Wednesday, April 24, 2024

[REVIEW] Woke Up as A Villainess

 

Woke Up as A Villainess
Despersa
Namina Books
292 Halaman

"Intinya, aku tidak peduli dengan dunia mana yang kutempati. Asal aku bisa bertemu denganmu di sana, aku pasti akan menyukainya.”

 
B L U R B

Kerja lembur bagai kuda. Begitulah semboyan yang pantas disematkan untuk mendeskripsikan kehidupan Arini seumur hidupnya. Tumbuh sebagai anak yatim piatu di panti asuhan kumuh. Tidak ada yang lebih Arini inginkan selain uang. Sampai ia berhasil menamatkan sebuah novel romansa berlatar kerajaan yang ia dapatkan dari sumbangan donatur. Arini tertidur pulas karena kelelahan membaca.

Namun ketika ia bangun, Arini mendapati dirinya sudah masuk ke dalam dunia novel yang baru ia baca dan menjadi seorang karakter Nona Bangsawan bernama Felicia Castella. Apa Felicia adalah pemeran utama? Tidak. Felicia adalah antagonis dalam cerita!

Felicia Castella merupakan putri satu-satunya dari keluarga Marquess Castella. Meski mempunyai paras yang cantik, namun Felicia terkenal dengan sifatnya yang kasar dan suka menindas para bawahannya. Felicia tergila-gila dengan putra mahkota bernama Albertus Faldiny. Felicia pun berhasil menjadi tunangan Albertus berkat nama besar keluarga Castella yang sudah sangat dikenal berkat jasa serta pengabdiannya untuk Kekaisaran Archendent.

Namun, meski berhasil menjadi calon putri mahkota, dengan sifat kasarnya, bukan lagi rahasia umum jika Albertus sama sekali tidak pernah memandang kehadiran Felicia. Terlebih dengan sifat Felicia yang selalu menganiaya setiap wanita yang ia cemburui. Bagaimana Arini, yang terbangun dengan peran sebagai Felicia, memerankan tokoh antagonis tersebut?

- - - - - - - - -

Bagaimana kalau ketika bangun dari tidur dan menjadi tokoh utama dari novel yang terakhir kali kamu baca? Hal ini nggak pernah terpikirkan oleh Arini. Hidupnya mungkin memang yang dia inginkan, tapi setidaknya cukup baik saat ini.
“Teruslah berperan sebagai nona baik hati, karena saya juga akan melanjutkan peran saya sebagai wanita jahat, Nona Liliana. Dengan begitu, kita akan tahu kepala siapa yang akan dipenggal lebih dulu.” P. 137 to 138
Arini kaget saat tau dia terbangun dan sudah menjadi putri kerajaan. Nggak cukup sampai di sana, dia langsung melihat putra mahkota yang akan menjadi suaminya. Karena sudah mengetahui bagaimana akhirnya, Arini aka Felicia berusaha untuk menghindari apa yang akan terjadi pada dirinya nanti, mengingat posisinya saat ini berada di timeline yang cukup panjang sampai kejadian yang tak diinginkannya terjadi.

Tapi kalau dia mengubah sikap, sifat serta perubahan lainnya di dalam cerita, bagaimana akhir ceritanya, apakah akan berubah sesuai bayangannya? Atau malah dia terjebak selamanya di sana?


Ketika memilih Woke Up as A Villainess, aku nggak ada ekspektasi apapun. Nggak kepikiran juga kalau ceritanya akan se-page turner ini. Jujur, aku nggak pernah baca karya kak Despersa sama sekali, baik wattpad maupun versi cetak, padahal setauku kak Despersa udah banyak banget karyanya. Nah, pas ada kesempatan kayak gini lah, aku mencoba berkenalan dengan tulisannya.

Awal aku membaca judulnya, cukup aneh. Terbangun sebagai karakter yang jahat? Bukannya di dunia ini kita memang karakter yang jahat di mata orang lain ya? Pas baca awalnya juga cukup kaget. Karena kayak loncat banget gitu, kukira ini cuma bayangan aja, eh ternyata itu potongan novel yang dibaca Arini. Hihi. Karena membaca ini disela libur lebaran yang cukup panjang, aku jadi cepet banget bacanya.

Menceritakan Arini yang mendadak masuk di novel terakhir yang dibacanya, cukup mengagetkan ya, apalagi sudah tau bagian akhirnya. Kalau bahagia sih nggak papa, tapi kalau sad ending, pasti ada perasaan untuk pengen ngubah supaya nggak kejadian kan? Arini juga mau melakukan hal yang sama untuk Felicia. Karena terkenal jadi orang yang jahat, hal ini cukup memudahkannya untuk melakukan hal itu. Tapi, seiring berjalannya waktu, kok dia malah ngerasa kalau ceritanya ini semakin jauh dari yang dia bayangkan. Apa yang seharusnya terjadi, malah nggak terjadi. Yang ada malah dia terjebak di politik kerajaan!

Nggak cuma membahas masalah kerajaan yang cukup banyak politiknya, intriknya, dan segala keribetannya, tapi kak Despersa berhasil membawa romansa yang cukup bikin nyes di dalamnya. Setiap halamannya bikin nagih, meskipun Felicianya pura-pura judes, dia juga pura-pura baik di depan yang lainnya, tapi semua itu yang malah bikin menarik. 

Karakter yang aku suka malah sepupunya Albertus, Kendrik Rellard. Meskipun dia terlihat keras di bagian luar, nakal, genit, dan berbagai cap jelek lainnya, tapi dia punya sisi lain yang kayaknya cuma ditunjukkan sama Felicia. Dia ternyata juga orang yang bisa dipercaya lho! Beda banget sama apa yang ditunjukkan dia ke orang luar, kayaknya memang dia sengaja deh, supaya menghindari orang yang bisa menyakiti dia.

Ketika ada penjelasan kenapa Arini bisa menjadi Felicia, aku cukup kaget. Bukan karena apa-apa, tapi kok mirip banget sama drama Korea Extraordinary You! Itu mirip-mirip dengan kisah Arini. Hehe.. Aku juga suka dengan gaya penulisannya kak Despersa, nggak kaku dan mengalir banget, bikin betah bacanya. Narasi yang ditulis juga nggak berlebihan.

Friday, April 19, 2024

[REVIEW] Savanna & Samudra

 

Savanna & Samudra
Ken Terate
Gramedia Pustaka Utama
352 Halaman

"Ah, jadi dewasa memang menyebalkan. Aneh ya, dulu aku ingin cepat-cepat dewasa, tapi setelah aku dua puluh tahun, sumpah, aku ingin menjadi anak tiga belas tahun aja."


B L U R B

Setelah papanya meninggal, Savanna—mahasiswi cemerlang yang terbiasa hidup serbamudah—dihantam masalah bertubi-tubi: kehilangan pacar, putus kuliah, dan berurusan dengan penagih utang. Namun, ujian terberatnya adalah bekerja sebagai pelayan kedai susu.

Di kedai, dia bertemu Alun, cowok norak, gaptek dan tak bisa meng-update Facebook. Cowok itu memang mencerahkan harinya, tapi juga memperumit masalahnya. Sava tersentak menyadari cinta ternyata bisa mengkhianati akal sehat. Masa sih dia jatuh cinta pada Alun, cowok desa yang tak pernah kuliah dan melarat? Di sisi lain, Harris—mantan pacar Sava yang sempurna—muncul kembali. Hal itu membuatnya bingung mana yang harus dia pilih: cinta atau logika?

Selain itu, Sava tidak mau menjadi pelayan seumur hidup, tapi dia juga tidak tahu apa yang diinginkan dalam hidupnya. Lantas, adakah jalan lain yang bisa dia tempuh? Dan.. apa yang harus Sava lakukan?

- - - - - - - - -

Kehidupan Savanna berubah total sejak ayahnya meninggal. Ia harus sambil bekerja untuk mencukupi kehidupannya, adiknya dan juga ibunya. Ibunya pun punya kehidupan yang tidak jelas. Bisa ada di rumah, bisa juga pergi dan entah kapan pulang. Tidak ada lagi Savanna yang punya cita-cita, apalagi si anak pintar. Sungguh sedikit banyak, dia merindukan kehidupan lamanya.
"Iya. Masa kamu nggak tahu? Papamu itu orang bank. Sudah jelas dia punya segala macam asuransi buat kalian. Juga reksadana. Aku tahu persis papamu punya. Juga deposito. Bunganya pun aku yakin bisa menghidupi kalian. Ke mana itu semua? Kenapa kamu dan Tyo jadi terlantar kayak gini? Jadi wajar kalau kami jadi ogah-ogahan membantu, kan? Kami kepingin membantu dan sudah membantu, tapi mamamu bertingkah seperti itu." P 67
Pekerjaan Savanna saat ini menjadi seorang pelayan di sebuah kedai susu. Memangnya apa yang bisa diharapkannya dari anak lulusan SMA dan masih kuliah setengah perjalanan? Bagi Savanna, kedai susu ini seperti tidak ada harapan. Terkadang ramai di saat-saat tertentu, pegawainya pun hanya ada 3, dirinya, Alun, dan Koh Abeng yang bertugas sebagai Chef.

Bagi Savanna, kedai susu ini seperti tidak ada harapan bagi masa depannya. Apakah dia akan selamanya terjebak di kedai susu ini? Tapi anehnya, perlahan dia mulai menemukan cerita tentang Alun dan Koh Abeng. Apakah dia akan mengubah pandangannya?


Sejak awal membaca kisah Savanna, nggak tau kenapa aku bete banget sama dia. Karena dia terbiasa hidup enak dan nyaman, jadi pas kehidupannya berubah dia tuh banyak banget sambatnya, banyak ngeluhnya. Apa-apa ngeluh, kerja di kedai susu ngeluh. Jadi kesel banget pas baca. Tapi ternyata, ibunya Savanna ini jauh lebih ngeselin! Karena kehidupannya berantakan. Maksudku, kalau memang mau berantakan, ya berantakan sendiri aja. Jangan ngajakin anak-anakmu. Mereka kan masih perlu sekolah, minimal sampe mereka selesai sekolah lah.

