banget soalnya.

Frananda-Sonia ini bener-bener panutan dan kuat banget. Meskipun Frananda nggak semapan yang diharapkan keluarganya, Sonia tetep berpegang teguh sama pendiriannya, apalagi mamanya suka nyindir Frananda. Sedih banget. Aku juga suka sama semangatnya Sonia yang selalu menggebu-gebu kalo udah ngurusin tokonya. Sementara Frananda ini tipe cowok softboy dan sangat menghormati orangtua. Biarpun dia dijulidin sama mertuanya, dia masih bersikap baik. Beruntung banget pokoknya Sonia sama Frananda ini. Malah kadang Frananda yang nyabar-nyabarin Sonia kalo mamanya udah mulai ngeselin.

Kisah Frananda-Sonia ini menurutku lumayan sering terjadi di kisah hidup beberapa pasangan. Mantan yang mendadak kembali, apalagi ngisengin kehidupan rumah tangga bisa dibilang sering kita temukan kan? Kunci di sini komunikasi. Sonia menurutku keren banget. Dia mau terbuka hal apapun sama suamiya. Termasuk ketika sang mantan dateng. Nggak banyak loh yang kayak begini, karena mikirnya pasti, "Ah cuma sekali ini." atau, "Yang penting nggak mengganggu yang gimina gitu, kok.". Padahal kan terbuka sama pasangan juga nggak masalah. Dari sisi Franandanya sendiri pun dia menjelaskan banyak bagaimana perasaannya, apa ketakutannya. Bener-bener saling mengerti itu enak banget guys.

Janji Matahari ini rekomen banget untuk pasangan muda atau mungkin yang mau menikah. Supaya kita dapet insight lain dari hubungan Frananda-Sonia. Duh, sayang sekali sama mereka berdua ini.


From the book...
"Seorang istri prajurit harus bisa menjaga muruah, harga diri, dan nama baik sang suami. Seperti halnya Frananda, kamu juga harus menyimpan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi. Kamu berbeda dengan perempuan biasa lainnya." — P. 34

"Baskoro atau baskara artinya matahari. Kamu tahu sifat matahati? Menerangi alam semesta tanpa pamrih dan tidak mengeluh pada Sang Pencipta. Matahari selalu istikamah, adil dalam memberi cahaya, dan hangatnya tanpa membedakan makhluk ciptaan Allah. Matahari memperlakukan manusia dengan baik, tanpa peduli orang itu baik atau jahat." — P. 112 to 113.

"Cinta memang misteri. Terkadang, logika tidak bisa dikejar dengan pikiran jika sudah menyangkut hal-hal yang sudah Tuhan gariskan." — P. 138

"Cinta sejati itu bukan tentang tampan atau buruk rupa. Bukan pula tentang kulit hitam atau putih. Apalagi, kaya atau mikin. Bagiku, cinta sejati itu tentang hati yang bahagia, ketulusan jiwa, dan selalu menggenggam kerinduan tanpa pernah berpaling walaupun raga terpisah." — P. 152