Saturday, August 29, 2020

[Review] Beaten Track

 

Judul : Beaten Track

Penulis : Dadodado

Penerbit : Self-published

Tebal : 392 Halaman

"Hidup akan terus berjalan tanpa orang yang kamu cintai."


B L U R B

Perjalanan ini mungkin, ralat, pasti akan menjadi perjalanan yang panjang dan sulit tapi bertahan merupakan pilihannya.

Dulu.

Namun ketika pilu menyisakan ragu dan rindu yang menggebu, bagaimana dia tidak meragu?

- - - - - - - -

Geeta, biasanya sih dipanggil Eta sama sahabat dan sepupunya, Refa dan Tia. Hidupnya Geeta itu bisa dibilang nggak menyenangkan amat. Kehilangan Ibunya, nggak lama, ayahnya juga ikutan menghilang, hidup bersama dengan istri lainnya. Ada kesedihan lain yang juga disembunyikan oleh Geeta, tidak ditunjukkan pada siapa-siapa, dipendam untuk dirinya sendiri. Yang jelas, dia sangat menghindari dua lelaki, yang kalau bisa nggak usah ditemuinya sampai kapan pun.
"Hubungan itu mengerikan. Seakan menempatkan kebahagiaanmu kepada orang lain dan kamu tidak akan pernah siap ketika dia menghancurkannya." P. 22
Kehidupan percintaan Geeta juga nggak baik-baik amat. Apalagi pasca kejadian semasa dia SMA. Bikin trauma, dan Geeta nggak pengen membuka hatinya dulu. Nggak mau kalo dihancurin lagi. Apalagi ngebenerin hati kan susah banget!

Sayangnya, semua itu nggak dikabulkan. Dia malah bertemu salah satu lelaki yang nggak pengen ditemuinya. Mantan pacarnya sewaktu SMA, dan ada satu lagi kabar yang cukup mengejutkan, kabar yang cukup bikin dia keinget lagi sama masa lalunya. Sebenernya, Geeta bisa aja mengabaikan dan nganggep semuanya biasa aja, tapiii.. satu ucapannya merubah segalanya. Dia jadi harus bertanggungjawab atas pilihannya sendiri. Kesel? Pasti. Tapi semua kan udah ada konsekuensinya, jadi mau nggak mau, ya Geeta harus menjalaninya kan?


R E V I E W

Membaca cerita Geeta-Ata ini, aku kira bakalan jadi cerita yang biasa. Geeta yang punya banyak pemikiran yang nggak tersampaikan, sementara Ata kadang bisa jadi cowok agresif gitu. Ternyata, setelah beberapa bab awal terlewati, ceritanya mereka juga nggak semudah itu! Mereka nggak cuma terjebak bersama, tapi punya spekulasi terhadap pasangan masing-masing. Apalagi statusnya mereka mantan pacar. Jadi yaaa.. pasti ada beberapa hal yang bikin mereka canggung.

Nggak cuma itu aja sih, novel ini juga mengambil tema mentah health. Trauma yang dialami Geeta jadi salah satu faktor yang mempengaruhinya. Aku suka gimana cara Ata membantu Geeta biar nggak trauma lagi. Pelan, tapi pasti. Nggak buru-buruin, menikmati waktu mereka. Jarang banget liat cowok modelan Ata begini.

Sama seperti covernya yang agak-agak gloomy gitu, selama membaca kisah Geeta-Ata cukup sedih di awal, apalagi ngeliat gimana Geeta berusaha membuat dirinya baik-baik aja. Tapi waktu berjalan ke tengah hingga akhir buku, berasa diajak main ke taman bermain! Bisa senyum-senyum karena sweetnya Ata, takut kalau mereka berdua memutuskan untuk pisah. Nano-nano rasanya.

Overall, aku suka sama ceritanya, trauma memang nggak bisa disembuhkan dengan mudah, tapi bisa diatasi kalau ada kemauan, dan yang ngebantuin nyantai. Apalagi yang namanya trauma kan nggak gampang, pasti keingettttt terus, kalau nggak gitu, bikin ngerasa bersalah. Jadinya kan serba salah juga.