Novel ini menurutku merakyat banget lah. Dekat dengan kita. Bagaimana Savanna dan segala kerumitan hidupnya, Alun yang dikira Sava sering menggoda dan kudet banget, dia menyimpan banyak cerita yang tidak pernah diceritakan ke siapapun. Sementara Koh Abeng pun, meskipun dari luar terlihat baik-baik aja, nyatanya dia juga punya mimpi yang lain.

Nggak hanya cerita tentang Savanna, di sini kita juga diajak jalan ke masa lalu ibunya Savanna. Bagaimana dia akhirnya bertemu dengan ayahnya Savanna, sampai kehidupan mereka yang saat ini. Juga bagaimana cara ayahnya Savanna memperlakukan istrinya.

Setelah membaca ini tuh semakin disadarkan bahwa apa yang kita lihat dari luar, nggak tentu artinya tuh kayak gitu. Ketika melihat orang lain bahagia, belum tentu dia sepenuhnya bahagia, belum tentu memang itu yang diinginkannya. Makanya aku bilang novel ini sangat dekat dengan kita. Super recomended, meskipun di awal bakalan kesel banget sama tingkahnya Sava dan juga Harris, mantannya Sava.
 
Ah terakhir, milikilah mimpi yang ingin sekali kamu wujudkan. Meskipun nggak tau kapan akan kamu wujudkan, atau nggak tau jalan ke sananya gimana, tapi tetap bawa mimpi itu. Supaya kamu tetap punya alasan untuk hidup dan terus berjuang untuk mimpi itu.


From the Book...
"Punya anak bukan berarti kamu otomatis jadi orangtua, sama halnya punya piano, bukan berarti kamu serta-merta jadi pianis." P. 98

"Tepat sekali. Mereka juga nggak pernah menjelaskan hal-hal rumit. Kalau kita butuh sesuatu, maka sesuatu itu akan tersedia, entah bagaimana caranya. Kalau kita sakit, mereka bawa kita ke dokter lalu kita sembuh. Kalau kita punya masalah, entah dengan cara apa, mereka yang menyelesaikannya. Kita tahu beres. Tapi begitu kita dewasa, kita tahu sebenarnya nggak sesederhana itu. Sebelumnya aku nggak tahu bahwa hidup ini penuh masalah. Aku nggak tahu telepon harus dibayar, kalau nggak sambungannya bakal diputus." P 103

"Ah, jadi dewasa memang menyebalkan. Aneh ya, dulu aku ingin cepat-cepat dewasa, tapi setelah aku dua puluh tahun, sumpah, aku ingin menjadi anak tiga belas tahun aja." P. 103

"Nduk, hidup itu rangkaian masalah. Kita cuma melompat dari masalah satu ke masalah yang lain. Tapi, seenggaknya kita bakal melompat, ya kan? Tenang aja, badai pasti berlalu. Nggak ada ada badai yang nggak berhenti." P. 123


Monday, April 15, 2024

[REVIEW] Awan-Awan di Atas Kepala Kita

Awan-Awan di Atas Kepala Kita

Miranda Malonka

Gramedia Pustaka Utama

392 Halaman

"Cinta bentuknya macam-macam, Alejandro. Ada yang terlalu mencintai orang lain. Ada yang terlalu mencintai orang lain."


B L U R B

Benjamin Iskandar sedang berulang tahun yang kesembilan belas ketika dia memutuskan bunuh diri, di saat yang sama Kirana Kharitonova kebetulan lewat dan menyelamatkannya.

Benjamin dan Kirana datang dari dunia yang berbeda.
Latar belakang mereka berbeda, Kepribadian mereka bagaikan kemarau dan mendung. Harusnya, tak mungkin mereka bisa bersahabat.

Namun, kenyataan berkata lain. Bahkan, setelah rahasia demi rahasia terbuka, kini tak lagi jelas siapa sebetulnya yang sedang berlari, dan siapa yang butuh diselamatkan.

- - - - - - - - - -

Bagi Benjamin, kehidupannya tidak menyenangkan. Mungkin semua orang mau berada di posisinya. Memiliki banyak privilage dengan uang yang dimiliki orang tuanya. Tapi bagi Ben, itu semua membosankan. Dia tidak memiliki teman baik, tidak tertarik juga untuk mencarinya. Karena dia tau, ketika orang mendekatinya, itu untuk sesuatu hal yang dimilikinya, bukan tentang dirinya, bukan tentang hubungan baik dengannya.
"Lo nggak percaya? Silakan. Lo boleh kaget, tapi lo harus tahu kalau nggak semua orang punya temen dan keluarga." P. 27
Bagi Karina, menyelamatkan Ben adalah sebuah keharusan. Dia tidak peduli jika karena misi ini dia harus viral selama beberapa hari karena misi penyelamatan ini. Kian—sahabat Kirana—bahkan sampai kehabisan kata-kata. Setelah misi penyelamatan itu, Kirana terus berusaha untuk menjadi teman Ben, walaupun Ben juga cukup cuek dan berusaha menjauhkan Kirana.


Kisah Kirana-Ben kurasa sering kita temukan di sekitar kita. Si kaya dan si miskin, salah satu dari mereka pasti tidak puas dengan kehidupan yang dijalaninya. Kali ini Ben, si kaya yang tidak puas, bahkan bisa dibilang dia menjalani kehidupan yang membosankan. Rutinitasnya hanya itu-itu saja. Nggak ada sesuatu hal baru atau mungkin hal yang membuatnya semangat buat menjalani hari. Rasa-rasanya, meninggal hari itu dengan cara apapun juga tidak ada yang peduli.

Sementara Kirana, dia hidup bersama dengan tantenya yang sangat sayang dengan dia. Membebaskannya untuk melakukan apapun, selama hal itu tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Kirana cukup senang menjalani hidupnya. Tentu saja dia kadang iri dengan kehidupan Kian, sahabatnya yang kadang lebih bebas karena dia memiliki cukup uang, ketimbang dirinya. Tapi buat Kirana, hal itu nggak terlalu berpengaruh juga.

Alur maju mundur membuat kita perlahan mengetahui alasan-alasan yang sengaja disembunyikan. Entah oleh Ben atau Karina, hal apa yang kemudian membentuk mereka jadi pribadi yang saat ini. 
 
Konflik di sini nggak hanya tentang kehidupan Ben dan Kirana, tapi juga banyak membahas arti kehidupan yang sebenarnya, yang bittersweet, tapi juga bisa menyenangkan, bisa juga melelahkan. Sedikit juga disinggung hubungan toxic dalam pacaran, dan juga tentang mimpi yang pernah lewat kemudian terlupakan.
 
Tokoh yang aku suka di sini adalah Kian! Punya sahabat cowok itu memang semenyenangkan itu. Tapi perlu di note, kalau sahabatan, jangan sampe ada perasaan ya. Itu agak menyulitkan. Yang aku suka dari Kian adalah dia sahabat yang tahu diri. Tahu kapan harus maju, kapan harus diem aja walaupun geregetan. Dia siap banget ngebela sahabatnya yang ternyata punya hubungan toxic sama saudaranya sendiri, meskipun berujung hubungannya jadi jelek dengan keluarganya.

Part paling aku suka itu pas baca Kirana Today! Lucu banget, apalagi tujuan Kirana bikin koran kan kayak diarinya, jadi kayak curhatan gitu. Headline yang dibuat juga nggak kalah sama berita-berita di koran pada umumnya.

Saranku, saat membaca novel ini, mohon dalam kondisi yang tenang ya. Karena beberapa bagiannya cukup membuat kita bisa ketrigger.


From the book...
"Orang yang mau bunuh diri nggak harus selalu bertampang sedih. Hanya karena gue kelihatan normal, gue nggak harus bahagia. Tahu, kan, banyak komedian yang mati bunuh diri?" P. 24-25

"Sekali lagi, lo nggak kenal gue dan lo nggak tahu cerita hidup gue, oke? Sampai sekarang, semua orang yang pernah jadi temen gue terbukti fake. Lebih baik nggak punya temen sama sekali daripada punya seribu temen palsu." P. 27

"Okelah. Lo bisa milih temen, milih sahabat, milih sekolah, milih panutan. Tapi lo nggak bisa milih keluarga. Keluarga itu tempat hidup lo berputar. Keluarga pasti konstan. Mereka akan selalu ada." P. 28

"Tindakan lo hari ini mungkin bakal bikin si Ben itu nggak jadi bunuh diri, mungkin juga nggak. Lo haris menerima itu. Kita mungkin nggak bisa menyelamatkan semua orang asing yang lewat di jalan, tapi setidaknya kita sudah berusaha jadi orang baik untuk orang-orang di sekitar kita dan membuat hidup mereka jadi lebih baik." P. 43

"Lo nggak berutang apa-apa ke dunia ini, Kika. Lo nggak berkewajiban menyelamatkan siapa-siapa." P. 44

"Kebahagiaan dan kesedihan itu semu. Hasil interaksi saraf yang diperkuat hormon. Jadi, justru buat apa gue melakukan hal-hal remeh yang lo bilang tadi; mandi, makan, bernapas... kalau itu semua nggak ada maknanya?" P. 81

"Yah.. Memangnya kenapa kalau lo hanya pengisi kolom kosong? Hidup gue juga nggak 'penting', memang, tapi toh tetap bermakna. Bagi gue, yang penting bukan makna hidup, tapi fakta bahwa kita hidup, itu aja dulu." P. 85

"Takdir bikin kita kebetulan ketemu di jembatan itu, tapi setelah mikir semalaman, gue sadar takdir nggak akan terus-terusan ngasih berbagai macam kebetulan buat kita. Pada akhirnya, yang penting bukan apa kata takdir, tapi apa pilihan kita." P. 96

"Ini pelajaran buat lo. Tolong diri lo sendiri sebelum nolongin orang lain. Ben itu udah deasa, dia punya hak bikin keputusan sendiri. Dia jelas-jelas bilang ke gue untuk jangan mencari satu pun keluarganya yang nggak pedulian itu, jadi gue bantu dia sebisanya sesuai kapasitas gue, tapi nggak bisa lebih jauh lagi. Kita nggak berhak ikut campur, Kika." P. 195

