Sunday, March 29, 2020

[Review] Love, Lost & Found


Judul : Love, Lost & Found

Penulis : Titi Sanaria

Penerbit : Elex Media Komputindo

Tebal : 329 Halaman

"Yang mau gue bilang, kita nggak bisa menghakimi orang cuma dari penampilan aja. Semua orang lebih kompleks di dalam, daripada apa yang dia tunjukin di luar."


BLURB

Kara menikmati hidupnya yang sekarang. Dia punya pekerjaan yang disukai dan tinggal jauh dari ibunya yang superposesif.

Semuanya terasa begitu sempurna pada mulanya. Sampai suatu hari sepupu yang menjadi mimpi buruknya muncul dan bekerja di kantor yang sama dengannya. Seolah kenyataan itu masih belum cukup menyebalkan, cinta monyet yang telah menorehkan luka di masa lalunya muncul kembali.

Setelah itu Kara merasa seperti hidup dalam bayang-bayang masa lalunya. Bertemu dua orang yang tidak ingin dihadapinya selama lima hari dalam seminggu? Kedengarannya memang seperti mimpi buruk yang sempurna.

- - - - - - - - -

Kara, si cewek introvert, mukanya lempeng abis. Bener-bener minim ekspresi, antara marah, kesel, ngelucu sama ngambek nggak ada bedanya. Cuma Mama, Papa, Genta, sama Jingga, orang di kantonya yang betah sama sikapnya Kara yang super lempeng ini. Selain sifat dan ekspresinya yang datar, badannya Kara juga nggak beda jauh. Dia kurus. Mungkin buat sebagian orang, kurus udah jadi idaman. Tapi buat Kara? Itu bencana.
"Orang cantik mah bebas. Manner belakangan, yang penting cantik aja dulu." — P. 18
Definisi cantik buat sebagian orang mungkin berbeda. Hal itu juga yang dialami Kara. Karena dia sendiri menerima bullying karena badannya yang kurus, dia jadi nggak pede. Makanya, dia selalu minder kalo misalnya ada cowok yang mulai ngasih sinyal deket-deket sama dia. Atharwa salah satunya. Cowok yang dulunya sempat deket sama dia waktu SMA, dan kemudian muncul lagi di kantornya. Kemunculannya yang mendadak bersama Pretty, sepupunya yang bahkan sampe sekarang nggak pengen ditemuinya karena sikapnya yang nyebelin. Munculnya dua orang ini membuat Kara kembali seperti masa-masa SMAnya. Mulai minder, nggak pede, dan berusaha supaya menghindari mereka berdua. Tapi apa bisa? Mengingat mereka juga selalu ketemu di kantor.


Ngbaca Kara, jadi inget aku sendiri. Kurus, pendek. Udah, lengkap. Sering banget dibilang bantet dan segala macem. Produk gagal juga salah satunya. Awalnya sih bete, lama-lama juga udah kebiasa, dan kadang dibawa becanda juga. Tapi nggak semua orang kayak aku kan? Kara salah satunya. Selain bullying, ada hal lain juga yang sempet diomongin sama Pretty yang kemudian malah bikin Kara semakin down. Sedih sebenernya. Padahal Pretty udah dipercaya, bahkan dia udah jadi sahabatnya Kara, tapi malah nglakuin hal yang sebaliknya.

Yang aku suka di sini tuh keluarganya Kara. Meskipun mamanya super lebai dan over protektif, dia itu cuma nggak mau Kara kenapa-napa aja. Sama kayak ibu kebanyakan yang nggak pengen anaknya kenapa-napa. Selain itu, aku juga suka sama Genta! OMG, kayaknya kalo ada kakak idaman, Genta masuk jadi kakak yang harus dipanut sama semua kakak-kakak di luar sana. Jatuh cinta banget aku tuh sama Genta. Cara dia memperlakukan adiknya tuh berasa kayak pacar. Kan jadi sayang akunyaa..

Selain ngbahas tentang insecurity, di sini juga ngbahas pentingnya komunikasi. Kalo nggak, bahaya! Bisa salah sangka dan nantinya malah nimbulin perpecahan karena hasil pemikiran sendiri. Jadi kalo ada yang memang nggak suka, ya bilang. Sampein ke orangnya langsung, biar orangnya ngerti, nggak dari orang lain, apalagi kalo udah banyak campuran tangan orang lain. Biasanya ditambahin bumbu-bumbu yang bikin pertengkaran semakin hebat.


Quotable:
"Gue nggak mau adek gue bareng laki-laki yang nggak cukup baik. Gue sayang banget sama lo. Jadi kalau suatu saat gue sama Papa berani lepasin lo buat dijaga orang lain, kita harus beneran yakin dia bisa menjaga lo sebaik yang selama ini kita lakukan buat bikin lo nyaman." — P. 58

"Aku ngerti. Tapi cinta itu dirasakan oleh hati, Kara. Bukan sesuatu yang dianalisis dengan logika. Kalau aku bisa memilih, aku akan menjatuhkan pilihan kepada orang lain yang aku tahu pasti juga menyukaiku. Tapi aku nggak bisa melakukan itu, karena hatiku memilih kamu, dan nggak mau yang lain. Dan aku nggak bisa melawan kata hati, karena aku tahu sesuatu yang berasal dari hati itu kebenaran yang harus diterima." — P. 216

"Sayang, orang menikah itu perlu cinta. Itu bener banget. Hubungan pasangan yang memutuskan berumah tangga karena cinta pasti lebih kukuh. Tapi cinta bukan satu-satunya hal penting. Kemapanan ekonomi terkadang lebih berperan merekatkan rumah tangga daripada cinta. Cinta nggak bisa ditukar buat beli beras dan susu bayi. Popok dan tisu basah itu dibelinya pakai uang." — P. 238

Wednesday, March 25, 2020

[Review] Scandalicious Siblings


Judul : Scandalicious Siblings

Penulis : Vinca Callista

Penerbit : Falcon Publishing

Tebal : 284 Halaman

"Kamu punya aku, Key! Kamu selalu punya aku."