Quotable:
"Lo tahu, Ta, bergumul dengan masa lalu memang menyenangkan. Tetapi lo harus mengikhlaskan itu." P. 22

"Pernikahan tidak bisa didasari oleh rasa tanggung jawab." P. 89

"Tapi pernikahan juga tidak melulu mengenai cinta, Geeta. Cinta saja tidak bisa dijadaikan dasar dalam pernikahan. Dalam pernikahan perlu tanggung jawab." P. 89

"Tapi tidak semua orang bisa memilih apa yang terbaik untuk dirinya. Kadang hal itu direnggut paksa atau memang keadaan yang tidak memungkinkan." P. 134

"Gak lah. Mental health itu perlu dijaga dan apa yang kamu laluin waktu kecil nggak semua orang bisa laluin. Mengunjungi psikolog nggak membuat kamu gila atau lemah, G. Kalau itu diperlukan untuk kamu melanjutkan hidup, kenapa nggak? Kesehatan mental kamu itu urusan kamu, bukan urusan orang lain." P. 305

Sunday, August 23, 2020

[Review] Journal of Teror 2

 

Judul : Journal of Teror 2: Titisan

Penulis : Sweta Kartika

Penerbit : Clover

Tebal : 352 Halaman

"Ngeliat 'kan nggak harus pakai mata, Sukma..."

 
B L U R B
 
Namaku Sukma.
Aku mampu melihat alam gaib, tapi aku tak bicara tentang makhluk-makhluk mistik biasa.
Semesta gaib bukan hanya tentang hantu.
Ada hal-hal yang lebih tabu, lebih tua dari usiaku.
 
Dan sudah sejak lama aku merasa bahwa kemampuanku disiapkan untuk tujuan tertentu.
Tujuan yang mungkin lebih besar dari apa yang bisa kubayangkan. 

- - - - - - - -
 
Sukma, cewek yang mempunyai kelebihan yang mungkin nggak kebanyakan orang punya. Indera keenam, alias bisa melihat hal gaib. Nggak cuma itu aja, Sukma ini udah kayak cenayang, bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, dia juga bisa membaui 'orang' yang terkadang lewat di dekatnya. Serem? Pasti, tapi Sukma berusaha untuk biasa aja, untuk terlihat normal, meskipun dia sensitif sekali.
"Kalau Sukma besar nanti, jangan terbiasa mengandalkan orang lain. Sebaliknya, Sukma harus bisa jadi orang yang bisa diandalkan." P. 124
Sukma memiliki teman yang bisa diajak berdiskusi tentang masalah dunia lain ini. Namanya Damar, dia memiliki cacat fisik, yang kemudian membuat dia jadi bisa lebih tajam indera lainnya. Di sinilah, Sukma dan Damar mulai berpetualang melalui beberapa masalah yang terjadi di dekat tempat tinggal Sukma, sampai ke masalah dimana Sukma ternyata memiliki misi tersendiri, tapi misinya cukup aneh dan membingungkan. Apa ya kira-kira masalahnya?


R E V I E W

Baca Journal of Teror ini mengingatkanku sama mitos-mitos yang pernah aku denger selama ini. Kalo ngbahas yang mistis emang percaya nggak percaya sih, tapi nyata. Di sini, diceritain kalo Sukma anak yang punya kelebihan untuk melihat sisi lain dunia. Dan ternyata dia juga punya misi untuk ke depannya.

Aku cukup suka sama ide ceritanya. Nggak asal yang munculin mitos, nakut-nakutin, dan nggak ngasih pemecahan masalahnya. Di sini cukup banyak penjelasan yang masuk akal, dan bikin aku jadi wanti-wanti! Kan serem juga kalo sampe kejadian kayak gitu mah. Novel ini juga mengambil sudut pandangnya dari Sukma aja, meskipun gitu, tetep bisa menjelaskan keadaan di sekitarnya, gimana perasaan lawan bicaranya.

Karena ini termasuk debut baca novel horor pertamaku, aku jadi nggak banyak bilang. Hehe.. Yang jelas aku suka sih pas baca ini. Padahal aku anaknya tuh takutan, parnoan, jadi kadang serem sendiri aja gitu kalo pas baca yang serem-serem gitu. Hebatnya, pas baca ini, nggak takut gitu. Meski ada ilustrasi yang cukup ngebantu aku buat bayangin sosoknya dan cukup serem juga pas liatnya, tapi nggak sampe parnoan yang gimana gitu.