"Bukannya kita semua gitu? Kita selalu tahu apa yang diinginkan orang lain, tapi kita jarang banget tahu apa yang kita sendiri inginkan." P. 201

"Kirana, jangan denial sama fakta hidup. Kita semua jelas takut mati. Hanya saja kita terlalu sombong untuk menyadari bahwa kita bisa mati setiap saat. Semua orang pura-pura bisa hidup seribu tahun, saking takutnya pada kematian. Semua orang menjalani hidup tanpa rela mengakui bahwa mereka bisa mati detik ini juga. Fakta bahwa hidup ini sangat singkat, sementara orang kayaknya selalu buang-buang waktu, betul-betul di luar logika gue." P. 201-202

"Gue nggak butuh semua orang pura-pura peduli, Kay. Satu orang yang sungguhan peduli udah cukup." P. 204

"Cinta bentuknya macam-macam, Alejandro. Ada yang terlalu mencintai orang lain. Ada yang terlalu mencintai orang lain." P. 282

"Kita nggak butuh berjanji dengan sahabat sendiri. Sahabat bukannya hanya menepati janji, tapi juga memberi rasa aman bahwa nggak ada yang perlu dijanjikan. Sahabat sudah tahu harus melakukan apa demi sahabatnya, tanpa perlu berjanji." P. 310-311

Saturday, April 13, 2024

[REVIEW] Kita & Kata yang Tak Terucap

Kita & Kata yang Tak Terucap

Semut Merah Kaizen & Gula Gula

Mekar Cipta Lestari

232 Halaman


B L U R B

Tidak ada kata-kata yang lebih jujur daripada kata-kata yang sembunyi.
Ia menyimpan banyak hal yang urung atau tak sempat disampaikan, tapi mendekap seada-adanya pesan, dan sedalam-dalamnya perasaan.

Oleh karenanya, lewat buku antologi surat ini, Semut Merah Kaizen mengundang kalian untuk mendekap perasaan itu sekali lagi, membaca pesan tak terucap itu di sini, dan meniliskan milik kalian sendiri.

Jika mustahil surat itu benar-benar tiba pada tujuan, paling tidak lewat buku ini kita bisa saling berbagi dan tidak mneyimpan perasaan itu seorang diri.

Buku ini memuat 101 surat terpilih melalui proses kurasi tim Semut Merah Kaizen dari ratusan surat yang masuk ke komunitas ini pada rentang Maret-Mei 2022.

- - - - - - - - - -

Dalam hidup, pasti akan ada kata-kata atau pesan yang nggak bisa disampaikan. Bisa untuk Tuhan, orangtua, seseorang yang penting bagi kita, atau bahkan diri sendiri. Hal-hal yang mungkin personal, atau sensitif yang kadang bikin kepikiran karena kalau disampaikan takut menyinggung berbagai pihak.

Antologi Kita dan Kata yang Tak Terucapkan terbagi menjadi empat bagian besar surat yang ditulis. Di bagian pertama ada untuk Teruntuk Tuhan, sebagaimana layaknya komunikasi dengan Tuhan sebagai pencipta, di sini para penulis banyak menuliskan tentang keresahannya, mempertanyakan berbagai hal yang terjadi di hidupnya, kehilangan orang yang tersayang, dan juga berbagai macam pertanyaan yang kadang tak bisa dicari jawabannya. 

Di bagian kedua, ada Teruntuk Kamu, untuk bagian ini, isinya cukup beragam. Mulai dari untuk orang tua, calon anak, pasangan, dan juga teman dekat. Saat membaca bagian ini, aku cukup tersentuh beberapa kali apalagi surat kepada orangtua. Karena nyatanya, tidak semua memiliki hubungan yang baik dengan orangtuanya, bisa karena komunikasi yang buruk, bisa juga karena memang tidak pernah terjalin hubungan yang baik sejak awal. Untukku yang calon orangtua jadi kayak ketampar, supaya jangan sampai anakku nantinya mengalami hal yang sama.

Di bagian ketiga, ada Teruntuk Aku. Seperti judulnya, ini adalah pesan yang ditulis untuk diri sendiri. Memang kadang kita itu terlalu keras terhadap diri sendiri, kan? Berusaha menguatkan diri supaya nggak perlu merepotkan banyak orang, menjadi yang terbaik supaya bisa dibanggakan, kadang juga menjadi superhero untuk orang-orang terdekat kita. Meskipun sudah berusaha sebaik mungkin, kadang masih saja nggak sesuai dengan ekspektasi kita, dan berlanjut menyalahkan diri sendiri. Untukku, bagian ketiga ini jadi refleksi, bahwa nggak selamanya kita harus keras. Adakalanya kita juga perlu membiarkan diri kita apa adanya dan memaafkan kalau memang yang kita lakukan tuh nggak sesuai dengan harapan orang lain.

Yang terakhir ada Teruntuk Semesta. Bagian terakhir ini lebih ke barang atau kenangan yang cukup membekas. Mungkin untuk sebagian orang terasa aneh, kenapa harus menulis surat untuk barang yang punya kenangan? Mereka kan nggak punya kenangan tentang kita juga. Memang benar, tapi terkadang, memori terhadap barang ini yang kita simpan, bagaimana cara kita mendapatkannya, siapa yang memberikannya, atau apa yang kita korbankan?

Membaca surat-surat ini mengingatkanku waktu aku dulu masih aktif menulis diari. Menceritakan apa yang kurasakan, menuliskan harapan-harapanku. Terakhir aku menulis itu waktu aku masih SMP, selepas SMP, aku udah ngerasa kayaknya nggak perlu lagi deh nulis-nulis gituan, pas baca antologi ini jadi kangen. Karena menurutku, nulis diari sama kayak kita tuh ngomong sama diri sendiri. Kadang kasih nasihat ke diri sendiri atas satu kejadian, kadang juga nulis hal-hal yang bikin kesel. Yang kalau dibaca di masa sekarang itu lucu aja.

Di antologi Kita dan Kata yang Tak Terucap juga menyelipkan selembar kertas untuk kita tulisi surat yang mungkin nggak bisa kita sampaikan. Aku suka sih dengan ini, membuat kita juga kembali berkomunikasi melalui surat lagi. Rasanya udah lama juga kan kita menulis surat yang beneran. Selama ini kita sudah terbiasa untuk mengetik, pakai voice note. Terima kasih Semut Merah Kaizen, Gula Gula, dan juga MCL Publisher sudah membawa kembali kenangan menulis surat yang sudah lama ditinggalkan.

Wednesday, March 13, 2024

[REVIEW] Penaka

Penaka

Altami N. D

Gramedia Pustaka Utama

216 Halaman

"Lho, memang kenapa kalau cerai, Bu? Perempuan itu tidak boleh menyusahkan laki-lakinya, laki-laki juga tidak boleh membiarkan perempuannya hidup susah. Kalau memang sudah tidak cocok, ya buat apa dipaksa?"


B L U R B

Pernikahannya memang baru berumur dua tahun, tapi Sofia sudah mau menyerah saja. Suaminya tidak hanya kecanduan game online, tapi juga super berantakan. Laksana bahkan beberapa kali membahayakan anak mereka tanpa sadar. Ngawur!
 
Karena tidak mau terjebak lebih lama, Sofia minta cerai. Ia bertekad mewujudkan impiannya agar tidak lagi merasa ketinggalan dari orang-orang di sekelilingnya. Namun, sehari setelah berikrar siap menjadi single parent, Sofia terbangun dan menyadari dirinya berubah menjadi... botol minum!

Sofia panik. Ia tiba-tiba berubah menjadi kucing, anjing, atau orang asing. Situasi ini membingungkan. Apalagi ketika ia menemukan rahasia-rahasia tak terduga dari orang-orang terdekatnya.

Lalu, bagaimana dengan rencana-rencana hidupnya? Bagaimana nasib anak semata wayangnya yang masih balita? Sofia harus segera menemukan cara untuk bisa kembali ke wujud asalnya.
 
- - - - - - - - -
 
Sofia dan Laksana baru dua tahun menikah, tapi Sofia sudah ingin menceraikannya. Sejak mengenal game online beberapa bulan belakangan, Laksana menjadi orang yang berbeda. Selalu main game setelah pulang kerja, pas dimintain tolong jagain anak, malah hampir mencelakakan anaknya.

Selain itu, Sofia juga merasa sendiri. Dulu dia pernah menjual kue kering secara daring, namun setelah punya anak, dia tidak bisa melakukan hal ini. Mengurus anak dan beresin rumah aja, dia udah kewalahan, tenaganya udah habis. Sementara saat pertemuan dengan ibu-ibu lainnya, Sofia jadi merasa kecil.
"Kamu tahu kan orangtua itu nggak cuma mewariskan harta ke anak-anaknya, Sof? Orangtua juga mewariskan kebiasaan, trauma, luka, dan cara menyelesaikan masalah ke anak-anaknya."
Anehnya, setelah Sofia meminta cerai, keesokkan harinya, dia terbangun dalam wujud botol minum! Lalu siapa yang bersama anaknya? Dalam wujud botol minum, Sofia akhirnya mengetahui tantangan-tantangan yang saat ini sedang dihadapi Laksana. Sayangnya, kembali ke dalam wujud aslinya tidak semudah itu. Ternyata, keesokkan harinya, dia berubah jadi wujud yang terus berbeda.

Sofia kebingungan, bagaimana caranya kembali? Tak hanya itu, ternyata Laksana juga berubah ke wujud lain seperti dirinya. Lalu bagaimana mereka bisa menghadapi ini semua? Bisakah mereka kembali ke diri mereka sendiri?
 

Kehidupan pernikahan tidak pernah mudah. Setiap orang selalu punya masalahnya sendiri-sendiri. Ada masalah keuangan yang nggak stabil, hubungan antar pasangan itu sendiri, dan masih banyak hal lainnya.