BLURB

"Keempat anak Arjawuni berbagi kisah. Tentang kehidupan mewah mereka yang penuh kontroversi, tentang pertikaian mereka, tentang percintaan merek, dan tentang rahasia yang haya akan mereka bagi dengan kalian."

Kendita Arjawuni, si sulung, pernah mencoba jadi aktris tapi akhirnya hanya terlena menikmati segala fasilitas hotel keluarga Arjawuni di Indonesia. Tanpa pernah ia memikirkan lagi pekerjaan atau kariernya. Keyman Arjawuni, hidup dengan penuh filosofi pribadi, memutuskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang boros Arttra Arjawuni, cerdas dan tegas, tipikal perempuan modern yang ambisius dan ingin membangun bisnis sendiri. Ia ingin lekas melepaskan diri dari tanggung jawab mewarisi bisnis keluarga dn membuat namanya dikenal karena kesuksesan bisnisnya sendiri. Akaca Arjawuni, si bungsu, milenial yang berusaha keras menjadi social media influencer. Ia dan teman-temannya gemar berbelanja dan mengeksplorasi tren kekinian. Kuliah hanya demi mendukung profilnya sebagai selebritas.

Keempatnya telah terbiasa menjalani kehidupan dengan cara masing-masing. Namun, drama hidup mereka baru saja dimulai sejak adanya suatu pengumuman yang menggemparkan. Konflik dalam keluarga Arjawuni semakin sengit, penuh masalah yang menyadarkan dan mendewasakan diri mereka, bahwa hidup tak sesantai menghamburkan uang orang tua.

- - - - - - - - - - -

Gimana sih rasanya jadi anak orang kaya yang kalo ngeluarin duit nggak pake mikir? Pasti menyenangkan kan? Hal yang sama juga dialami sama anak-anaknya Arjawuni. Sayangnya, hal ini nggak akan berlangsung lama, karena sang Ibu, Anneta Arjawisesa sudah mengeluarkan perintah untuk anak-anaknya agar bekerja di hotel yang mereka miliki. Apakah mereka mau? Tentu aja nggak! Apalagi mengingat mereka dengan gampang ngeluarin duit, nggak perlu mikir, jadi buat apa mereka bekerja?
"Iya. Selama hidup, perasaan manusia pasti akan selalu terasa kosong, dan itu enggak bisa hilang secara permanen hanya dengan berada di keramaian. Bahkan di keramaian juga kita masih suka merasa 'sepi', kan?" — P.113
Karena mereka menolak untuk melakukan keinginan Ibunya, maka ada konsekuensi yang harus mereka tanggung. Konsekuensi inilah yang kemudian membuat mereka berpikir ulang bagaimana gaya hidup mereka selama ini. Bagaimana cara mereka mengelola uang, mimpi, dan kehidupan mereka ke depannya.


Suka banget pas ngebaca ini. Tipikal anak orang kaya yang kebanyakan nggak bisa apa-apa, tapi gayanya selangit! Hahaha.. Sering banget ditemui di dunia nyata. Aku suka banget sama konflik yang dibuat di sini. Sebenernya gampang sih mungkin buat sebagian orang. Tapi dengan gaya nulisnya kak Vinca, jadi geregetan sendiri pas baca.

So far, favoritku masih Arttra. Nggak cuma pintar, dan bisa diomongin, dia punya mimpi yang jelas daripada kakak-kakaknya atau adiknya. Selain itu, dia juga nggak kekanakan, hati nuraninya masih kepake, egonya masih bisa direndahin. Dan kurasa, gambaran Arttra ini mirip sama kak Vinca sendiri. Hehehe. Kalo masalah hubungan kekeluargaannya, kayaknya keluarga mereka ini bisa dibilang kurang deket gitu deh. Makanya hubungan antar anak dan orangtua juga berjarak, dan jaraknya cukup bisa dirasakan. Ya mereka deket, kalau pekara minta duit. Sisanya, bye-bye.

Aku juga cukup dibuat penasaran sama sosok 'aku' di sini. Karena sampai akhir, aku nggak nemuin siapa yang jadi 'aku' sebenernya. Last, aku menunggu banget episode keduanya!

Sunday, March 22, 2020

[Review] Resilience : Remi's Rebellion


Judul : Resilience : Remi's Rebellion

Penulis : Nellaneva

Penerbit : Bhuana Sastra

Tebal : 479 Halaman

"Mungkin yang manusia butuhkan cuma orang-orang yang tepat untuk menyelamatkan mereka."