Thursday, August 13, 2020

[Review] Stay

 

Judul : Stay

Penulis : Incainica

Penerbit : Aksara Plus

Tebal : 373 Halaman

"Nyatanya, nggak ada yang bener-bener bahagia di dunia ini. Semua orang punya masalah sendiri-sendiri." 

 

B L U R B

Tentang Sakala, si manusia es yang sangat ambisius karena punya banyak mimpi.

Tentang Oliv, si biang onar yang selalu mencari keributan demi mendapat perhatian sang mama.

Tentang Aksel, Akbar, Abi, dan Gio, yang bergelut dengan masalah mereka sendiri. Karena setiap manusia, pasti punya masalah besar yang dihadapi.

Ini bukan cerita mengenai sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara. Ini hanya tentang mereka dengan banyaknya permasalahan. Tentang mereka yang mencari-cari letak keadilan serta kebahagiaan. Tentang mereka yang larut dalam kesedihan. Tentang mereka yang dipaksa untuk mengerti bagaimana semesta menunjukkan kerasnya kehidupan.

Ini adalah cerita yang akan membuatmu berpikir, "Sepuluh tahun lagi, aku akan jadi apa, ya?"

- - - - - - - -

Sakala Nugroho, cowok yang punya mimpi dan cukup ambisius. Mimpinya nggak besar, cukup tidak dihina dan dipandang rendah sama orang lain aja. Apalagi, mengingat latar belakang keluarganya yang bisa dibilang cukup kurang, membuat dia jadi punya tekad yang kuat untuk mengubah keadaan keluarganya.

"Memang benar, tidak ada yang lebih membahagiakan dari sekadar kembali berkumpul dengan teman-teman yang selalu ada." P. 154

Olivia Almeta, cewek yang biang onar. Nggak ada yang benerlah dari hidupnya. Punya geng yang isinya tiga cowok yang nggak ada benernya juga, tapi mereka malah saling support satu sama lain. Ya tipikal kalo temenan sama anak nakal yang saling dukung satu sama lain pada umumnya lah.

Sejak menginjakkan kaki di SMA, Sakala bertekad untuk jadi pribadi yang lebih baik. Dia bahkan memulai semuanya di SMA. Mulai menjadi ketua kelas, bahkan sampai masuk ke anggota OSIS. Menyenangkan? Tentu saja, semuanya jadi kenal dengan Sakala. Sayangnya, Sakala mulai berubah perlahan, menjadi orang yang tidak dikenal oleh seisi sekolah, bahkan Oliv sendiri juga mulai tidak mengenalinya. Di sisi lain, Oliv dan teman se-gengnya juga memiliki masalah yang membentuk mereka menjadi pribadi yang seperti saat ini, yang tidak disukai Sakala dan banyak orang.


R E V I E W

Salah satu novel yang aku incer, akhirnya dapet juga! Bahagia banget, apalagi dapetnya juga dengan setengah harga. Kenapa sih aku ngejar banget novel ini? Well, aku beberapa kali baca karya Kak Ica, dan aku selalu suka gimana kak Ica menuliskan cerita dan konfliknya. Nggak cuma ngebahas masalah remaja aja, tapi juga konflik keluarga yang mungkin sering kita alami, tapi nggak pernah kita tunjukin aja.

Di sini, awalnya aku cukup suka sama Sakala loh! Cowok yang berprinsip menurutku. Punya jalan hidup dan mimpi yang jelas. Tapi waktu dia udah berubah jadi power ranger, aku langsung ilfeel setengah mati. Beneran ya, hidupnya dia tuh jadi saklek banget! Untung bukan temenku, kalo temenku, nggak tau deh, dia bakalan selamet dari sindiranku apa enggak. Punya mimpi itu bagus, tapi kalo sampe sinting, mendingan nggak usah deh.

