Wednesday, March 13, 2024

[REVIEW] Penaka

Penaka

Altami N. D

Gramedia Pustaka Utama

216 Halaman

"Lho, memang kenapa kalau cerai, Bu? Perempuan itu tidak boleh menyusahkan laki-lakinya, laki-laki juga tidak boleh membiarkan perempuannya hidup susah. Kalau memang sudah tidak cocok, ya buat apa dipaksa?"


B L U R B

Pernikahannya memang baru berumur dua tahun, tapi Sofia sudah mau menyerah saja. Suaminya tidak hanya kecanduan game online, tapi juga super berantakan. Laksana bahkan beberapa kali membahayakan anak mereka tanpa sadar. Ngawur!
 
Karena tidak mau terjebak lebih lama, Sofia minta cerai. Ia bertekad mewujudkan impiannya agar tidak lagi merasa ketinggalan dari orang-orang di sekelilingnya. Namun, sehari setelah berikrar siap menjadi single parent, Sofia terbangun dan menyadari dirinya berubah menjadi... botol minum!

Sofia panik. Ia tiba-tiba berubah menjadi kucing, anjing, atau orang asing. Situasi ini membingungkan. Apalagi ketika ia menemukan rahasia-rahasia tak terduga dari orang-orang terdekatnya.

Lalu, bagaimana dengan rencana-rencana hidupnya? Bagaimana nasib anak semata wayangnya yang masih balita? Sofia harus segera menemukan cara untuk bisa kembali ke wujud asalnya.
 
- - - - - - - - -
 
Sofia dan Laksana baru dua tahun menikah, tapi Sofia sudah ingin menceraikannya. Sejak mengenal game online beberapa bulan belakangan, Laksana menjadi orang yang berbeda. Selalu main game setelah pulang kerja, pas dimintain tolong jagain anak, malah hampir mencelakakan anaknya.

Selain itu, Sofia juga merasa sendiri. Dulu dia pernah menjual kue kering secara daring, namun setelah punya anak, dia tidak bisa melakukan hal ini. Mengurus anak dan beresin rumah aja, dia udah kewalahan, tenaganya udah habis. Sementara saat pertemuan dengan ibu-ibu lainnya, Sofia jadi merasa kecil.
"Kamu tahu kan orangtua itu nggak cuma mewariskan harta ke anak-anaknya, Sof? Orangtua juga mewariskan kebiasaan, trauma, luka, dan cara menyelesaikan masalah ke anak-anaknya."
Anehnya, setelah Sofia meminta cerai, keesokkan harinya, dia terbangun dalam wujud botol minum! Lalu siapa yang bersama anaknya? Dalam wujud botol minum, Sofia akhirnya mengetahui tantangan-tantangan yang saat ini sedang dihadapi Laksana. Sayangnya, kembali ke dalam wujud aslinya tidak semudah itu. Ternyata, keesokkan harinya, dia berubah jadi wujud yang terus berbeda.

Sofia kebingungan, bagaimana caranya kembali? Tak hanya itu, ternyata Laksana juga berubah ke wujud lain seperti dirinya. Lalu bagaimana mereka bisa menghadapi ini semua? Bisakah mereka kembali ke diri mereka sendiri?
 

Kehidupan pernikahan tidak pernah mudah. Setiap orang selalu punya masalahnya sendiri-sendiri. Ada masalah keuangan yang nggak stabil, hubungan antar pasangan itu sendiri, dan masih banyak hal lainnya.

Jujur aku nggak baca blurb novel ini sebelum ngebaca novelnya. Yang aku tau, novel ini bagus, tentang pernikahan. Pas ngebaca bagian awal, aku juga kaget, kenapa tiba-tiba jadi botol? Kukira aku salah baca novel, eh ternyata enggak, emang awalnya begitu.

Kalau biasanya perceraian itu karena pasangan yang nggak setia, keuangan yang nggak stabil, dan masalah berat lainnya, Sofia ini karena main game. Cukup aneh, ya masa nanti waktu ditanya alasan perceraiannya apa, karena main game? Di pengadilan pasti diketawain juga kan? Tapi kalau sampe nyawa anak terancam? Udah beda perkara lagi kan?

Saat baca novel ini, aku jadi bingung, sebenernya kunci pernikahan yang awet, selain komunikasi itu apa. Keterbukaan kah? Karena ada juga yang menikah, saking terbukanya dan tau suaminya ngapain aja, ya pernikahan mereka nggak baik-baik aja. Pasangan berkarier atau enggak, juga bukan jaminan. Kan jadi bingung.