BLURB

Masalah terbesar Remi:
- Aneh
- Sulit bergaul
- Tidak punya teman

Remi, 16 tahu, hanya satu dari sedikit populasi siswa aneh dan introver di sekolahnya. Bukan kutu buku, bukan juga genius perfeksionis. Sehari-hari hanya berkhayal, berkeliaran, dan menghabiskan waktu sendiri. Karena suatu mimpi, dia bertekad melakukan perubahan dengan melibatkan Kino, ketua kelasnya yang supel. Bersama Kino, dia memulai pemberontakan—Rebellion—yang mengajarkan hal-hal baru soal persahabatan dan pengembangan diri.

Namun menginjak usia seperempat abad, usai ditinggal sahabat terbaik dan menghadapi kegagalan dalam meraih cita-cita, Remi merasa kembali ke titik awal. Dia pun mencari arti lain dari pemberontakannya, lewa kakak beradik—Emir dan Elang—yang mengentarkannya pada solusi baru: Resilience.

Bukan sekadar mengejar cinta, ini adalah perjalanan mencari jati diri ketika konflik batin yang berasal dari diri sendiri.

- - - - - - - - - -

Mari mengenal Remi, si anak introver, yang kalau kita lihat dari luar bakalan kayak anak pintar menyebalkan lainnya. Kuper, nggak punya temen, dan bahkan penyendiri! Nggak banget deh pokoknya. Dia sendiri juga nggak begitu suka berteman. Dalam melihat lingkungan pertemanan di sekolahnya pun, dia memiliki pandangan sendiri. Anak-anak famous di sekolah itu menyebalkan! Hari itu dia bermimpi, mimpi yang cukup buruk untuk Remi, dan hal inilah yang kemudian memacunya untuk memiliki temen. Aneh nggak sih?
"Bukan, duh! Ajari aku berteman!" — P. 27
Mengajak Kino, sang ketua kelas, Remi mulai sedikit menunjukkan perubahan. Meskipun kadang Remi kembali jadi Remi yang pendiam dan takut berteman. Sebenernya Remi nggak takut berteman, hanya aja, nggak tau juga apa yang perlu dibahas, karena dia terlalu to the point, padahal, kadang memulai pertemanan perlu basa basi busuk juga kan? Di sinilah dia berproses. Nggak cuma itu aja, di sini juga diceritakan sampai ke umur Remi berikutnya. Masih dengan Remi yang kadang balik lagi ke cara pikirnya yang malah bikin dia pusing sendiri!


Sebagai ekstrover, aku cukup bete sama Remi pas ngebaca ini. Why? Karena jujur aja, Remi kadang mempersulit dirinya sendiri! Atau karena aku ngeliatnya dari sisi ekstroverku ya? Jadi gemes banget sama cara mikirnya Remi, meskipun di beberapa hal, pemikiran dia sama kayak pemikiranku.

Nggak cuma lingkup pertemanan Remi aja, tapi juga membahas latar belakang keluarganya. Ya nggak cuma Remi sih, Emir, Elang, Kino dan beberapa orang lainnya juga dibahas. Apa sih yang membentuk kepribadian mereka? Kenapa sih sikap mereka jadi kayak sekarang? Dan ternyata, keluarga cukup berpengaruh besar lho. Mengingat lingkungan pertama yang kita kenal pasti lingkungan keluarga dulu kan?

Selain masalah keluarga, di sini juga membahas cara pandang seseorang terhadap hidupnya. Cara Remi memandang hidupnya juga sering banget kita alami lho guys! Kadang kita berpikiran hal yang sama kayak Remi, atau malah lebih parah.

Overall, suka banget sama novel ini. Meskipun banyak narasi karena novelnya berbentuk diari gitu.


Quotable:
"Dalam berteman, suka atau tidak, aku harus memberi orang-orang kesempatan untuk terkoneksi denganku, seperti halnya mereka membuka kesempatan untuk menerimaku (hampir) apa adanya." — P. 131

"Satu hal yang kupelajari, ketika kamu sedang merasa sangat sedih, jangan terlalu lama membiarkan dirimu terkurung sepi. Jangan selalu menyendiri sebab pikiran-pikiran buruk akan semena-mena merasukimu." — P. 245

"Kebermaknaan. Hidup untuk memberi manfaat bagi orang lain yang membutuhkan. Hidup untuk membantu orang banyak tanpa mengutamakan kebahagiaan diri sendiri. Bahagia datang dan pergi dengan cepat, tetapi makna membekas bagi orang yang kita tolong." — P. 327

Monday, March 16, 2020

[Review] Asa Ayuni


Judul : Asa Ayuni

Penulis : Dyah Rinni

Penerbit : Falcon Publishing

Tebal : 232 Halaman

"Jangan memutuskan perasaanmu sekarang. Perasaan, seperti laut, juga bisa berubah. Kadang pasang, kadang surut. Hanya saat tenang, kita bisa tahu perasaan kita yang sebenarnya."


BLURB

Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.
Di salah satu bloknya, ada sebuah rumah, yang kalau kau masuk ke dalamnya akan merasakan nuansa paduan klasik dan modern. Desainnya tampak chic, dan bantal pink elektrik di atas sofa cokelat akan membuatmu betah di sana.
Seorang perempuan yang pandai membuat kue tradisional akan menjadi teman ngobrolmu. Dia punya toko kue tak jauh dari rumahnya. Dia sedang berduka, baru saja kehilangan suaminya. Ada getir terpacar dari matanya. Namun, dia amat terlihat berusaha tegar. Perempuan itu Ayuni. Perempuan manja yang sedang berpura-pura tangguh demi memupuk asanya yang baru saja hancur.

