Friday, February 16, 2024

[REVIEW] The Life We Lead

 

The Life We Lead
Johana Melisa
Elex Media Komputindo
299 Halaman

"Kadang-kadang, memilih sesuatu yang bikin lo bahagia lebih berarti daripada jadi yang terbaik."


B L U R B

Bethany tidak pernah memikirkan tujuan hidupnya. Dia terbiasa menuruti keinginan Papa dan Mama; kuliah harus di jurusan Akuntansi, setelah lulus wajib mengambil pascasarjana di luar negeri, bahkan diminta ikut menjadi penerus bisnis keluarga. Satu-satunya tempat pelarian Bethany adalah Bobamosa, bisnis rintisan minuman boba yang berdiri di atas modal sang kakak, tetapi tak kunjung menggoyahkan rencana orangtuanya.

Di tengah pemberontakan Bethany, dia malah bertemu Regan, cowok yang mengeklaim sepihak bahwa mereka saling kenal serta datang dengan membawa rahasia pahit dari masa lalu Semenjak itu, tak hanya berusaha mengarahkan hidup dan menemukan cita-cita masa depannya, Bethany juga perlu membongkar teka-teki psikologis yang matanya berdampak bagi diri serta memberi pengaruh besar tiap-tiap keputusan yang diambilnya.

- - - - - - - - -

Kehidupan Bethany mungkin diinginkan semua orang. Lahir dari keluarga yang kaya dan berada, punya privilege dan juga cukup terkenal sebagai anak yang aktif di organisasi kampus. Sayangnya, Bethany tidak menginginkan hal itu. Kalau ditanya, apa maunya, dia juga bingung. Selama ini dia terbiasa mengikuti apa yang orang tuanya inginkan, kuliah di Akuntansi, universitas pilihan orang tuanya. Hanya satu yang masih belum diatur orang tuanya. Kafe Bobamosa miliknya.
"Lo bukannya enggak tahu apa yang lo mimpikan, lo cuma butuh keyakinan. Suatu saat, Any, lo bakal ketemu apa tujuan hidup lo. Saat itu terjadi, gue yakin lo bakal berjuang sepenuhnya buat mencapai mimpi lo, dengan cara yang benar." P. 21
Dalam rangka pengembangan Bobamosa, Bethany berusaha untuk mencari sesuatu yang baru dan berbeda. Perjalanan ini ternyata tidak semulus yang dibayangkan Bethany. Pengembangan ini membuatnya mengenal dirinya sendiri, masa lalu yang ternyata pernah hilang, dan juga masa depannya.

Akhirnya kembali membaca karya kak Jo lagi, setelah yang terakhir Loveconomics. Kalau dibandingkan Loveconomics ini lebih kompleks!

Awalnya, aku cukup kesel sama Regan, karena dia judging banget! Namanya juga orang lupa, masa iya harus selalu inget sama dia. Emangnya dia siapa sih sampe perlu diinget? Apalagi Regan juga kalo ngomong tuh sengak banget. Kesel 1000% sama dia. Tapi setelah Regan mau membuka diri sedikit, aku jadi tau apa alasan dia melakukan hal itu, meski tetep nggak membenarkan sama sekali ya.

Kukira, novel ini akan menceritakan cara Bethany mendapatkan pengembangan untuk Bobamosa aja. Ternyata lebih kompleks, ada kisah tentang masa lalunya Bethany, ada alasan juga kenapa orangtuanya bersikap 'keras' sama dia.

Aku suka dengan perkembangan karakternya Bethany. Habisnya pas di awal, aku cukup kesal, karena dia ini people pleaser banget! Selalu iya-iya, palingan mentok ngedumel di belakang, atau berandai-andai kalau dia nggak mengiyakan. Gemes banget! Untungnya sejak mengenal Regan dia lebih care sama dirinya sendiri ya, jadi sedikit melegakan. Aku suka dengan Bethany yang baru. Tetep care sama orang, tapi juga care sama diri sendiri.