Jujur aku nggak baca blurb novel ini sebelum ngebaca novelnya. Yang aku tau, novel ini bagus, tentang pernikahan. Pas ngebaca bagian awal, aku juga kaget, kenapa tiba-tiba jadi botol? Kukira aku salah baca novel, eh ternyata enggak, emang awalnya begitu.

Kalau biasanya perceraian itu karena pasangan yang nggak setia, keuangan yang nggak stabil, dan masalah berat lainnya, Sofia ini karena main game. Cukup aneh, ya masa nanti waktu ditanya alasan perceraiannya apa, karena main game? Di pengadilan pasti diketawain juga kan? Tapi kalau sampe nyawa anak terancam? Udah beda perkara lagi kan?

Saat baca novel ini, aku jadi bingung, sebenernya kunci pernikahan yang awet, selain komunikasi itu apa. Keterbukaan kah? Karena ada juga yang menikah, saking terbukanya dan tau suaminya ngapain aja, ya pernikahan mereka nggak baik-baik aja. Pasangan berkarier atau enggak, juga bukan jaminan. Kan jadi bingung.

Setelah baca, aku bsia menarik kesimpulan. Kehidupan pernikahan yang sebenar-benarnya ya.. belajar tentang kehidupan bareng sama pasangan. Belajar menerima, saling menghargai, dan tetap, komunikasi yang penting. Karena sebenernya, pasangan tuh mau kok mengerti kalau ada masalah internal pasangannya. Misalnya, ibu mertua sakit, keluarga ipar butuh uang, atau hal lainnya. Ngomong aja, biar pasangan tuh nggak tau hal-hal kayak begini dari orang luar. Bukan kaget, tapi lebih ke.. ngerasa nggak berguna.

Baca novel ini nih, bener-bener kayak nampar aku bolak-balik. Apalagi di bagian bahwa orangtua nggak cuma mewariskan harta, tapi juga sifat dan sikap. Yes, ini bener banget! Aku sering crash sama doi perkara dia nggak peka lah, kadang juga nggak sat set. Ini juga karena didikan orangtuanya. Beberapa kali, tiap aku ngomel-ngomel masalah ini ke mamaku, mama juga selalu bilang, nggak semua orangtua mendidik anaknya kayak mamaku. Yang membebaskan anaknya untuk ngambil keputusan sendiri, membiasakan kebiasaan yang aku lakukan juga.

Last, buku ini kuhabiskan sekali duduk di jam kantor. Mueheh.. Karena emang lagi nggak ada kerjaan, dan seseru itu! Rekomen banget untuk anak jaman sekarang yang kalo udah capek pengennya nikah, dunia pernikahan nggak semenyenangkan itu, dek.


From the book...
"Ini bukan masalah didesain atau nggak didesain, tapi soal mau atau nggak mau! Semua ini common sense, Na! Kalau pulang kerja langsung ganti baju, mandi, makan, temani Raisa, baru nanti main game—"

"Ya, jangan disamain lah! Tiap rumah tangga itu beda-beda, Sofia. Kita yang paling tahu. Nenek zaman dulu emang bisa ngelakuin semuanya, tapi apa benar mereka baik-baik aja? Nggak tahu, kan?"

"Menerima bantuan orang lain itu nggak berarti kita manja kok."

"Jangan menuntut pasangan sesuai harapanmu, Sofia! Memangnya menikah sama kamu itu juga gampang? Selalu ada ruang kecewa kalau kita berkeras sama pasangan kita. Menikah itu bukan untuk berlomba-lomba mencari yang paling benar—"

"Lho, memang kenapa kalau cerai, Bu? Perempuan itu tidak boleh menyusahkan laki-lakinya, laki-laki juga tidak boleh membiarkan perempuannya hidup susah. Kalau memang sudah tidak cocok, ya buat apa dipaksa?"

"Semua orang harus bisa menjadi superhero untuk diri mereka sendiri, Nak. Raisa juga harus bisa menjadi rumah untuk diri Raisa sendiri. Janji, ya?"

"You only live once, but make sure it will be the best thing you ever had."

"Percayalah, bikin aku bahagia itu bukan tugasmu, Na. Itu semua tugas dan tanggung jawabku ke diriku sendiri."

"Aku nggak tahu arti sukses buat kamu itu apa. Mungkin arti sukses bagi kita nggak sama. Bagiku sukses itu transformasi bertahap supaya lebih baik. Beri ruang buat kegagalan, saling menerima, mengerti, dan toleransi. Beri waktu dan jeda sebelum lari lagi! Kamu bisa?"

"Kamu nggak bisa hidup tanpa Raisa, tapi kamu bisa hidup tanpa aku, kan? Sejak awal kita sepakat nggak akan pernah mempertahankan pernikahan demi anak. Anak bukan alasan kita untuk bertahan. Pernikahan orangtuaku adalah pelajaran berharga. Kamu pasti ingat itu."

"Bagiku, menjadi berdaya adalah ketika aku memiliki kekuatan untuk memilih dan mampu menjalani hidup sesuai dengan keputusanku sendiri dengan penuh tanggung jawab. Bagiku, menjadi berdaya adalah ketika kita memiliki kendali diri dan hidup dengan sepenuh hati."

"Susah ya buat nggak membandingkan. Itu kan sudah sifat alami manusia, Na. Jangan salah lho, membandingkan itu juga proses berkembang. Yang penting waktu membandingkan itu aku bisa mengukur diri sendiri, tahu apa yang aku mau dan tuju, jadi aku bisa membandingkan secara sehat. Bukannya tambah stres."

Friday, February 16, 2024

[REVIEW] The Life We Lead

 

The Life We Lead
Johana Melisa
Elex Media Komputindo
299 Halaman

"Kadang-kadang, memilih sesuatu yang bikin lo bahagia lebih berarti daripada jadi yang terbaik."


B L U R B

Bethany tidak pernah memikirkan tujuan hidupnya. Dia terbiasa menuruti keinginan Papa dan Mama; kuliah harus di jurusan Akuntansi, setelah lulus wajib mengambil pascasarjana di luar negeri, bahkan diminta ikut menjadi penerus bisnis keluarga. Satu-satunya tempat pelarian Bethany adalah Bobamosa, bisnis rintisan minuman boba yang berdiri di atas modal sang kakak, tetapi tak kunjung menggoyahkan rencana orangtuanya.

Di tengah pemberontakan Bethany, dia malah bertemu Regan, cowok yang mengeklaim sepihak bahwa mereka saling kenal serta datang dengan membawa rahasia pahit dari masa lalu Semenjak itu, tak hanya berusaha mengarahkan hidup dan menemukan cita-cita masa depannya, Bethany juga perlu membongkar teka-teki psikologis yang matanya berdampak bagi diri serta memberi pengaruh besar tiap-tiap keputusan yang diambilnya.

- - - - - - - - -

Kehidupan Bethany mungkin diinginkan semua orang. Lahir dari keluarga yang kaya dan berada, punya privilege dan juga cukup terkenal sebagai anak yang aktif di organisasi kampus. Sayangnya, Bethany tidak menginginkan hal itu. Kalau ditanya, apa maunya, dia juga bingung. Selama ini dia terbiasa mengikuti apa yang orang tuanya inginkan, kuliah di Akuntansi, universitas pilihan orang tuanya. Hanya satu yang masih belum diatur orang tuanya. Kafe Bobamosa miliknya.
"Lo bukannya enggak tahu apa yang lo mimpikan, lo cuma butuh keyakinan. Suatu saat, Any, lo bakal ketemu apa tujuan hidup lo. Saat itu terjadi, gue yakin lo bakal berjuang sepenuhnya buat mencapai mimpi lo, dengan cara yang benar." P. 21
Dalam rangka pengembangan Bobamosa, Bethany berusaha untuk mencari sesuatu yang baru dan berbeda. Perjalanan ini ternyata tidak semulus yang dibayangkan Bethany. Pengembangan ini membuatnya mengenal dirinya sendiri, masa lalu yang ternyata pernah hilang, dan juga masa depannya.

Akhirnya kembali membaca karya kak Jo lagi, setelah yang terakhir Loveconomics. Kalau dibandingkan Loveconomics ini lebih kompleks!

Awalnya, aku cukup kesel sama Regan, karena dia judging banget! Namanya juga orang lupa, masa iya harus selalu inget sama dia. Emangnya dia siapa sih sampe perlu diinget? Apalagi Regan juga kalo ngomong tuh sengak banget. Kesel 1000% sama dia. Tapi setelah Regan mau membuka diri sedikit, aku jadi tau apa alasan dia melakukan hal itu, meski tetep nggak membenarkan sama sekali ya.

Kukira, novel ini akan menceritakan cara Bethany mendapatkan pengembangan untuk Bobamosa aja. Ternyata lebih kompleks, ada kisah tentang masa lalunya Bethany, ada alasan juga kenapa orangtuanya bersikap 'keras' sama dia.

Aku suka dengan perkembangan karakternya Bethany. Habisnya pas di awal, aku cukup kesal, karena dia ini people pleaser banget! Selalu iya-iya, palingan mentok ngedumel di belakang, atau berandai-andai kalau dia nggak mengiyakan. Gemes banget! Untungnya sejak mengenal Regan dia lebih care sama dirinya sendiri ya, jadi sedikit melegakan. Aku suka dengan Bethany yang baru. Tetep care sama orang, tapi juga care sama diri sendiri.

Karena novel ini, aku jadi penasaran dengan makanan-makanan yang disebutkan di sini. Kayaknya enakkk banget! Penasaran juga dengan menu di Bobamosa. Hihi.. Aku merekomendasikan novel ini untuk siapapun kamu yang sedang terjebak dalam zona nggak nyamanmu. Yuk, coba untuk keluar dari zona itu, dan mencari tau apa yang kamu suka. Nggak ada kata terlambat untuk memulai kok, meskipun kamu sudah menjelang kepala 3, atau bahkan sudah menikah dan punya anak.