- - - - - - - - -

Ayuni, seorang ibu rumah tangga yang memiliki sebuah toko kue yang hmm.. cukup dikenal karena makanan tradisional yang dijual. Meskipun bentuk tokonya sangat nggak tertata, baik dari segi penampilan toko maupun suasana toko itu sendiri. Selain itu, Ayuni juga memiliki seorang suami dan anak. Aldi namanya. Sayangnya, Ayuni tidak begitu memperhatikan Aldi, karena Aldi adalah seorang anak yang berkebutuhan khusus. Ya nggak khusus yang untuk mandi dan makan harus melulu disuapi, tapi Aldi memiliki fokus terhadap benda tertentu, belum lagi, apabila sudah menjadwalkan sesuatu, hal itu harus dilaksanakan tepat waktu, atau Aldi akan tantrum.
"Apa Mbak Amaya bisa hidup tanpa Mas Indra?"
"Tadinya aku pikir tidak bisa. Namun, pada akhirnya, kita selalu menemukan cara untuk bertahan hidup." — P. 129
Satria, suami Ayuni yang baru saja meninggal membuat Ayuni kelimpungan. Kelimpungan dengan tokonya pun dengan mengurus Aldi. Bagaimana caranya mengurus Aldi? Apalagi bila Aldi mulai menanyakan ke mana Ayahnya pergi? Belum lagi kebutuhan khusus Aldi, selama ini Ayuni nggak pernah serius mengurusnya, selalu melemparkan pada Satria. Apa yang harus dilakukannya?


Baca novel ini awalnya cukup membingungkan. Karena ada cerita Ayuni dan seseorang lagi yang bakalan bikin aku terkejut dan karena ditaruh di bagian awal juga, aku jadi cukup bingung sebenernya kayak nggak nyambung gitu. Untungnya, pas ke tengah, aku makin paham gimana alurnya.

Selama baca, aku cukup dibuat jengkel sama kelakuannya Ayuni sih sebenernya. Karena dia itu manja banget, kalo dikasih masukan, kadang suka kayak agak tersinggung, padahal dia mengiyakan hal itu juga. Bingung kan? Belum lagi sifatnya dia yang kadang masih kayak anak ABG. Pengen sombong dalam lingkungan pertemanannya dia. Hadeh.. Sampe geleng-geleng aku bacanya.

Pesan moral yang aku dapetin itu cukup ngena sih buatku. Karena ada unsur keluarganya juga, sikap mau ngerti dan memaafkan juga. Pengemasannya lucu. Meskipun aku ngerasa di bagian awal tuh kayak cepet banget. Tapi habis itu melambat buat ngurai semua konflik dan penyelesaiannya.


Quotable:
"Anda tahu apa yang paling menyakitkan dari kematian mendadak? Kita tidak pernah bisa mengatakan selamat tinggal, ataupun mengatakan betapa kita menyayangi mereka." — P. 185

Saturday, March 14, 2020

[Review] #TemanTapiMenikah2


Judul : #TemanTapiMenikah2

Penulis : Ayudia Bing Slamet & Ditto Percussion

Penerbit : Elex Media Komputindo

Tebal : 206 Halaman

"Orang yang percaya sama pasangannya adalah orang yang selalu berpikir positif tentang pasangannya."


BLURB

Dia sahabat gue.
Setelah menanti selama 13 tahun, akhirnya kami saling memiliki.
Bukan hanya sebagai teman saja, tapi dia menjadi sahabat gue selamanya, teman hidup gue.
Kisah kami bukanlah kisah sempurna, tapi kami sama-sama mengerti apa yang menjadi tujuan kami hidup di dunia ini.
Kami percaya kalau cinta itu ada dan nyata,
Dan kami beruntung alam semesta mendukung kami untuk mencinta.
Kami berjanji untuk bersama, setia selamanya.

- - - - - - - - - -

Masih ingat dengen Ayudia Bing Slamet dan Ditto Percussion? Iya, yang filmnya lagi tayang nih. Aku bingung mau review novel ini dari mana. Hmm.. Kayaknya aku mulai dari apa isi novelnya dulu aja kali ya?

Novel ini menceritakan mulai dari Ayu alias Ucha yang habis dilamar sama Ditto. Iya, lamaran yang lucu banget. Kenapa lucunya? Menurutku, setiap tingkahnya Ditto tuh selalu mengundang ketawaku. Entah sekadar nyeplos, atau nanggepin Ucha dengan gayanya yang agak cuek, tapi nggak cuek-cuek amat. Pokoknya lucu gitu dah. Dari sanalah, keduanya menceritakan gimana sih persiapan mereka dari lamaran sampai ke pesta perkawinan, gimana gugupnya Ditto, bimbangnya mereka berdua, sampai mereka akhirnya punya anak.

Siapa sih yang ngira kalau hidupnya artis tuh enak? Atau minimal guncangannya cuma dari infotaiment yang suka seenaknya sendiri kalo udah nyebarin gosip? Ternyata enggak! Ada beberapa hal yang kalo udah menikah tuh beda banget.. Jadi nggak cuma harus menyesuaikan, tapi inget lagi, kalo yang dinikahin itu sahabatnya sendiri! Habisnya, mereka berdua tuh suka lupa kalo mereka tuh nikahin sahabat mereka sendiri. Yang aku suka dari mereka berdua itu, cara mereka berkomunikasi. Iya, aku salut banget. Atau karena mereka udah sahabatan lama ya? Makanya cara mereka komunikasi itu udah ketata banget. Tau gimana selanya untuk ngomong kalo pas sedih, seneng atau marah.

