Sunday, January 27, 2019

[Review] Rule of Thirds


Judul : Rule of Thirds

Penulis : Suarcani

Penerbit : Gramedia

Tebal : 278 Halaman

"Berselingkuh? Ada yang lebih indah daripada itu. Menikahinya salah satunya. Lainnya, mempertahankannya sampai mati."


BLURB

Apalagi yang paling menyakitkan dalam pengkhianatan selain menjadi yang tidak terpilih?

Demi mengejar cinta Esa, Ladys meninggalkan karier sebagai fotografer fashion di Seoul dan pulang ke Bali. Pulau yang menyimpan kenangan buruk akan harum melati di masa lalu dan pada akhirnya menjadi tempat ia menangis.

Dias memendam banyak hal di balik sifat pendiamnya. Bakat terkekang dalam pekerjaannya sebagai asisten fotografer, luka dan kerinduan dari kebiasaannya memakan apel Fuji setiap hari, juga kemarahan atas cerita kelam tentang orang-orang yang meninggalkannya di masa lalu. Hingga dia bertemu Ladys dan berusaha percaya bahwa cinta akan selalu memaafkan.

Ini kisah tentang para juru foto yang mengejar mimpi dan cinta. Tentang pertemuan tak terduga yang bisa mengubah cara mereka memandang dunia. Tentang pengkhianatan yang akhirnya memaksa mereka percaya bahwa hidup kadang tidak seindah foto yang terekam setelah mereka menekan tombol shutter.


- - - - - - - - -

Ladys Cantika, sesuai dengan namanya, cewek yang sudah tinggal lama di Korea ini memiliki wajah yang cantik dan kepribadian yang cantik pula. Ditambah, dia sudah memiliki cowok yang memang cocok dengan dia. Esa, dosen di sebuah universitas di Bali. Bagi Ladys, hidupnya sudah baik-baik saja. Dia rencananya akan kembali ke Bali. Meskipun hal ini sempat diragukan oleh ayahnya, karena masa lalu ayahnya yang cukup buruk di sana. Tapi dia ingin membuktikan bahwa Bali bukan tempat yang mengerikan seperti masa lalunya.
"Cinta akan selalu memaafkan." — P. 132
Dias, cowok yang terlihat biasa saja, apalagi posisinya nggak bagus-bagus amat karena jadi asisten fotografer yang suka dipandang sebelah mata. Yang Ladys nggak tau, dia punya banyaaaaakk pengalaman sama dunia fotografer. Yaaaa, pengalaman memang lebih mengajarkan kita daripada teori aja ya kan? Nah, kehidupan Dias ini nggak baik-baik amat. Mamanya ninggalin dia, bapaknya kayak orang nggak punya tanggung jawab, jadi dia berusaha untuk ngehidupin dia dan adiknya lewat asisten fotografer ini.

Ladys dan Dias sudah cek-cok di pertemuan pertamanya. Ketidakcocokan hubungan mereka menyebabkan mereka berdua juga saling menghindari sebisa mungkin. Tapi apakah kemudian mereka bisa bekerja sama? Atau malah mereka saling membantu untuk menyembuhkan luka masing-masing?


Novel ketiga kak Ani. Seperti biasa, duh gayaku kayak udah baca semua ceritanya aja ya. Dari dua novel yang kubaca, Welcome Home, Rain, dan Rule of Thirds ini, temanya mirip-mirip. Cewek dan cowok yang punya masa lalu yang sama. Sama-sama pernah ditinggalkan oleh mamanya, sama-sama memiliki kenangan yang ditinggalkan mamanya dalam rupa makanan/minuman yang mereka konsumsi.

Kalau di novel sebelumnya, kita diajak sedikit menggila dengan Kei dan Ghi, di sini kita lebih banyak diajak kesel sama sikapnya Ladys yang super egois menurutku, apalagi kalo sama Dias. Ya ampun, dia ini ngotot banget, ngegas terus. Ngerasa expert, sampe nggak mau dibilangin. Dan Dias, manusia yang pualing sabar dan menjengkelkan untuk urusan cinta. Kayaknya mata sama hatinya udah buta gitu deh. Sampe ngeselin banget.

Untuk alur ceritanya, aku sedikit dibuat bingung awalnya. Soalnya perpindahan dari Dias sama Ladys itu cuma berjarak dobel spasi. Jadi agak membingungkan. Tapi lama-lama udah biasa kok. Untuk hal lainnya, menurutku biasa aja sih. Yang aku suka, pelajaran tentang keluarga ini selalu ada. Dan percintaannya, meskipun gitu-gitu aja, tapi kayak selalu ada hal baru yang bisa diambil gitu.

Quotable:
"Cinta sejati itu tidak ada, kesetiaan itu hanya omong kosong." — P.41

"Jadi, lama-lama saya merasa foto itu sebagai mata kedua, yang memberi saya pemahaman lain ketika mata sendiri tidak cukup mampu mengenali keindahan dunia secara langsung." — P. 129

"Memaafkan itu memang pilihan. Tapi kamu tidak mau kan menyesali sesuatu untuk kedua kalinya?" — P. 181

"Semakin lama kamu memendam amarah, semakin kamu menunda datangnya bahagia. Tidak ada yang lebih melegakan ketimbang bisa memaafkan orang lain. Sebelum semuanya terlambat." — P. 184   

No comments:

Post a Comment