From the book...
"Tapi, hidup siapa yang lo jalani selama ini, Any?" P. 107

"Let me be honest with you. Gue enggak pernah pengin mengurusi masalah pertemanan orang, apalagi sesama perempuan. Tapi, lo perlu sadar kalau karena Priska, lo malah bersikap enggak fair terhadap diri sendiri." P. 150

"You could be the cool woman doing cool things that change the lives of those around yo, our university, or even the world, seperti yang diceritain Broussard dalam buku yang lo bawa ke mana-mana sejak siang tadi. You have the idea, you have the passion, but you let someone steal from you." P. 150

"Sekalipun lo berusaha jadi sahabat yang baik dan berniat menolong Priska, bantuan yang lo berikan enggak seharusnya membuat lo menempatkan prioritas pribadi di urutan terakhir, apalagi kalau lo melakukannya karena didasari rasa bersalah." P. 160

"Kadang-kadang, memilih sesuatu yang bikin lo bahagia lebih berarti daripada jadi yang terbaik." P. 163

"I'm trying to live my life, and so are you. Kita sama, Priska. Sama-sama berusaha menyenangkan orangtua, sama-sama tersesat karena enggak tahu apa tujuan hidup kita, sama-sama percaya dan bertindak ngikutin apa kata orang. Bedanya, lo rela ngorbanin sesuatu yang lerbih berharga untuk mencapai tujuan itu: kebaikan lo, integritas lo, dan identitas lo." P. 209

"Gue enggak tahu apa yang terjadi di antara lo dan Priska, tapi kalau hubungan persahabatan kalian bikin lo tertekan, itu udah enggak sehat, An. Lo selalu punya hak buat keluar dari ikatan itu, apalagi kalau berpotensi membahayakan diri sendiri seperti kemarin malam." P. 219

"People come and go, An. Kadang-kadang, kita perlu merelakan orang-orang seperti itu pergi supaya hidup kita enggak jalan di tempat atau malah mengalami kemunduran. Orang-orang yang ditemui dan pada akhirnya beririsan nasib sama lo bisa disebabkan oleh banyak hal. Mungkin pada saat itu, lo butuh mempelajari arti kehilangan, belajar merelakan, atau seperti sekarang, lo sedang diajari supaya kelak bisa selektif dalam memilih orang-orang terdekat yang bisa bikin lo bahagia ketika terlibat dalam hubungan itu." P. 221

"Jangan nyalahin mereka, An. Itu mungkin cara mereka buat melindungi lo supaya enggak tambah terluka." P. 234

"Menurutku, justru nulis bucket lists bikin kamu lebih paham sama keinginanmu, sekaligus jadi penyeimbang dar segala tuntutan-tuntutan hidup yang harus kamu penuhi." P. 288

"Kamu enggak perlu menjadikan penilaian orang lain sebagai standar keberhargaanmu, An. Just do what makes you happy." P. 289

Thursday, February 1, 2024

[REVEW] If I Met You First

If I Met You First

Thessalivia

Gramedia Pustaka Utama

312 Halaman

"Menjadi dewasa itu adalah saat kita sudah mengenal diri kita sendiri. Saat kita tahu apa yang kita butuhkan, apa yang membuat kita bahagia, masalah apa yang kita punya, dan cara apa yang paling cocok untuk kita."


B L U R B

Riana selalu bernasib jelek dalam percintaan. Setiap kali pacaran, selalu saja dia yang diputusin. Dia bahkan pernah diselingkuhin!

Untung ada Ardi, sahabat setia Riana. Laki-laki itu selalu siap menyediakan bahu untuk Riana bersandar. Sayangnya, laki-laki sehebat Ardi sudah bertunangan. Seandainya Riana bertemu Ardi lebih dulu, apakah mereka akan berjodoh?

Tiba-tiba saja Riana mendapat kesempatan untuk mengubah nasib. Lewat mesin dingdong yang bisa mengabulkan permintaan, dia memiliki kesempatan untuk mencuri hati Ardi. Benarkah bertemu Ardi lebih dulu akan membuat laki-laki tersebut berjodoh dengannya?

- - - - - - - - - -

Kehidupan menjelang kepala tiga cukup membuat Riana memikirkan kembali hubungan percintaannya yang tidak pernah mulus. Padahal, bisa dibilang kariernya cukup mulus untuk tiba di titiknya sekarang ini. Terakhir kali, dia diputuskan oleh pacarnya di Paris. Bayangkan saja, yang katanya kota cinta, tapi malah jadi tempat yang paling menyebalkan untuknya. 
"Menurut gue, beruntung atau nggak itu tetang bagaimana kita mensyukuri hidup, Ri. Orang yang nggak punya apa-apa, selama dia mensyukuri yang dimilikinya, akan merasa jadi orang paling beruntung sedunia." P. 186
Beruntung Riana memiliki dua sahabat yang cukup mengerti dirinya, Clarisa dan Ardi. Mereka berdualah yang berada di sisi Riana sejak masuk di perusahaan tempatnya bekerja. Bagi Riana, Ardi merupakan cowok yang cukup spesial, selain dia baik, dia juga selalu ada untuk Riana, membantunya, memberi masukan dan solusi. Riana sangat berharap banyak sama Ardi, tapi sayangnya, Ardi ini sudah ada pasangannya.

Perjalanan dinasnya ke luar negeri membuat Riana menemukan kembali mesin dingdong yang rasanya sudah tidak jaman di masa sekarang. Nyatanya, mesin dingdong ini bisa mengabulkan permintaannya. Meski aneh, Riana tetap memainkannya dan sedikit percaya, walau dia nggak yakin 100%.


If I met You First, sejak awal sudah membuatku tertarik. Nggak hanya dari covernya yang cukup eyecatching, tapi setiap lembarannya kita disuguhi dengan animasi semacam permainan Mario Bross lengkap dengan gambar hati yang dimiliki, termasuk juga judul babnya. Bener-bener dibawa ke dunia dingdong jaman dulu deh.

Awalnya, aku cukup kasihan dengan Riana, kayaknya apes banget ya kehidupan percintaannya, diputusin, diselingkuhin. Memang kadang ada sih orang yang kayak begitu, nggak ada peruntungan percintaannya sama sekali. Tapi semakin aku mengenal Riana, dia ini ternyata people pleaser! Kalo pacarnya anak band, dia akan ikut nge-gigs, kalo pacarnya anak motor, dia ikutan touring. Dan bener omongan Ardi, Riana ini nggak pernah menjadi dirinya sendiri.

Permainan dingdong yang bisa mewujudkan keinginan, buatku agak nggak realistis. Tapi kadang, kita bisa juga percaya kok. Semacam law of attraction gitu, apa yang kamu percaya akan menjadi kenyataan. Waktu mesin dingdong memberikan jawaban yang menuutku cukup aneh, aku langsung mikir, wah, pasti ini bakalan berjalan mundur nih. Entah Riana yang bakalan time travel, atau bisa aja semuanya jadi lupa ingatan.
 
Alur yang dipakai kak Thessa kali ini maju mundur. Semua yang terjadi sejak Riana bermain dingdong tetap maju! Aku cukup kaget di sini. Kok bisa sih? Tapi kalian akan menemukan jawabannya saat di pertengahan buku ini. Di sela-sela alur maju inilah, kita juga dibawa mundur, untuk mengetahui latar belakang masing-masing karakternya. Bagaimana Clarisa bertemu dengan Riana, bagaimana Riana jatuh cinta dengan Ardi. Timeline di setiap babnya juga jelas, jadi nggak akan membingungkan pembaca.
 
Ketimbang Riana, di sini aku suka dengan Clarisa dan Ardi. Mereka berdua bener-bener sahabat yang siap banget untuk membantu Riana, anytime, anywhere. Definisi sahabat sejati lah. Padahal kalau di kantor, nggak banyak kan orang yang bisa diajak berteman dekat? Apalagi sampai memberi solusi, saling kenal dengan orangtua atau keluarga masing-masing. Yang paling kusuka justru karakter Ardi. Ardi yang super multitalenta, dia apa sih yang nggak bisa? Mana jiwanya petualang juga. Idaman banget ya!

Meskipun aku cukup kesal dengan sikap Riana, tapi setelah tau latar belakangnya, aku malah cukup sedih. Ternyata ada banyak sekali faktor yang membuat dia jadi sosok yang sekarang ini. Yang insecure berlebihan, people pleaser, terlalu banyak kebimbangan. Jadi bikin aku lebih sadar, supaya nanti nggak melakukan hal yang sama ke anakku. Lebih banyak bersyukur juga! Bersyukur untuk hal kecil yang terjadi, karena aku anaknya suka banget sambat.


From the book...
"Kekurangan lo itu cuma dua. Lo kurang senyum bahagia dan kurang rasa percaya diri." P. 60

"Setiap orang itu menarik, asal percaya diri dan nyaman dengan diri sendiri." P. 60
 
"Gue pernah baca, first snow seseorang itu sama kayak first love. Saking magical-nya, seumur hidup kita nggak akan pernah bisa lupa." P. 135

"Kadang gue berharap waktu bisa berhenti kayak gini. Tanpa perlu khawatir sama masa depan, dan kejar-kejaran dengan seluruh kesibukan. Cukup kita berdua, enjoy the moment kayak sekarang." P. 137

"Beruntung atau nggak itu kita yang menentukan. Mau orang lain kayak gimana ya harusnya nggak ada pengaruhnya sama kita. Menurut gue, lo harus pelan-pelan coba mempraktikkan itu. Berhenti menggantungkan kebahagiaan lo, atau bahkan kesedihan lo, pada orang lain. Hiduplah sesuai passion lo sendiri." P. 187

"Jangan silau dengan apa yang terlihat dari luar, Ri. Setiap orang punya struggle masing-masing. Hal yang dari luar terlihat baik, bukan berarti dalamnya juga baik. Itulah yang tadi gue bilang, daripada kita fokus dengan orang lain, lebih baik kita fokus ke diri sendiri." P 188

"Kita memang berada di lingkungan yang menuntut orang untuk punya kesuksesan yang sama, ketertarikan yang sama, dan penampilan yang sama. Tapi percayalah, itu bukan segalanya, Ri. And don't forget. You have me and Clar, remember?" P. 200

"Jangan biarkan dugaan-dugaan tentang pemikiran orang memengaruhi lo. Kalaupun orang mikir lo menyedihkan, so what? Biarpun orang-orang mikir lo keren karena tahu bacaan ini itu, aktif olahraga ini dan itu, tapi lo sebenarnya nggak menikmati melakukan semua itu, buat apa?" P. 201

"Gue yakin lo akan tahu, Ri. Semua orang mengalami fase itu. Fase ketika kita mencari hal yang memang benar-benar kita inginkan dalam hidup. Mungkin nggak sekarang, tapi gue yakin suatu saat lo bakal bisa menemukan kebahagiaan lo sendiri." P. 220

"Menjadi dewasa itu adalah saat kita sudah mengenal diri kita sendiri. Saat kita tahu apa yang kita butuhkan, apa yang membuat kita bahagia, masalah apa yang kita punya, dan cara apa yang paling cocok untuk kita." P. 287

Saturday, January 20, 2024

[REVIEW] Lara Rasa

Lara Rasa

Nureesh Vhalega

Elex Media Komputindo

224 Halaman

"Ya, penerimaan. Bukan memaafkan, berdamai, atau menyembuhkan luka. Jawabannya adalah... aku harus belajar menerima."