Semakin ke sini, kadang aku ngerasa kalo Ditto tuh nyebelin, apalagi pas Ucha lagi hamil! Ya ampun, rasanya aku pengen ngelempar Ditto ke rawa-rawa. Habisnya nyebelin banget nget nget! Nggak pekanya itu kebangetan! Tapi ya gitu, untungnya Ditto sadar, dan mereka bisa baikan lagi. Ya ampun, seru banget deh hubungan mereka berdua.

Selain pelajaran tentang komunikasi dalam rumah tangga, aku juga jadi dapet pandangan lain tentang pernikahan. Bahwa, ya semuanya itu perlu diomongin, kadang banyak yang ngerasa kalau suami atau istrinya nggak peka, tapi yang sebener-benernya harus dilakuin adalah ngomong ke pasangan! Kalo nggak ngomong, ya gimana pasangannya tau? Emangnya pasanganmu cenayang? Selain itu, Ditto juga ngbagi prinsipnya sebelum menikah, tentang gimana persiapannya dan apa aja yang udah dia siapin. Suka banget sama prinsipnya!

By the way, kalian jangan lupa nonton filmnya ya!


Quotable:
"Hal-hal yang lo lakukan benar-benar dengan cinta yang tulus, pasti kebahagiaannya benar-benar sampai di hati." — P. 4

"Jadi emang gue beli rumah untuk persiapan dulu. Gue nggak mau nanti setelah nikah masih nggak tahu harus tinggal di mana dan hidup kayak apa. Nggak ada dalam kamus hidup gue nikah cuma biar 'yang penting halal'." — P. 64

"Manusia punya rasa itu, takut kehilangan yang berbuah dengan perasaan ingin melindungi. Lebih pekalah terhadap orang-orang yang lo cintai. Karena lo nggak tahu kapan lo akan kehilangan dia. Maka manfaatkan aja setiap momennya untuk terus ngelindungin dia dan memberikan kasih sayang lo seakan-akan nggak ada hari esok." — P. 134

"Banyak orang yang bilang, kalau setelah menikah, seseorang itu akan jauh berbeda dari saat pacaran dulu. Berbeda sih, gue rasa enggak, ya. Tapi semakin tahu kebiasaan-kebiasaan jeleknya aja." — P. 187

Wednesday, March 11, 2020

[Review] Melankolia Ninna


Judul : Melankolia Ninna

Penulis : Robin Wijaya

Penerbit : Falcon Publishing

Tebal : 219 Halaman

"Kami telah bersepakat, cinta terbaik adalah cinta yang dibangun di atas kejujuran."


BLURB

Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.
Dari gerbang, ambillah jalan ke kanan, dan temukan satu-satunya rumah yang berpagar. Kau tidak akan salah. Pemiliknya adalah sepasang suami istri. Sang suami pandai merupa kayu-kayu menjadi parabot yang indah, sedangkan sang istri menata rumah dengan nuansa vintage yang meneduhkan. Bersama-sama, keduanya menghidupkan ruang impian mereka: sebuah kamar bayi yang dipenuhi warna.
Namun, duka menghampiri. Sang istri kehilangan rahimnya sebelum sempat mengandung impian mereka. menyisakan luka yang mewujud sebuah melankolia. Gamal dan Ninna, menatap pupus harapan, seperti hidup yang hanya menyisakan warna kelabu saja.

- - - - - - - - - -

Ninna, seorang ibu rumah tangga yang sedang menanti-nantikan kehadiran seorang bayi di dalam rumahnya. Apalagi dia juga sudah menunggu-nunggu hal ini cukup lama bersama Gamal, suaminya. Sayangnya, hal ini nggak akan terjadi karena penyakit yang dideritanya, yang kemudian membuat dia harus merelakan mimpiya memiliki seorang anak.
"Kita lupa, Nin, apa tujuan hidup kita berdua. Dan di titik ini kita diingatkan lagi bahwa sesungguhnya impianaku adalah tumbuh tua bersamamu. Menghabiskan sisa waktuku bersama kamu. Kamu adalah sebagian mimpi-mipiku, Nin." — P. 213
Gamal, meski dalam kesehariannya dia memilih untuk diam dan berusaha untuk nggak memikirkan kesedihannya, dia juga berusaha untuk menghibur Ninna yang merasa kehilangan. Setelah beberapa bulan setelah pengangkatan rahim, Ninna kembali bekerja, di sanalah Gamal mulai kehilangan sosok Ninna yang dulu selalu menyambutnya saat pulang kerja. Selain itu, mulai muncul juga kebohongan kecil yang dibuat Gamal untuk melakukan sesuatu, yang mungkin menyakiti Ninna ke depannya. Kebohongan apa ini? Selingkuh kah? Tapi bukannya selingkuh bukan menjadi jalan keluar dalam sebuah hubungan?


Setiap pernikahan, atau mungkin yang diharapkan dalam sebuah pernikahan adalah seorang anak. Entah satu atau dua. Ya mungkin satu, biar ada aja. Tapi kan kadang manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan. Gamal dan Ninna mungkin boleh berencana memiliki anak, bahkan sampai merancang semuanya, tapi Tuhan yang menentukan. Ninna nggak bisa punya anak lagi.

