Sunday, April 30, 2023

[REVIEW] >9SR

>9SR
Huning Margaluwih
26 Parts on Cabaca — Ending

"Salah satu cara termudah untuk memprediksi bencana adalah dengan memperhatikan perilaku hewan di sekitar kita."

Friday, April 14, 2023

[REVIEW] Tabah Seperti Tanah Basah oleh Hujan

Tabah seperti Tanah Basah oleh Hujan

@Andromeda_Nisa

171 Halaman

Klik Media

"Kalimat yang tdak ingin kumengerti, "Dia baik-baik saja tanpamu.""


B L U R B

Buku ini adalah tentang rupa-rupa patah hati. Begitu banyak daftar kehilangan tersusun di sini.

Di Bab 1 tentang "Balada, Patah Hati, Kotak Pesan"; ada yang bercerita tentang "Perasaan yang Tak Pernah Sampai", "Yang Tidak Pernah Kembali Bertemu", hingga "Tahun-Tahun Kelam".
 
Lalu Bab 2, "Melepaskan Atau Dilepaskan" ; ada rasa-rasa yang dibagi saat hati "Mengizinkan Pergi", Mengembalikan Rasa", atau "Membawa Luka".
 
Di Bab 3 masih saja ada duka saat "Menceritakan Kesedihan" ; ketika hati bertanya "Haruskah Berakhir?", tentang "Kesedihan yang Beum Reda", "Bagian yang hilang", "Bagian Terpatah", "Lelah yang Mungkin Tak Berujung".

Sedih memang. Namun, asa akan selalu ada, terlebih saat membaca tulisan "Aku Doakan Kamu", dan bagaimana "Caraku Menemukan Rindu".

Bersemangatlah, hati. Tabahlah seperti tanah yang basah oleh hujan. Pupuklah bahagiamu dengan membaca tulisan di sini. Agar ketika kau merasa begitu terluka dan begitu berat menjalani hari-harimu, kamu tak merasa sendiri. inilah sebuah buku yang akan menjadi teman kala hatimu sedang tidak baik-baik saja. Tabahlah.

- - - - - - - - -

Awal aku membaca ini, aku kira ini adalah buku puisi. Eh, di beberapa halaman selanjutnya ada cerita pendeknya. Ini sih lebih mirip sebuah diary. Diary patah hati.

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Bab 1nya adalah Balada, Patah Hati, Kotak Pesan, bab 2 adalah Melepaskan atau Dilepaskan, dan bab terakhir Menceritakan Kesedihan. Di setiap babnya akan ada sepenggal puisi, dan juga cerita pendek, serta bagaimana perasaan penulisnya.

Aku suka dengan konsep penulisannya, tidak panjang, tapi sampai di aku. Beberapa kali aku terhanyut saat membaca penggalan puisinya. Diabaikan orang yang pernah kita sayangi sepenuhnya itu, nggak pernah enak. Melepaskan mereka, melihat bahwa ternyata mereka baik-baik saja tanpa kita, itu menyesakkan.

Tapi nyatanya, pelan-pelan sambil jalan, kita bisa juga kok seperti mereka. Bisa kembali lagi seperti dulu tanpa perlu kesakitan lagi, nggak perlu overthinking berlebihan memikirkan bahwa itu adalah kesalahan kita.

Awalnya aku mengira, tabah seperti tanah basah oleh hujan itu maksudnya kita pokoknya harus nerimo apapun yang terjadi dalam hidup kita. Yang penting kita sudah menjalaninya dengan baik. Tapi ternyata bukan begitu. Tabah dan tetap menjalani hidup, berhenti bila memang dibutuhkan, tapi tetap jalan maju ke depan.

Tuesday, April 11, 2023

[REVIEW] This is Me!

This is Me!

Muhajjah Saratini

233 Halaman

Klik Media

"Hidup bukan melulu materi, tetapi kesempatan itu ada dan kamu yakin bisa meraihnya, kenapa tidak dikejar? Jangan memnbodohi diri sendiri dengan berbagai alasan tidak bermutu."


B L U R B

Setiap orang bebas mengambil jalan yang disukai dan diyakini.
Setiap orang berhak untuk mencintai diri sendiri sebelum mengurusi banyak kepentingan, menyiapkan apa pun yang diperlukan untuk kenyamanannya, juga mendukung agar ekspresi, kreativitas, dan kemampuannya dikembangkan semaksimal mungkin agar tidak menjadi zombie-zombie tanpa tujuan.

Buku ini mengajak meninggalkan mereka yang menjadi makhluk-mekhluk yang kehilangan arah dan tujuan dalam kehidupannya, yang menjadikan rutinitas sebagai pembunuh sisi kebebasan jiwa merdeka. Disertai beberapa kuis kepribadian dan lembar kosong untuk tulisan, demi membebaskan dan mengekspresikan perasaanmu.