B L U R B

Di usia 28 tahun, Alara masih belum punya pekerjaan tetap, kondisi finansialnya memprihatinkan, dan target memiliki rumah sekaligus menikah sebelum berumut 30 terasa kian jauh dari jangkauan. Parahnya, dia justru membuat keputusan-keputusan salah dan memperumit hidupnya sendiri. Mulai dari bekerja di perusahaan rintisan yang membuatnya seakan kerja rodi, terlibat dalam drama percintaan yang videonya viral, sampai bertengkar hebat dengan orangtua.

Alara harus mengurai permasalahannya dan mencari solusi agar hidupnya kembali berjalan normal. Dan, di atas segalanya, agar target hidupnya tercapai.

- - - - - - - - 

Alara sudah menargetkan hidupnya, bahwa dia akan menikah sebelum berumur tiga puluh tahun, memiliki pekerjaan tetap, dan punya rumah sendiri. Dia sudah muak hidup dengan kedua orangtuanya. Sayangnya, sampai di umur dua puluh delapan, Alara masih tinggal dengan orangtuanya, dan baru saja pindah ke kantor barunya. Tabungan untuk punya rumah? Jangan harap. Masih perlu menabung sampai puluhan tahun ke depan untuk membeli rumah.

Kantor barunya, tidak senyaman dan semenyenangkan kantor lamanya. Pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh tiga sampai empat orang, di sini hanya Lara yang mengerjakan. Dia sudah nggak betah, tapi apa mau di kata? Dia masih harus melanjutkan tabungan untuk impiannya.
"Lihat sisi bagusnya, Al. Lo sekarang kerja di startup yang berhubungan sama banyak artis. Siapa tahu ketemu jodoh pas ngurus proyek nanti."
Ngomongin jodoh, Alara sampai saat ini juga masih belum menemukan sosok yang cocok untuk menemaninya. Perkawinan teman sekolahnya, membuat Alara menemukan kembali Putra. Satu-satunya laki-laki yang cukup dekat dengannya semasa sekolah.

Pendekatannya dengan Putra bisa dibilang mulus, meskipun Alara masih memiliki keraguan terhadap masa lalu hubungan Putra. Tapi sayangnya, hal ini tidak berlangsung lama. Mendadak Alara dilabrak mantan pacar Putra dan membuat kehebohan saat Alara sedang launching pekerjaannya! Sudah jangan ditanya gimana malunya Alara, yang bisa dipikirkannya hanya menenggelamkan dirinya ke inti bumi. 

Masalah ini berbuntut panjang sampai ke orangtuanya. Bagaimana Alara bisa mengurai dan menyelesaikan masalah ini perlahan?


Sebenernya, kalau udah menjelang kepala tiga itu, kita harus punya apa aja sih? Karier sempurna, calon pasangan atau malah pasangan hidup, rumah, dan kemapanan? Memangnya, kalau nggak punya, salah? Melenceng jauh dari harapan masyarakat? Atau gimana sih?

Membaca kisah Alara bikin aku melihat diriku sendiri. Sudah hampir dua puluh enam tahun, belum punya pekerjaan tetap, masih belum punya rumah, untungnya sudah punya pasangan. Apakah aku nggak punya impian? Punya. Aku kalo lihat linkedin-nya temenku yang jabatannya udah manajer, aku juga iri. Lah aku masih jadi staff, gaji juga gini-gini aja. Tapi kalo iri terus, ya kapan selesainya? Bisa aja jabatan mereka bagus, tapi pengetahuan dunia kerjanya nggak seluas aku kan? Jadi solusiku cuma tutup linkedin aja.

Di sini, Alara suka menyesali keputusan-keputusan yang sudah dibuatnya. Mulai dari pindah kantor, pasangan sampai orangtuanya. Kasian banget aku tuh sama Alara. Soalnya dia jadi orang yang nggak pede, takut kalo ngambil keputusan ini nanti salah, itu juga nggak sesuai sama harapannya. Udah nggak pede, giliran salah langsung kayak, "Tuh kan, emang aku tuh salah."
 
Alara ini sebenernya beruntung punya Tiani sebagai sepupunya. Karena dia banyak membantu Alara. Menjadi sahabat, keluarga yang bisa diandalkan, bahkan pendapatnya juga bisa dipertimbangkan lho. Kalo manusia paling ngeselin itu sebenernya Putra. Nggak tau kenapa, aku ngeliat Putra tuh aneh sejak awal. Dia jadi cowok yang too good to be true, dan kenyataannya emang bener kan? Ngeselin banget ya ampun!

Menurutku, kisah ini nggak cuma dialami Alara. Pasti banyak juga remaja tanggung lainnya yang juga merasakan hal yang serupa atau malah lebih parah. Saranku, coba diurai satu-satu. Paling penting banget adalah diri sendiri. Kamu bukan superhero yang bisa menyelamatkan semua orang. Kamu juga bukan badut yang bisa menyenangkan semua orang. Sebelum melakukan keduanya, lebih baik selamatkan dan senangkan diri sendiri dulu.


From the book...
"Al, jangan terlalu percaya sama orang. Nanti lo yang sakit akhirnya."

"Pernah nggak lo mikir, kalau yang sebenarnya lo butuhin buat ngerasa bahagia adalah berdamai sama diri sendiri? Karena dari sudut pandang gue, lo ngotot mau beli rumah cuma buat buktiin ke ortu lo kalau lo bisa. Lo mau pergi dari mereka dengan harga diri intact. kenapa harus pakai jalan berputar dan bikin hidup lo sengsara?"

"Lagi pula, seharusnya aku tahu lebih baik daripada siapa pun, menikah bukan hanya tentang hidup bersama orang yang dicintai. Namun, harus siap berkompromi. Seumur hidup. Aku tidak mau menjadi seperti orang tuaku."

"Kadang, kita lupa buat menyayangi diri sendiri karena terlalu fokus sama orang lain."

"Nggak peduli apa kata orang, jangan menyalahkan diri sendiri terlalu lama. Setiap manusia pasti pernah ngelakuin kesalahan. Karena di hari kita berhenti bikin kesalahan, berarti kita berhenti hidup."

"Sayangnya aku lupa, aku tidak bisa menolong seseorang yang tidak ingin ditolong. Tak peduli betapa besar aku menyayangi Mama, aku tidak bisa memaksanya untuk hidup mengikuti keinginanku."

"Lo nggak lagi denial, kan? Nggak bagus numpuk atau ngubur perasaan. Kalau memang masih belum oke, nggak apa-apa, Al. Nggak ada deadline buat patah hati, jadi nggak harus cepat-cepat selesai."

"Tapi mungkin lo nggak harus punya passion buat melengkapi hidup lo. Mungkin... lo cuma perlu menerima dan memaafkan diri lo sendiri. Hidup sambil terus-terusan lari dari kenyataan itu bikin capek, Al."

"Seperti yang tadi kukatakan, sekarang yang paling penting adalah berusaha untuk kembali memercayai penilaianku sendiri. Aku harus belajar untuk percaya pada diriku lagi."

"Ya, penerimaan. Bukan memaafkan, berdamai, atau menyembuhkan luka. Jawabannya adalah... aku harus belajar menerima."

Monday, January 15, 2024

[REVIEW] Remedies

Remedies

Trissela

Gramedia Pustaka Utama

264 Halaman

"Coba berhenti lari, Ger. Selama ini kamu cuma lari di lingkaran. Setelah lama lari, pasti ada waktunya kamu kembali ke titik awal seperti sekarang. Kamu tahu kita nggak akan selamanya dihadapkan sama pilihan yang menyenangkan, terutama saat tahu kamu nggak punya pilihan buat menghindar lagi."


B L U R B

Retha kaget saat tahu Gerry masuk SMA yang sama dengannya. Cowok itu berhasil bikin dia terkagum-kagum saat dia menonton salah satu pertandingan polo air beberapa tahun lalu. Namun, Gerry sudah berhenti menjadi atlet. Kenapa, ya? Padahal kata teman Retha, Gerry salah satu atlet andalan klub.

Meski sering memasang wajah judes kalau Retha ikut muncul bareng Niko dan Farhan, Gerry tidak pernah mengusirnya terang-terangan. Rasa penasaran Retha semakin menjadi setelah Gerry menolak pengambilan nilai renang untuk pelajaran olahraga mereka. Aneh banget. Atlet yang akrab dengan kolam renang harusnya nggak ada masalah dengan itu, kan?

Lalu tiba-tiba muncul laki-laki yang menitipkan bungkusan nasi kuning untuk Gerry sepulang sekolah. Siapa lagi itu? Kenapa Gerry kelihatannya marah besar saat Retha menyampaikan tentang kedatangan laki-laki itu, ya?
 