Selama baca cerita Gamal-Ninna tuh aku mikirnya, "Ya ampun, Gamal nih easy going banget anaknya. Kayak nggak ada beban sama sekali." Atau mungkin memang itu cara Gamal menutupi kesedihannya. Kalau Ninna sendiri, aku mikirnya dia sedih, pasti. Apalagi perempuan, kalau sudah menyangkut rahim itu kayak sesuatu yang cukup berharga kan? Tegarrrr banget Ninnanya, nggak terlihat berlarut-larut. Suka sekali sama pasangan ini. Mereka support satu sama lain dengan caranya mereka sendiri. Sayangnya, hal ini juga nggak berlangsung lama. Mereka ternyata punya kesedihan yang mereka sembunyikan dan mereka rupakan dalam bentuk lain.

Banyak banget belajar tentang pernikahan dan gimana sih cara menghadapi masalah yang kadang di luar kendali kita. Belajar bahwa lebih baik terbuka dan tau perasaan satu sama lain ketimbang mendem hal itu sendirian dan nantinya malah jadi bom waktu yang kalo meledak bisa ngehancurin segalanya.

Dengan alur yang maju mundur dan juga sudut pandang dari Gamal dan Ninna, aku jadi tau perasaan mereka gimana, apa yang mereka hadapin dan kesulitan apa yang sebenernya mereka lalui. Yah sebisa mungkin nggak nge-judge atas apa yang mereka lakuin diem-diem, karena di balik semua itu, mereka punya alasan masing-masing.


Quotable:
"That's him. Dia yang selalu ingin membahagiakan aku. Dia yang tak pernah ingin aku kerepotan karena dirinya. Dia yang tak pernah berkata tidak bisa ketika aku membutuhkan bantuannya." — P. 100

"Waktu lihat ini aku sadar, ternyata di idup aku cuma ada kamu. Cuma ada kita. Dan ternyata kita bahagia melaluinya, Nin." — P. 212

"Kita dan semua pasangan suami-istri di luar sana, mereka pengin punya anak. Namun, apakah itu jaminan kebahagiaan buat hidup kita? Jangan sampi hal itu malah jadi sebaliknya, Nin. Jadi biang keladi atas kemuraman di rumah kita. Kamu sadar enggak sih, kita sudah menjadikannya seperti itu?" — P. 212

"Kita lupa, Nin, apa tujuan hidup kita berdua. Dan di titik ini kita diingatkan lagi bahwa sesungguhnya impian aku adalah tumbuh tua bersamamu. Menghabiskan sisa waktuku bersama kamu. Kamu adalah sebagian mimpi-mimpiku, Nin." — P. 213

"Kalau memang tujuan kamu sama denganku, seharusnya, kita melangkah sama-sama, Nin. Tapi sebetulnya kamu enggak perlu jawab, karena aku selalu tahu tujuanmu adalah aku." — P. 213

Monday, March 9, 2020

[Review] I Am Into You

Judul : I Am Into You

Penulis : Bina Rosdanti

Penerbit : Lumiere Publishing

Tebal : 158 Halaman

"Apa Airin salah, Bu, mengharapkan orang yang belum tentu menjadi suami Airin?"


BLURB

"Dia yang hanya diberi harapan tanpa-kepastian akan tersiksa lebih lama, sebab dia tak memiliki alasan untuk sebuah keputusan; BERTAHAN atau MENINGGALKAN."

Airin menyukai Arkan sejak SMA. Rasa kagum atas sikap dingin dan kesalihannya membuat perasaan Airin berkembang menjadi cinta sepihak. Ia akhirnya memberanikan diri, mengungkapkan perasaannya pada Arkan tepat setelah upacara kelulusan cowok itu, namun Arkan meningglakannya tanpa kata-kata.
Tidak ada penolakan, dan tidak pula penerimaan.

Airin masih terbelenggu dalam kedilemaan saat beberapa tahun kemudian takdir kembali mempertemukannya dengan Arkan. Ia tahu bahwa hatinya masih menyimpan nama Arkan di tempat paling istimewa, namun Arkan tak juga mengatakan apa-apa.

Saat hatinya belum melepaskan Arkan, seorang pria baik datang untuk menikahinya.

Mampukah Airin melepaskan Arkan dan menyerahkan hatinya pada orang lain?
Bagimana perasaan sesungguhnya di balik sikap diam Arkan?

- - - - - - - - -

Airin, cewek yang pemalu sekaligus pemberani menurutku. Karena, ngirim surat untuk menyatakan perasaan, itu udah kayak jaman lamaaa banget, dan ini juga cukup bikin dag dig dug ser, waktu nunggu jawabannya. Sayangnya, surat Airin waktu itu, nggak mendapat jawaban apa-apa, dan Arkan sendiri juga mendadak hilang setelah kelulusan. Airin sendiri sudah mencoba untuk mencarinya, bahkan sampai Airin lulus, dia juga nggak dapet jawaban atau ketemu Arkan sendiri.
"Lo kan tau gue nggak pernah jalin hubungan pacr-pacaran gitu, Tom. Gue pengin sukses dulu baru nikah. Hubungan kayak gitu hanya akan memperumit keadaan." — P. 41
Arkan, cowok yang disukai sama Airin ini tipikal cowok yang pendiam, tapi keren. Tipe cowok yang bikin penasaran, tapi bukan anak nakal. Nyenengin banget lah kalo misalnya kenal sama Arkan ini. Nah, selain Arkan ini keren, ternyata dia juga cukup jelas masa depannya mau gimana. Mau mapan dulu sebelum punya pacar dan sebagainya. Pasti beruntung banget deh yang jadi pasangannya Arkan.