Sebab, jiwa yang merdeka tentu akan menghasilkan keinginan untuk menjadi jiwa yang lebih kuat!

- - - - - - - - -

Siapa di sini yang suka jadi people pleaser alias lebih suka menyenangkan orang lain ketimbang diri sendiri? Yuk ngacung yuk! Sadar nggak sadar, kadang kita tuh lebih banyak memikirkan perasaan, kepentingan dan pendapat orang lain. Mulai dari cara berpakaian, makanan, bahkan sampai ke kehidupan pribadi. Sebagian orang, bisa menolak atau memfilter pendapat orang, tapi ada juga sebagian yang nggak bisa menolak. Alasannya bisa karena takut nanti akan ditolak dan disisihkan, atau nggak enakan.
"Memaksakan diri menerima kepribadian buruk orang lain akan merusak bukan hanya jiwa, melainkan juga fisik kita." P. 69
Seringkali juga, kita tuh suka menunda-nunda waktu untuk mengerjakan sesuatu. Selalu akan ada hari esok, itu alasan yang sering dipakai. Nanti bisa dikerjakan lagi, nggak ada ide, dan alasan atau distraksi lainnya. Padahal kan itu harus dikerjakan sesegera mungkin, supaya nggak menumpuk, nggak dikerjakan mendekati deadline.
 
Hal kecil yang sedikit banyak nggak kita sadari, karena merasa ada pembenaran lain, misalnya lagi capek, kepala pusing, ada kerjaan lainnya. Nah, ternyata itu tuh ada alasannya, kenapa kok bisa jadi pribadi yang seperti itu. Di buku ini banyak banget penjelasan tentang kepribadian yang diambil dari teori-teori psikologi. Selain itu, ada juga kuis kepribadian yang kayak jaman dulu ada di majalah gitu. Jadi ikutan semangat ngisi dan ngitung hasilnya.

Ada diselipkan juga cerita-cerita yang terkait dengan pembahasan di setiap babnya, dan juga ada refleksinya. Beneran berasa ikutan kelas, padahal enggak. Menarik!

Aku suka sekali dengan bukunya. Beneran bikin kita tuh jadi mengenal diri sendiri, lebih menyadari dan mengubah hal-hal yang sebelumnya buruk, jadi lebih baik lagi!

Monday, April 10, 2023

[REVIEW] Perempuan yang (Tak) Sempurna

Perempuan yang (Tak) Sempurna

Mei Shin Manalu

45 Parts on Cabaca — Ending

"Semua perempuan mungkin bisa memiliki anak, tapi tidak semua perempuan bisa memiliki kecakapan untuk menjadi seorang ibu, Sayang."


B L U R B

"Nduk, menjadi perempuan itu harus melalui tiga fase. Pertama sebagai putri, kedua sebagai istri, dan ketiga sebagai ibu. Kalau kamu sudah mencapai ketiga fase itu, barulah kamu bisa dikatakan sebagai seorang perempuan yang sempurna."
*** 
Tujuh tahun Savita menikah dengan Dipta, dosen filsafat di kampusnya dulu, dan selama itu pulalah ia harus menerima tudingan dan cemoohan mertua soal dirinya yang mandul.

Satu-satunya yang menawarkan kenyamanan bagi wanita itu kini hanyalah perpustakaan Mahesa. Sejenak, Savita bisa menenangkan diri kala bekerja menjaga perpustakaan adik tingkatnya itu. Namun, suatu malam, masalah yang mengimpit dan kenyamanan yang Mahesa tawarkan membuat keduanya menghabiskan malam di tempat tidur.

Dua bulan kemudian pun, Savita dinyatakan hamil. Mahesa terus menanyakan apakah anak yang wanita itu kandung adalah anaknya, sementara di satu sisi Dipta menyambut bahagia berita kehamilan sang istri.

Apa yang harus Savita lakukan? Haruskah ia jujur jika bayi yang dikandungnya merupakan anak Mahesa? Ataukah selamana ia simpan saja rahasia itu rapat-rapat demi kebahagiaan rumah tangganya dan Dipta?

- - - - - - - - -

Tinggal di Indonesia, menikah dan nggak kunjung punya anak ini jadi salah satu masalah yang bisa memancing pertikaian, mungkin bisa geger dunia pencak silat. Sama halnya dengan kasus Savita-Dipta. Menikah bertahun-tahun, kehidupan seks yang baik, tapi mereka nggak kunjung punya anak. Seringnya, Savita dibilang mandul oleh mertuanya. Hampir setiap hari mendengar sebutan mandul, membuat Savita lama-lama juga kesel, tapi dia nggak bisa berbuat apa-apa.
"Kenapa kamu pikirkan perkataan orang lain? Kamu tidak hidup dari mereka dan mereka juga tidak hidup darimu. Dan juga yang terpenting bagi Tante itu dirimu, Savita. Bukan orang lain. Tante sama sekali tidak peduli dengan mereka."
Dalam sehari-harinya, Savita hidup sebagai ibu rumah tangga. Semenjak ibu mertuanya merasa bahwa Savita dan Dipta terlalu capek bekerja, akhirnya Savita memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Dipta pun merasa lebih baik kalau Savita di rumah saja, menyambutnya ketika pulang bekerja.