- - - - - - - - -
 
Kehidupan SMA ini seharusnya kehidupan yang paling menyenangkan, punya mimpi yang segambreng, mulai berteman dengan berbagai macam orang, mulai melakukan kenakalan kecil, mulai jatuh cinta yang sampai bermimpi kalau dia bakalan jadi the one di kemudian hari. Sayangnya hal itu nggak berlaku buat Gerry. Yang perlu dilakukannya saat ini hanyalah menjalani hidupnya. Tanpa mimpi, tanpa makna berarti.
"Katanya cinta, tapi udah nggak bahagia. Terus pisah. Mereka bilang, lama-lama cinta itu bisa berubah bentuk. Katanya mereka yang nggak bisa nyesuaiin lagi." P. 94
Kedatangan Retha ke SMA Bina Bangsa cukup membuat dunia Gerry sedikit ramai. Gerry yang terbiasa duduk sendiri, memperhatikan teman-temannya dalam diam jadi sedikit terusik. Retha bisa dibilang fans beratnya. Retha tau bahwa dulunya dia adalah atlet polo air, bahkan Retha juga masih setia menonton ulang pertandingan polo air, hal yang sudah dibenci Gerry.

Bagi Gerry semuanya seharusnya baik-baik saja kalau Retha tidak bertemu dengan laki-laki yang menitipkan bungkusan nasi kuning untuk Gerry, atau Gerry akhirnya mengetahui bahwa Retha memiliki masalah yang mirip dengannya.


Membaca kisah Gerry akan dimulai dengan banyaknya teka-teki. Mulai dari masa lalu Gerry yang cuma sepatah-sepatah, ketakutan-ketakutan Gerry, Retha yang ternyata fans berat Gerry. 

Seumuran Gerry seharusnya tidak terlalu memikirkan banyak hal. Seharusnya di masa ini dia bersenang-senang dan mengejar mimpinya jadi atlit. Sayangnya, masa lalu menjeratnya, begitu dalam. Membuat dia lebih memilih untuk terus tenggelam dan terjebak di sana.

Remedies, seperti waktu kita sekolah dulu, kalau nilai kita nggak sesuai KKM, maka kita akan remidi. Sama seperti kisah Gerry, masalah yang dimilikinya banyak, kebencian dan berbagai pertanyaan juga dipendamnya. Kali ini, Retha membantunya perlahan-lahan, mengurai masalah yang dihadapinya, membantu menjawab sebisanya.

Kisah Gerry membuatku kembali belajar untuk melepaskan dan mengikhlaskan perlahan-lahan. Masa duka setiap orang berbeda-beda. Ada yang melaluinya karena sudah mempersiapkan hal tersebut, ada yang sehari, sebulan, setahun, atau bahkan bertahun-tahun tidak tuntas. Tapi nggak masalah, setiap orang berproses, setiap orang punya waktunya sendiri-sendiri. Yang penting kita mau melangkah maju untuk melepas duka kita perlahan.

Terima kasih Gerry, Retha, dan sobat geng Monyet!



 From the book...
"Tapi buat sebagian orang, alasannya nggak serumit itu. Sebagian orang menikah karena mau melanjutkan garis keturunan atau memang karena nggak mau kesepian sepanjang hidupnya." P. 97

"Karena Tante merasa hidup jauh lebih mudah waktu Tante bareng sama om kamu. Kadang satu alasan itu aja cukup. Kamu nggak mungkin betah hidup sama orang yang bikin kamu susah seumur hidupmu." P. 97

"Hidup selamanya sama satu orang itu sulit. Mungkin aja suatu hari nanti salah satu dari kami merasa kadar cinta makin berkurang. Nggak ada yang tahu. Tapi, semua pasangan selalu punya pilihan untuk bertahan atau menyerah." P. 98

"Cinta aja nggak cukup untuk membuat seseorang bertahan, Ger." P. 100

"Coba berhenti lari, Ger. Selama ini kamu cuma lari di lingkaran. Setelah lama lari, pasti ada waktunya kamu kembali ke titik awal seperti sekarang. Kamu tahu kita nggak akan selamanya dihadapkan sama pilihan yang menyenangkan, terutama saat tahu kamu nggak punya pilihan buat menghindar lagi." P. 114

"Semua orang punya rahasia masing-masing." P. 137

"Hiduplah buat diri lo sendiri. Bikin diri lo sendiri bangga. Berbanggalah karena lo bisa melewati hidup lo yang menyebalkan ini." P. 181

"Selama itu bisa bikin lo bahagia, nggak perlu pikirin hal lain lagi, Ger." P. 236

Sunday, January 7, 2024

[REVIEW] Swing

Swing

Kincirmainan

Elex Media Komputindo

472 Halaman

"Semua orang punya rencana. Kadang mereka memperhitungkannya, kadang terpikirkan begitu saja."


B L U R B

Cluster Permata Indah, hunian baru di pinggir kota, dikejutkan oleh sesosok mayat yang tenggelam di bathtub sebuah rumah. Yang pertama menemukannya adalah salah satu penghuni rumah sebelah.

Mahesa, penyidik muda yang menangani kasus tersebut, merasa heran. Apa yang dilakukan penghuni rumah sebelah itu pada tengah malam di lokasi kejadian? Tidak ada tanda-tanda perusakan atau bunyi gaduh yang didengar tetangga lain. Apalagi ternyata mayat itu ditemukan beberapa jam setelah waktu perkiraan tewas.

Kebigungannya semakin menjadi setelah Tara, tetangga seberan kediaman korban, mengatakan ada indikasi suami istri di kedua rumah tersebut bertukar pasangan.

Apakah tuduhan tersebut ada kaitannya dengan kejahatan yang terjadi? Sanggupkah Mahesa mengurai teka-teki yang pelik ini?

- - - - - - - - -

Berawal dari kepindahan pasangan Kalamia Modesta dan Malik Satya Hod ke sebuah rumah di pinggiran kota. Menurut Malik sudah seharusnya mereka hidup terpisah dari sang Ibu, dan juga pekerjaan Malik yang tidak terikat waktu dan tempat. Sementara pekerjaan Mia, adalah mensupport Malik, agar masakan yang dibuatnya bisa membuat orang lain tergoda untuk mengincip atau membeli resepnya. Jadi, jauh dari keramaian kota nggak menjadi masalah untuk mereka berdua.
"Cintamu terlalu dangkal. Perasaanmu terhadapnya hanya sebatas obsesi. Kamu menginginkannya... karena kamu nggak bisa memilikinya. Kamu hanya perlu meluapkannya sampai habis, nggak ada jalan lain. Habiskan, maka suatu hari kamu akan berhenti." P. 277
Sebagai tetangga baru, Mia tentu saja perlu untuk mengakrabkan diri dengan tetangga sekitarnya. Termasuk calon tetangga barunya yang ternyata orang yang datang dari dunia entertainment dan salah satunya, pernah menjadi masa lalunya. Menurutnya, tetangga barunya—Irma Kalia dan Anselimus Jalu—menyembunyikan sesuatu. Sejak kedatangan mereka berdua, Mia merasakan beberapa kejanggalan, mulai dari sikap Malik yang kelewat ramah terhadap Irma, atau Ansel yang berusaha kembali menghubunginya dan berusaha memberi tahunya tentang sesuatu.

Pada awal aku membaca blurb, aku mengira isi cerita ini tentang bagaimana cara polisi menemukan siapa pembunuhnya. Tapi ternyataaa.. enggak! Di bagian awal, memang dikasih tau siapa dan di mana orang yang meninggal, yang nggak kusangka adalah... cerita itu sendiri.

Hubungan Malik-Mia ini sebenernya menurutku cukup aneh. Malik yang sangat introvert dan gila kerja, ya tentu aja di dunia nyata ada laki-laki yang seperti itu. Gila kerja, cuek, dan nggak ada romantisnya, tapi Malik? Menurutku dia cowok yang aneh. Sementara Mia, aku merasa dia ini terlalu naif. Polos sekali. Berusaha untuk positif thinking di setiap perlakuan Malik. Padahal tingkah Malik-Irma ini cukup mencurigakan lho di beberapa bab lho.

Selama membaca ini, aku terus menebak, kenapa Irma terus mendekati Malik, atau kenapa Ansel berburuk sangka sama Malik, padahal Malik nggak keliatan mencurigakan. Tapi ternyata yang paling nyebelin di sini malahan Malik. Setiap karakter di sini kayak suspect banget. Setiap mereka punya alasan dan latar belakang sendiri. 

Di sini, aku merasa kasihan sama Irma dan Mia. Mereka terjebak dengan cara mereka berpikir. Irma dengan kesamaan masa lalunya dengan Malik yang menganggap bahwa mereka saling melengkapi satu sama lain. Sementara Mia, dia merasa utang budi dengan apa yang pernah dilakukan Malik untuk dirinya dan keluarganya di masa lalu. Sudah. Komplit. Malik dan segala kebaikannya kurasa.

Saat membaca Swing, aku bingung, kenapa judulnya Swing? Sampai di pertengahan novel, aku baru menyadari, swing dalam bahasa seks ini adalah bertukar pasangan. Kak Kincirmainan mengambil tema yang cukup 'panas' dan menantang. Ada beberapa adegan seks yang dimasukkan di sini, tapi bukannya terkesan murahan, malah menjadi salah satu aspek penting. Apalagi ini membahas hubungan pernikahan yang nggak cuma aneh, tapi 'cacat' juga.

Thriller salah satu genre novel yang cukup kusukai. Aku suka ketika menebak-nebak apa yang akan mereka lakukan, atau clue-clue apa yang ditebar sama penulisnya. Swing memiliki narasi yang cukup panjang, ini bikin aku harus konsentrasi waktu baca, biar nggak terlewat hal-hal yang dilakukan keempat karakternya. Penjelasan setiap karakternya juga cukup mendetail, endingnya cukup melegakan sekaligus nggak ketebak sih.

 

From the book...