Airin, yang bahkan sampai dia kerja juga belum ketemu lagi sama Arkan lagi dalam masa bimbangnya, karena ada yang suka sama dia, dan pengen milikin dia, alias jadiin Airin calon istri. Masalahnya, Airin nggak mau sama cowok lain selain Arkan, cowok yang jadi cinta pertamanya. Tapi apa Arkan masih belum punya pasangan?


First love never die. Masih ada yang inget omongan itu? Duh, omongan itu tuh pernah jaya di jamannya. Iya, jamanku SD-SMP gitu lah. Katanya, cinta pertama itu susah dilupain. Tapiii.. ya biasa aja sih buatku, toh nggak jelas juga sebenernya cinta pertama ini kayak gimana? Orangnya kah? Kenangannya kah? Atau gimana? Ya kan?

Ngebaca ini cuma sekali duduk doang, dan seseneng itu. Kenapa? Soalnya gaya nulisnya ngalir, ringan banget novelnya. Meskipun konfliknya ada yang cukup berat, tapi penyelesaiannya bagus. Selain itu, novel ini juga mengangkat tema agama, tapi nggak yang fokus ke agamanya. suka sekali aku.

Friday, March 6, 2020

[Review] Nggak Enaknya Jadi Pendek di 17 Years Old?


Judul : 17 Years Old?

Penulis : Ceptybrown

Penerbit : Lumiere Publishing

Tebal : 257 Halaman

"Lah, Mi, orang itu seneng dilihat awet muda. Ini malah pengin kelihatan tua dan perut dibuncit-buncitin. Haduh."


BLURB

Entah aku harus bersyukur atau mengeluh. Aku Naomi Saraswati, seorang wanita dewasa yang sudah berusia 29 tahu, alias di ambang 30 tahun. Masih single, dan mempunyai toko bunga yang cantik. Aku memang orang yang romantis, karena hobiku dengan bunga adalah salah satu cirinya. Sayangnya, kehidupan asmaraku jauh dari kata romantis.

Semua kehidupan percintaanku tidak berakhir dengan bahagia dan gagal membawaku ke jenjang pernikahan. Bukan karena aku tidak cantik, malah orang selalu bilang aku imut, manis, dan menggemaskan. Namun itulah kesalahannya.

Karena aku sering dikira masih bocah gara-gara wajah dan tinggi tubuhku yang hanya 150 cm. Memiliki wajah kelewat imut juga bisa menjadi bumerang sendiri untukku, karena sampai kapan pun aku selalu dipanggil 'Adek', dan dikira masih anak sekolahan. Sehingga tidak ada yang bersedia menikahi anak sekolahan.

Curious? Mari ikuti kisahku di sini.

- - - - - - - -

Naomi Saraswati, cewek yang nggak tinggi-tinggi amat, dengan gaya berpakaian yang juga kayak anak kecil, bikin dia selalu dianggep anak yang bolos sekolah, belum lagi di umur yang sudah menjelang kepala tiga ini bikin dia selalu ditanyain pekara pasangan hidup yang sayangnya, belum juga ketemu sampe sekarang. Ya kalo orang yang disukain doang mah ada. Tapi kalo yang beneran jadi mah enggak! Kesel banget deh. Padahal, Naomi juga pengen keliatan dewasa, nggak dipandang anak kecil gitu.
"Eh, Adek yang Terhormat. Saya ini udah dewasa. Udah 29 tahun. Dan tadi itu tadi adik saya—adik kandung. Bukan pacar. Awas kalo sekali lagi berani ngira aku masih kecil. Bakal aku sunat kamu dua kali!" — P. 36
Kairo, cowok yang pernah datang ke toko bunganya, memesan dan menganggapnya adik kecil yang kekurangan biaya sekolah. Naomi tentu saja sudah menjelaskannya. Tapi, Kairo tetep kekeuh kalo Naomi masih kecil. Belum lagi, entah kenapa, mereka berdua selalu ketemu, di mana aja, kapan aja. Itu bisa dibilang jodoh nggak sih? Tapiiii.. Naomi sendiri juga nggak mau sama dia. Soalnya dia itu ngeselin! Selalu manggil dia adik, padahal Naomi udah gede. Tapi biasanya yang bertengkar, bisa jatuh cinta kan? Eh, atau enggak ya?


Ngebaca tentang Naomi ini keinget sama diriku sendiri. Si anak 150cm, mana beratnya cuma 43kg. Udah deh. Pekara badan tuh udah seringggggg banget aku diejekin. Mulai dari bantet sampe macem-macem dah. Tapi menurutku, lumayan enak sih, cari baju bisa rada longgar dikit, kan jadi oversize, dan bajunya nyaman banget. Meskipun kalo cari celana, selalu kepanjangan! Uh kesel banget.

Selama membaca kisahnya Naomi, jujur aku terhibur bangettt.. Bener-bener pelepas penat dah. Soalnya diajak ketawa ketiwi terus sama Naomi. Apalagi tingkahnya kalo sama Kairo, ya ampun, lucu banget deh. Semoga mereka memang beneran berjodoh.