Sampai akhirnya, Savita memutuskan untuk bekerja di perpustakaan dekat rumahnya, yang ternyata ini adalah milik adik tingkatnya. Seiring berjalannya waktu, Mahesa memiliki daya pikat dan kenyamanan yang dibutuhkan Savita. Hal inilah yang membuatnya melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan.


Warning dulu, sebelum baca ini, harus mempersiapkan batin dan mental yang bener-bener tidak mudah emosi. Karena aku selama baca novel ini, EMOSI BANGET! 

Sebelum ke ceritanya, memang ada baiknya kita kenalan dulu sama tokohnya ya. Ada Savita yang menikah dengan Dipta, salah satu dosen filsafat muda di kampusnya. Bagi Savita, Dipta ini cowok yang ngemong banget. Bisa manjain Savita, ganteng pula. Jadi Savita tuh ngerasa seneng pas bisa ngedapetin Dipta, bayangin aja, saingannya anak sefakultas, bisa dikalahin sama Savita. Kehidupan mereka juga tenang-tenang aja, meskipun masih belum ada anak, dan Dipta yang mulai sedikit protektif sama Savita.

Emang kadang perempuan tuh susah banget ya diterima di keluarga pihak laki-laki, sebaik apapun, sesopan apapun, masih ada aja celanya di mata mertua. Ya meskipun nggak semuanya begitu, tapi mertuanya Savita ini tipe mertua pada umumnya, udah mulutnya tajem, suka nyindir, dan adaaaa aja komennya. Masih belum punya anak sampai beberapa tahun pernikahan, juga jadi salah satu sindiran dari mertuanya ini. Dibilang mandul lah, nggak mampu lah. Kesel banget deh pokoknya.

Alur ceritanya menurutku menarik banget. Karena nggak cuma ngebahas tentang kehidupan pernikahannya Savita aja, tapi juga masa lalunya gimana. Jadi kita tau, dulunya Savita orang yang kayak gimana, sebelum ketemu Dipta yang hhhh.. embuhlah sama cowok satu ini. Ternyata dulu Savita ini orangnya ceria, suak banget ketemua sama orang baru. Sayangnya, sejak menikah sama Dipta, dia tuh berubah banget. Apalagi Dipta selalu bilang dia nggak perlu begini begitu.

Perselingkuhan, dalam bentuk apapun itu nggak pernah bisa ku terima. Karena menurutku, selingkuh itu penyakit yang nggak bisa sembuh, sampai kamu sendiri yang memang mau berubah. Baru deh bisa berhenti. Selama kamu masih terus mencari, ya nggak akan pernah ada ujungnya. Tapi dalam kasus Savita ini, aku di tengah-tengah! Nggak bisa milih.

Faktor kehamilan itu kan nggak hanya dari satu pihak aja. Seringnya, kalau sampai nggak kunjung punya anak, yang kena selalu yang cewek. Padahal bisa aja sperma pasangan yang lemah, atau ada alasan kesehatan lainnya. Nah, ini yang sering terjadi, termasuk juga di kasusnya Savita. Pas Savita ngecek, dia nggak ada masalah apapun, aku ngerasa kalau masalahnya ada sama Dipta. Tapi ada plot twist! Tetep masalahnya di Dipta sih memang, cuma aku nggak nyangka aja.

Aku suka dengan temanya, meskipun nggak suka perselingkuhannya ya. Kehidupan pernikahan itu selalu menarik buat aku. Setelah baca secara keseluruhan, jujur aku kasian sih sama Savita, dia itu jadi orang yang beda banget soalnya. Padahal kan, menikah bukan berarti bakal mengubahmu sepenuhnya.


From the book...
"Tidak ada kebahagiaan sejati yang tercipta dengan mengorbankan kebahagiaan orang lain, Sayang. Kamu dan aku harus bahagia terlebih dulu agar Kaiya bisa bahagia. Bagaimana seorang anak bisa tumbuh dengan baik di antara orang tua yang tidak bahagia?"

"Orang tua marah itu wajar, Sayang. Tapi bukan berarti kita juga harus marah pada mereka. Lagi pula, yang salah adalah kita. Sudah seharusnya kita meminta maaf pada Bapak. Setelah itu, apakah Bapak mau memaafkan atau tidak, itu hak Bapak. Yang penting kita sudah melakukannya dengan tulus."

"Semua perempuan mungkin bisa memiliki anak, tapi tidak semua perempuan bisa memiliki kecakapan untuk menjadi seorang ibu, Sayang."