"Orang yang berniat bunuh diri dengan menenggelamkan diri pastinya memilih kedalaman yang cukup. Salah satu cara mati yang paling menyakitkan adalah tenggelam, dan biasanya mereka mati setelah berjuang mati-matian melawan rasa sakit. Jika memungkinkan menyelamatkan diri, mereka akan melakukannya." P. 3

"Dia mencintaimu, Malik. It's the root of everything, tapi cinta saja kadang nggak cukup. Kamu selalu tahu dia mencintaimu, tapi lain denganku... lain denganmu.. dia bisa tanpamu... bukankah karena itu kamu nggak melaporkannya ke polisi, dan menyimpan rekaman videonya?" P. 206

"Mia... nggak ada laki-laki yang hanya menginginkan pasangannya saja yang berbahagia. Nggak ada manusia kayak gitu. Mungkin dia memang sangat mencintaimu. Did'nt he say... he will find a way? Sometimes... a broken person di crazy stuff we can't comprehend when they fall in love. We just need to know his reason." P. 222

"Semua orang punya rencana. Kadang mereka memperhitungkannya, kadang terpikirkan begitu saja." P. 233

"Cintamu terlalu menginginkannya...karena kamu nggak bisa memilikinya. Kamu hanya perlu meluapkannya sampai habis, nggak ada jalan lain. Habiskan, maka suatu hari kamu akan berhenti." P. 277


Friday, January 5, 2024

[REVIEW] Menanti Hari Berganti

Menanti Hari Berganti

Titi Sanaria

370 Halaman

Book Ease

"Bagi sebagian orang, kehidupan memang mudah. Mereka tidak perlu khawatir tentang apa yang harus dimakan, tempat tinggal yang layak, dan yang paling penting, tidak diganggu bayangan masa lalu yang seperti melekat, meskipun tak terlihat. Mengintai, menunggu saat kesadaran lengah untuk kemudian mengambil alih kendali."

 
B L U R B
 
Pelecehan seksual yang dialami Keira meninggalkan trauma mendalam.
 
Peristiwa itu membuat Keira yakin, dia tidak akan pernah bisa menjalani hubungan asmara. Kontak fisik dengan lawan jenis adalah hal mustahil.
 
Ketika seorang laki-laki keras kepala konsisten mendekatinya, untuk pertama kali Kiera memikirkan kemungkinan menjalani kehidupan normal seperti yang disarankan psikiaternya.
 
Masalahnya, apakah Kiera tega menyeret seseorang ke dalam ketidakpastian proses penyembuhannya?
Bagaimana jika dia tidak pernah bisa sembuh dari luka masa lalu?
 
- - - - - - - - -
 
Bagi Keira, kehidupannya saat ini sudah cukup. Pekerjaannya sebagai ghost writer cukup menyenangkan. Tidak perlu terlalu sering berinteraksi dengan banyak orang, harga atas pekerjaannya juga sangat cukup untuk menghidupinya dengan baik. Sayangnya, mimpi buruknya di masa lalu masih sering menghantuinya. Pelecehan yang pernah terjadi bertahun-tahun lalu, yang membuat mimpi-mimpinya harus dipendam, selalu membuatnya terbangun subuh-subuh. Bagaimana cara menghentikannya, Keira masih tidak tahu.
"Hidup dengan menyalahkan diri sendiri selama lebih dari sepuluh tahun pasti nggak mudah. Terutama karena dia tahu aku nggak pernah memakai uang yang rutin dia masukkan dalam rekeningku setelah aku bisa mencari uang sendiri. Dia pasti merasa dirinya nggak berguna. Sudah kerja keras mencari uang, tapi nggak dianggap oleh anak sendiri." P. 347
Klien terbarunya adalah seorang perempuan yang berdaya, memiliki yayasan yang mensupport perempuan dengan segala masalah pelik yang sering terjadi, dan juga cukup berpengaruh. Termasuk anaknya. Anak laki-laki yang ternyata masih ada hubungan teman dengan sahabatnya, terus mendekatinya. Dari gelagatnya, Keira sudah paham. Risyad adalah tipe laki-laki yang suka dengan tantangan, dan kali ini, Keira termasuk salah satu tantangan yang sepertinya akan disukai Risyad.

Rasa-rasanya, hidup sebagai Keira nggak gampang. Hidup dibayangi masa lalu yang cukup kelam, mimpi buruk yang kadang membuatnya kesulitan tidur, belum lagi dia harus menjaga jarak dengan laki-laki, supaya nggak memicu traumanya. Terbiasa menanggung itu semua membuat Keira jadi terbiasa tidak banyak bercerita.

Awalnya, aku cukup kesal dengan Keira yang selalu memandang rendah dirinya, merasa bahwa hidupnya tidak cukup layak untuk dihargai. Belum lagi dia ini terlalu pesimis! Ya ampun, gemes banget. Segalanya jadi terasa salah di mata Keira, cara Risyad yang memperlakukannya dengan baik, atau bagaimana perhatian-perhatian yang diberikan orang-orang terdekatnya.

Selama membaca ini, jujur aku beberapa kali memberi jeda. Soalnya baca kisah Keira ini perlu banyak energi, bukan karena alurnya yang lambat, tapi karena Keira yang terlalu pesimis. Jadi aku ikut menyelami juga karakter Keira. Kayaknya udah beberapa tahun belakangan, isu kesehatan mental jadi salah satu hal yang cukup diperhatikan dan banyak orang yang sudah sadar tentang hal ini. Menurutku ini bagus, karena waktu Keira mengalami pelecehan seksual, tidak ada yang menolongnya, bahkan dari keluarga terdekatnya pun enggak. Malah menuduh Keira yang mungkin menggunakan pakaian yang menggoda.

Respon yang kayak gitu tuh nggak membantu. Sungguh. Setidaknya dengarkan suaranya, ceritanya, jadi nggak membuat seseorang trauma. Udah nggak didengar, dituduh pula. Kan jadi kapok ya. 

Aku suka ketika Keira mau perlahan-lahan keluar dari zona nyamannya. Langkahnya pelan banget, tapi pasti. Tentu saja ini juga dengan bantuan dari berbagai pihak. Aku juga suka dengan cara keluarga Risyad yang mau menerima Keira lengkap dengan masa lalunya dan nggak banyak menuntut! Ya ampun, kayaknya orang dengan pemikiran seperti ini harus diperbanyak.

Kayaknya ini salah satu buku kak Titi yang paling menyesakkan buatku. Teruntuk kalian yang berniat membacanya, saranku sebaiknya bacalah saat suasana hati sedang tidak terbebani apapun. Biar nggak terguncang.


From the book...
"Bagi sebagian orang, kehidupan memang mudah. Mereka tidak perlu khawatir tentang apa yang harus dimakan, tempat tinggal yang layak, dan yang paling penting, tidak diganggu bayangan masa lalu yang seperti melekat, meskipun tak terlihat. Mengintai, menunggu saat kesadaran lengah untuk kemudian mengambil alih kendali." P. 22

"Hubungan yang harmonis itu adalah komunikasi ranjang yang sangat berhasil. Gue juga lihat itu dari hubungan orangtua gue." P. 32

"Yang terjadi di masa lalu bukan salah kamu, jadi jangan pernah berpikir kalau diri kamu jadi nggak berharga. Hanya karena orang tolol yang menilai seseorang dari masa lalu. Dan kalaupun kita benar-benar melakukan kesalahan, memangnya kenapa? Kita manusia. Kita belajar dari kesalahan-kesalahan yang kita buat. Yang salah itu adalah melakukan sesuatu yang terlarang dengan sengaja, dan terus mengulangnya. Itu yang disebut tolol." P. 125

"Kalau bicara nominal, ukuran tiap orang berbeda sih, Mas. Jumlah yang menurut saya bagus, untuk Mas mungkin nggak seberapa. Itu balik lagi karena standar hidup dan kebutuhan tiap-tiap orang berbeda." P. 133

"Lo nggak perlu kenal semua perempuan di dunia untuk tahu orang yang cocok sama lo, Bro. Saat bertemu orang yang tepat, lo akan tahu aja. Itu dari dalam hati." P. 151

"Tentu saja kebahagiaan kamu nggak tergantung pada orang lain. Kita yang memegang kendali hidup kita, Kiera. Tapi rasanya sayang saja kalau kamu nggak memberi diri kamu sendiri kesempatan menaklukkan ketakutan kamu. Mungkin nggak sekarang, karena pasti butuh waktu untuk mengubah sudut pandang." P. 171

"Rasanya selalu sedih saat melihat orang yang meragukan diri sendiri karena perbuatan bejat seseorang di masa lalu. Karena itu yang biasanya terjadi pada korban seperti kamu. Saya harap kamu nggak menyerah pada keinginan punya pasangan hodup seperti beberapa orang yang pernah saya kenal." P. 171

"Maksud saya, terima aja kalau seseorang memuji kamu. Jangan meragukan penilaiannya hanya untuk terlihat nggak sombong. Nggak mengakui kamu cantik jatuhnya jadi munafik, kan?" P. 205

"Jatuh cinta sama kamu itu bukan keputusan saya, Kie. Meskpun belum pernah punya hubungan dengan seseorang, kamu juga pasti tahu kalau kita nggak bisa memilih dalam urusan cinta. Itu datang dari hati, bukan kepala." P. 232 to 233

"Kita mulai pelan-pelan saja, Kie. Kita berjuan bersama. Semua orang selalu lebih menghargai sesuatu yang didapatnya melalui perjuangan. Saya yakin kita juga akan merasa seperti itu." P. 234

"Itu hak lo sih, Kha. Nggak ada yang akan memaksa lo untuk percaya juga, kan? Tapi gue yakin kok kalau persepsi orang bisa berubah. Tunggu aja sampai lo ketemu orang yang tepat. Orang yang nggak hanya bikin lo memikirkan tempat tidur saat ketemu dia." P. 252

"Kalau beneran cinta, menghabiskan waktu bersama jadi kebutuhan, bukan kewajiban. Itu menurutku sih, Kie. Tapi tiap orang punya persepsinya sendiri. Menurutmu?" P. 270

"Hidup dengan menyalahkan diri sendiri selama lebih dari sepuluh tahun pasti nggak mudah. Terutama karena dia tahu aku nggak pernah memakai uang yang rutin dia masukkan dalam rekeningku setelah aku bisa mencari uang sendiri. Dia pasti merasa dirinya nggak berguna. Sudah kerja keras mencari uang, tapi nggak dianggap oleh anak sendiri." P. 347