Aku suka gaya ceritanya yang kayak di kehidupan sehari-hari, cuma sayangnya, masih ada beberapa typo dan salah penulisan kata depannya. Tapi overall, aku suka banget sama novel ini! Lucu banget!

Monday, March 2, 2020

[Review] Hush Little Baby, Bagaimana Aku menjadi Seorang Ibu?


Judul : Hush Little Baby

Penulis : Anggun Prameswari

Penerbit : Noura Publishing

Tebal : 326 Halaman

"Aku tidak akan menyerah walau mereka bilang, aku bukan ibumu. Namun, siapa yang dapat menentukan kadar seorang ibu bagi anaknya?"


BLURB

Jangan menangis, Nak.

Ruby memiliki segalanya. Rajata, suami penuh cinta dan kaya raya. Gendhis, bayi cantik pelengkap kebahagiaan mereka. Kehidupan terasa begitu sempurna bagi Ruby, kecuali satu — masa lalunya.

Kamu boleh berbuat salah pada masa lalu, tetapi tidak pada masa depan.

Ruby hanya ingin bayinya tenang dan berhenti menangis. namun, dia justru dianggap gila dan tak pantas merawat Gendhis. Padahal, satu-satunya yang gila adalah ibu kandungnya sendiri.

Aku butuh Ibu untuk mengajariku bagaimana caranya menjadi ibu.

Setelah Gendhis direnggut paksa darinya, tak ada lagi yang bisa Ruby percaya. Tidak juga Rajata suaminya, Bunda Alana mertuanya, bahkan Bibi Ka pengasuhnya sejak kecil. Dia harus mendapatkan Gendhis kembali dan membuktikan dirinya mampu menjadi seorang ibu. Ruby terus menelusuri masa lalunya yang tak hanya kelam, tetapi juga merah berdarah. Dengan terus membisikkan satu pertanyaan.

Siapa yang dapat menentukan kadar seorang ibu bagi anaknya?

- - - - - - - - - - -

Menjadi seorang Ruby tentu saja menyenangkan. Memiliki Rajata sebagai suami yang menjadi pewaris tunggal sebuah perusahaan keluarga yang turun temurun dari kakeknya. Udah kebayang kan gimana kekayaannya. Sayangnya, dalam pernikahan ini, sebenernya Ruby nggak begitu pengen punya anak. Kalau bisa, dia nggak punya anak aja sekalian. Tapi sayangnya, dia tetep hamil dan melahirkan.
"Maka dari itu, lupakan masa lalumu. Jangan biarkan masa lalu menghancurkan kehidupanmu sekarang, juga masa depanmu. Ingat itu, Ruby." — P. 17
Sehabis melahirkan, Ruby kebingungan, bagaimana caranya menjadi seorang ibu yang baik untuk Gendhis? Selama ini, dia dibesarkan dengan ibu yang tidak baik. Ibu yang agak gila, dan kemudian dia diasuh oleh Bibi Ka, orang yang mungkin cukup dekat dengan ibunya. Belum lagi, Bunda Alana yang menerapkan berbagai cara sebagai Ibu yang baik, membandingkan dirinya dengan Bunda Alana di masa lalu. Jadi, sebenarnya, Ibu yang baik itu seperti apa?


Ngebaca novel ini awalnya cukup menyenangkan. Karena kita diajak mengetahui keadaan Ruby. Apalagi, di bagian atasnya sudah ada tulisan yang menceritakan keadaan sekarang atau jaman dulu. Menjelang pertengahan dan akhir, aku cukup bingung. Siapa yang menceritakan si "Aku" ini? Ruby kah? Atau orang lain kah? Tapi akhirnya aku berusaha buat mikir, mungkin ini digabungin.

Baca cerita Ruby ini aku dibikin cukup miris sama keadaannya. Apalagi masa lalunya. Nggak ada anak yang pengen dibesarin dengan keadaan keluarga seperti Ruby. Semua anak pengen hidupnya baik-baik aja, mulus tanpa masalah, mulus kayak jalanan tol, yang meskipun ada hambatan, ya dikit, nggak banyak-banyak amat. Hal yang dialami Ruby, mungkin juga dialami sama sebagian Ibu muda atau Ibu yang habis punya anak pertama. Banyak pertanyaan, mulai dari "Kok anakku nangis terus? Apa aku ada yang salah?" "Kok ASIku nggak lancar? Ada masalah apa?" Belum lagi, kalo orang tuanya ini menyarankan ini itu, karena jaman dulu, mereka juga diperlakukan sama. Duh, nyebelin banget.

Selain hal di atas, di sini juga diceritain, gimana 'lemes'nya mulut sesama ibu-ibu. "Kok sesar sih? Kenapa nggak normal aja? Kan enak normal?" dan masih banyak pertanyaan 'lemes' lainnya. Susah banget kayaknya ya jadi seorang ibu. Standart masyarakat terus yang dipake.

Konflik di sini juga menarik banget nget nget! Plot twist di bagian akhir. Udah macem sinetron-sinetron aja. Aku kira bakalan rada mewek bacanya, ternyata malah dibikin kaget berkali-kali! Yang aku suka di sini tuh Rajata, dia baik sekali. Berusaha memperhatiin si Ruby bener-bener, nggak mau Ruby tersakiti. Suka banget aku tuh!