Karena novel ini, aku jadi penasaran dengan makanan-makanan yang disebutkan di sini. Kayaknya enakkk banget! Penasaran juga dengan menu di Bobamosa. Hihi.. Aku merekomendasikan novel ini untuk siapapun kamu yang sedang terjebak dalam zona nggak nyamanmu. Yuk, coba untuk keluar dari zona itu, dan mencari tau apa yang kamu suka. Nggak ada kata terlambat untuk memulai kok, meskipun kamu sudah menjelang kepala 3, atau bahkan sudah menikah dan punya anak.



From the book...
"Tapi, hidup siapa yang lo jalani selama ini, Any?" P. 107

"Let me be honest with you. Gue enggak pernah pengin mengurusi masalah pertemanan orang, apalagi sesama perempuan. Tapi, lo perlu sadar kalau karena Priska, lo malah bersikap enggak fair terhadap diri sendiri." P. 150

"You could be the cool woman doing cool things that change the lives of those around yo, our university, or even the world, seperti yang diceritain Broussard dalam buku yang lo bawa ke mana-mana sejak siang tadi. You have the idea, you have the passion, but you let someone steal from you." P. 150

"Sekalipun lo berusaha jadi sahabat yang baik dan berniat menolong Priska, bantuan yang lo berikan enggak seharusnya membuat lo menempatkan prioritas pribadi di urutan terakhir, apalagi kalau lo melakukannya karena didasari rasa bersalah." P. 160

"Kadang-kadang, memilih sesuatu yang bikin lo bahagia lebih berarti daripada jadi yang terbaik." P. 163

"I'm trying to live my life, and so are you. Kita sama, Priska. Sama-sama berusaha menyenangkan orangtua, sama-sama tersesat karena enggak tahu apa tujuan hidup kita, sama-sama percaya dan bertindak ngikutin apa kata orang. Bedanya, lo rela ngorbanin sesuatu yang lerbih berharga untuk mencapai tujuan itu: kebaikan lo, integritas lo, dan identitas lo." P. 209

"Gue enggak tahu apa yang terjadi di antara lo dan Priska, tapi kalau hubungan persahabatan kalian bikin lo tertekan, itu udah enggak sehat, An. Lo selalu punya hak buat keluar dari ikatan itu, apalagi kalau berpotensi membahayakan diri sendiri seperti kemarin malam." P. 219

"People come and go, An. Kadang-kadang, kita perlu merelakan orang-orang seperti itu pergi supaya hidup kita enggak jalan di tempat atau malah mengalami kemunduran. Orang-orang yang ditemui dan pada akhirnya beririsan nasib sama lo bisa disebabkan oleh banyak hal. Mungkin pada saat itu, lo butuh mempelajari arti kehilangan, belajar merelakan, atau seperti sekarang, lo sedang diajari supaya kelak bisa selektif dalam memilih orang-orang terdekat yang bisa bikin lo bahagia ketika terlibat dalam hubungan itu." P. 221

"Jangan nyalahin mereka, An. Itu mungkin cara mereka buat melindungi lo supaya enggak tambah terluka." P. 234

"Menurutku, justru nulis bucket lists bikin kamu lebih paham sama keinginanmu, sekaligus jadi penyeimbang dar segala tuntutan-tuntutan hidup yang harus kamu penuhi." P. 288

"Kamu enggak perlu menjadikan penilaian orang lain sebagai standar keberhargaanmu, An. Just do what makes you happy." P. 289

Thursday, February 1, 2024

[REVEW] If I Met You First

If I Met You First

Thessalivia

Gramedia Pustaka Utama

312 Halaman

"Menjadi dewasa itu adalah saat kita sudah mengenal diri kita sendiri. Saat kita tahu apa yang kita butuhkan, apa yang membuat kita bahagia, masalah apa yang kita punya, dan cara apa yang paling cocok untuk kita."


B L U R B

Riana selalu bernasib jelek dalam percintaan. Setiap kali pacaran, selalu saja dia yang diputusin. Dia bahkan pernah diselingkuhin!