Setelah baca, aku bsia menarik kesimpulan. Kehidupan pernikahan yang sebenar-benarnya ya.. belajar tentang kehidupan bareng sama pasangan. Belajar menerima, saling menghargai, dan tetap, komunikasi yang penting. Karena sebenernya, pasangan tuh mau kok mengerti kalau ada masalah internal pasangannya. Misalnya, ibu mertua sakit, keluarga ipar butuh uang, atau hal lainnya. Ngomong aja, biar pasangan tuh nggak tau hal-hal kayak begini dari orang luar. Bukan kaget, tapi lebih ke.. ngerasa nggak berguna.

Baca novel ini nih, bener-bener kayak nampar aku bolak-balik. Apalagi di bagian bahwa orangtua nggak cuma mewariskan harta, tapi juga sifat dan sikap. Yes, ini bener banget! Aku sering crash sama doi perkara dia nggak peka lah, kadang juga nggak sat set. Ini juga karena didikan orangtuanya. Beberapa kali, tiap aku ngomel-ngomel masalah ini ke mamaku, mama juga selalu bilang, nggak semua orangtua mendidik anaknya kayak mamaku. Yang membebaskan anaknya untuk ngambil keputusan sendiri, membiasakan kebiasaan yang aku lakukan juga.

Last, buku ini kuhabiskan sekali duduk di jam kantor. Mueheh.. Karena emang lagi nggak ada kerjaan, dan seseru itu! Rekomen banget untuk anak jaman sekarang yang kalo udah capek pengennya nikah, dunia pernikahan nggak semenyenangkan itu, dek.


From the book...
"Ini bukan masalah didesain atau nggak didesain, tapi soal mau atau nggak mau! Semua ini common sense, Na! Kalau pulang kerja langsung ganti baju, mandi, makan, temani Raisa, baru nanti main game—"

"Ya, jangan disamain lah! Tiap rumah tangga itu beda-beda, Sofia. Kita yang paling tahu. Nenek zaman dulu emang bisa ngelakuin semuanya, tapi apa benar mereka baik-baik aja? Nggak tahu, kan?"

"Menerima bantuan orang lain itu nggak berarti kita manja kok."

"Jangan menuntut pasangan sesuai harapanmu, Sofia! Memangnya menikah sama kamu itu juga gampang? Selalu ada ruang kecewa kalau kita berkeras sama pasangan kita. Menikah itu bukan untuk berlomba-lomba mencari yang paling benar—"

"Lho, memang kenapa kalau cerai, Bu? Perempuan itu tidak boleh menyusahkan laki-lakinya, laki-laki juga tidak boleh membiarkan perempuannya hidup susah. Kalau memang sudah tidak cocok, ya buat apa dipaksa?"

"Semua orang harus bisa menjadi superhero untuk diri mereka sendiri, Nak. Raisa juga harus bisa menjadi rumah untuk diri Raisa sendiri. Janji, ya?"

"You only live once, but make sure it will be the best thing you ever had."

"Percayalah, bikin aku bahagia itu bukan tugasmu, Na. Itu semua tugas dan tanggung jawabku ke diriku sendiri."

"Aku nggak tahu arti sukses buat kamu itu apa. Mungkin arti sukses bagi kita nggak sama. Bagiku sukses itu transformasi bertahap supaya lebih baik. Beri ruang buat kegagalan, saling menerima, mengerti, dan toleransi. Beri waktu dan jeda sebelum lari lagi! Kamu bisa?"

"Kamu nggak bisa hidup tanpa Raisa, tapi kamu bisa hidup tanpa aku, kan? Sejak awal kita sepakat nggak akan pernah mempertahankan pernikahan demi anak. Anak bukan alasan kita untuk bertahan. Pernikahan orangtuaku adalah pelajaran berharga. Kamu pasti ingat itu."

"Bagiku, menjadi berdaya adalah ketika aku memiliki kekuatan untuk memilih dan mampu menjalani hidup sesuai dengan keputusanku sendiri dengan penuh tanggung jawab. Bagiku, menjadi berdaya adalah ketika kita memiliki kendali diri dan hidup dengan sepenuh hati."

"Susah ya buat nggak membandingkan. Itu kan sudah sifat alami manusia, Na. Jangan salah lho, membandingkan itu juga proses berkembang. Yang penting waktu membandingkan itu aku bisa mengukur diri sendiri, tahu apa yang aku mau dan tuju, jadi aku bisa membandingkan secara sehat. Bukannya tambah stres."