Untung ada Ardi, sahabat setia Riana. Laki-laki itu selalu siap menyediakan bahu untuk Riana bersandar. Sayangnya, laki-laki sehebat Ardi sudah bertunangan. Seandainya Riana bertemu Ardi lebih dulu, apakah mereka akan berjodoh?

Tiba-tiba saja Riana mendapat kesempatan untuk mengubah nasib. Lewat mesin dingdong yang bisa mengabulkan permintaan, dia memiliki kesempatan untuk mencuri hati Ardi. Benarkah bertemu Ardi lebih dulu akan membuat laki-laki tersebut berjodoh dengannya?

- - - - - - - - - -

Kehidupan menjelang kepala tiga cukup membuat Riana memikirkan kembali hubungan percintaannya yang tidak pernah mulus. Padahal, bisa dibilang kariernya cukup mulus untuk tiba di titiknya sekarang ini. Terakhir kali, dia diputuskan oleh pacarnya di Paris. Bayangkan saja, yang katanya kota cinta, tapi malah jadi tempat yang paling menyebalkan untuknya. 
"Menurut gue, beruntung atau nggak itu tetang bagaimana kita mensyukuri hidup, Ri. Orang yang nggak punya apa-apa, selama dia mensyukuri yang dimilikinya, akan merasa jadi orang paling beruntung sedunia." P. 186
Beruntung Riana memiliki dua sahabat yang cukup mengerti dirinya, Clarisa dan Ardi. Mereka berdualah yang berada di sisi Riana sejak masuk di perusahaan tempatnya bekerja. Bagi Riana, Ardi merupakan cowok yang cukup spesial, selain dia baik, dia juga selalu ada untuk Riana, membantunya, memberi masukan dan solusi. Riana sangat berharap banyak sama Ardi, tapi sayangnya, Ardi ini sudah ada pasangannya.

Perjalanan dinasnya ke luar negeri membuat Riana menemukan kembali mesin dingdong yang rasanya sudah tidak jaman di masa sekarang. Nyatanya, mesin dingdong ini bisa mengabulkan permintaannya. Meski aneh, Riana tetap memainkannya dan sedikit percaya, walau dia nggak yakin 100%.


If I met You First, sejak awal sudah membuatku tertarik. Nggak hanya dari covernya yang cukup eyecatching, tapi setiap lembarannya kita disuguhi dengan animasi semacam permainan Mario Bross lengkap dengan gambar hati yang dimiliki, termasuk juga judul babnya. Bener-bener dibawa ke dunia dingdong jaman dulu deh.

Awalnya, aku cukup kasihan dengan Riana, kayaknya apes banget ya kehidupan percintaannya, diputusin, diselingkuhin. Memang kadang ada sih orang yang kayak begitu, nggak ada peruntungan percintaannya sama sekali. Tapi semakin aku mengenal Riana, dia ini ternyata people pleaser! Kalo pacarnya anak band, dia akan ikut nge-gigs, kalo pacarnya anak motor, dia ikutan touring. Dan bener omongan Ardi, Riana ini nggak pernah menjadi dirinya sendiri.

Permainan dingdong yang bisa mewujudkan keinginan, buatku agak nggak realistis. Tapi kadang, kita bisa juga percaya kok. Semacam law of attraction gitu, apa yang kamu percaya akan menjadi kenyataan. Waktu mesin dingdong memberikan jawaban yang menuutku cukup aneh, aku langsung mikir, wah, pasti ini bakalan berjalan mundur nih. Entah Riana yang bakalan time travel, atau bisa aja semuanya jadi lupa ingatan.
 
Alur yang dipakai kak Thessa kali ini maju mundur. Semua yang terjadi sejak Riana bermain dingdong tetap maju! Aku cukup kaget di sini. Kok bisa sih? Tapi kalian akan menemukan jawabannya saat di pertengahan buku ini. Di sela-sela alur maju inilah, kita juga dibawa mundur, untuk mengetahui latar belakang masing-masing karakternya. Bagaimana Clarisa bertemu dengan Riana, bagaimana Riana jatuh cinta dengan Ardi. Timeline di setiap babnya juga jelas, jadi nggak akan membingungkan pembaca.
 
Ketimbang Riana, di sini aku suka dengan Clarisa dan Ardi. Mereka berdua bener-bener sahabat yang siap banget untuk membantu Riana, anytime, anywhere. Definisi sahabat sejati lah. Padahal kalau di kantor, nggak banyak kan orang yang bisa diajak berteman dekat? Apalagi sampai memberi solusi, saling kenal dengan orangtua atau keluarga masing-masing. Yang paling kusuka justru karakter Ardi. Ardi yang super multitalenta, dia apa sih yang nggak bisa? Mana jiwanya petualang juga. Idaman banget ya!

Meskipun aku cukup kesal dengan sikap Riana, tapi setelah tau latar belakangnya, aku malah cukup sedih. Ternyata ada banyak sekali faktor yang membuat dia jadi sosok yang sekarang ini. Yang insecure berlebihan, people pleaser, terlalu banyak kebimbangan. Jadi bikin aku lebih sadar, supaya nanti nggak melakukan hal yang sama ke anakku. Lebih banyak bersyukur juga! Bersyukur untuk hal kecil yang terjadi, karena aku anaknya suka banget sambat.


From the book...
"Kekurangan lo itu cuma dua. Lo kurang senyum bahagia dan kurang rasa percaya diri." P. 60

"Setiap orang itu menarik, asal percaya diri dan nyaman dengan diri sendiri." P. 60
 
"Gue pernah baca, first snow seseorang itu sama kayak first love. Saking magical-nya, seumur hidup kita nggak akan pernah bisa lupa." P. 135

"Kadang gue berharap waktu bisa berhenti kayak gini. Tanpa perlu khawatir sama masa depan, dan kejar-kejaran dengan seluruh kesibukan. Cukup kita berdua, enjoy the moment kayak sekarang." P. 137

"Beruntung atau nggak itu kita yang menentukan. Mau orang lain kayak gimana ya harusnya nggak ada pengaruhnya sama kita. Menurut gue, lo harus pelan-pelan coba mempraktikkan itu. Berhenti menggantungkan kebahagiaan lo, atau bahkan kesedihan lo, pada orang lain. Hiduplah sesuai passion lo sendiri." P. 187

"Jangan silau dengan apa yang terlihat dari luar, Ri. Setiap orang punya struggle masing-masing. Hal yang dari luar terlihat baik, bukan berarti dalamnya juga baik. Itulah yang tadi gue bilang, daripada kita fokus dengan orang lain, lebih baik kita fokus ke diri sendiri." P 188

"Kita memang berada di lingkungan yang menuntut orang untuk punya kesuksesan yang sama, ketertarikan yang sama, dan penampilan yang sama. Tapi percayalah, itu bukan segalanya, Ri. And don't forget. You have me and Clar, remember?" P. 200

"Jangan biarkan dugaan-dugaan tentang pemikiran orang memengaruhi lo. Kalaupun orang mikir lo menyedihkan, so what? Biarpun orang-orang mikir lo keren karena tahu bacaan ini itu, aktif olahraga ini dan itu, tapi lo sebenarnya nggak menikmati melakukan semua itu, buat apa?" P. 201

"Gue yakin lo akan tahu, Ri. Semua orang mengalami fase itu. Fase ketika kita mencari hal yang memang benar-benar kita inginkan dalam hidup. Mungkin nggak sekarang, tapi gue yakin suatu saat lo bakal bisa menemukan kebahagiaan lo sendiri." P. 220

"Menjadi dewasa itu adalah saat kita sudah mengenal diri kita sendiri. Saat kita tahu apa yang kita butuhkan, apa yang membuat kita bahagia, masalah apa yang kita punya, dan cara apa yang paling cocok untuk kita." P. 287