Sementara Oliv and the gank masih jadi favoritku sejak awal. Meskipun mereka salah, mereka saling support sama lain. Apa pun masalahnya, mereka tetep ada untuk satu sama lain, nggak menjauhkan diri, nggak mengambil kesimpulan sendiri. Kompak banget. Yang kayak begini ini deh susah dicarinya. Meskipunnnnn.. aku juga tau, kalo mereka salah banget, karena suka bolos, nakal dan lain sebagainya.

Jujur ya, aku selalu suka gimana cara kak Ica memasukkan latar belakang dan konflik yang bakalan dialami sama karakter-karakternya. Alus banget. Ngena banget. Pas tau latar belakangnya Oliv and the gank, aku mengiakan semua yang ditulis. Ini tuh kayak ngeliat temenku sendiri jatuhnya. Pengingat juga sih buatku, biar di masa depan, jangan sampe begini deh. Kasian anakku nantinya.


Quotable:

"Mendengar percakapan itu, Sakala kecewa dan belajar satu hal; menyebalkan ketika kita yang mati-matian berjuang justru berakhir kalah telak dari mereka yang berpangku tangan dengan kekayaan." P. 17

"Iya aku paham. Silakan bersenang-senang karena benar, masa remaja apalagi SMA itu cuma datang satu kali dalam seumur hidup. Tapi, jangan lupa juga kalau bersenang-senang pun ada batasnya. Jangan kaget kalau suatu saat setelah masa remaja kamu habis, lalu kamu dihadapkan dengan masalah yang jauh lebih sulit, kamu jadi nggak bisa menanganinya. Kenapa? Ya karena itu hasil dari kelarutan kamu dalam kesenangan masa remaja, tanpa sadar kalau masa remaja itu juga masa di mana semuanya dimulai, termasuk tentang impian atau cita-cita." P. 229

"Bebas ngelakuin dan nentuin apa pun itu artinya tanggung jawab juga semakin besar, Sel. Nikmati aja masa remaja kamu dengan sepositif mungkin. Karena nanti kalau kamu udah dewasa, mungkin kamu nggak akan bisa ngelakuin apa yang kamu dan teman-teman kamu lakuin sekarang. Dan juga, jangan lupa nikmatin apa yang Tuhan berikan. Entah itu masalah atau yang lainnya. Kamu tahu, Tuhan nggak mungkin merancang sesuatu tanpa tujuan." P. 272

"Nyatanya, nggak ada yang bener-bener bahagia di dunia ini. Semua orang punya masalah sendiri-sendiri." P. 309

"Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan hidup dengan bayang-bayang Jody selama belasan tahun. Hidup harus terus berjalan, Riena. Sebesar apa pun rasa sedih kamu karena kehilangan Jody, hidup kamu harus tetap berjalan. Kamu nggak sendirian, ada Oliv, anak kamu. Seharusnya kamu nggak hidup seperti ini." P. 357

"Anak-anak nggak pernah menuntut apa-apa, Ryn. Mereka juga nggak akan berani macam-macam. Asalkan mereka diperhatikan, dipedulikan. Dan aku yakin, diamnya anak kamu sebenarnya menyimpan banyak sekali hal yang ingin disampaikan." P. 358


Saturday, August 1, 2020

[Review] Dua Jejak

Judul : Dua Jejak

Penulis : Aqessa Aninda

Penerbit : Elex Media Komputindo

Tebal : 443 Halaman

"Karena memutuskan berkomitmen sama memilih jatuh hati sama siapa itu beda perkara, Sat."


B L U R B

Katanya, untuk beranjak dan melanjutkan hidup kadang perlu dibantu orang lain.
"Aku ngerti, dia berarti banget buat kamu dan kamu nggak bisa dapetin dia, aku tahu. Makanya kamu pilih aku. Waktu kamu ajak aku jalan, aku tahu aku bukan pilihan pertama kamu. Aku udah siap dengan konsekuensi itu..."

Dan menjadi realistis katanya adalah pilihan yang tepat.
"Terima kasih sudah menjaga aku tetap waras...."

Tapi bukankah kebahagiaan seharusnya kita yang ciptakan sendiri?
"Kinan ingin berterima kasih pada mereka dengan cara berhenti bersedih dan mulai belajar menjadi bahagia tanpa bertumpu dengan orang lain. Kinan tahu ini mungkin nggak masuk akal buat sebagian orang. Tapi Kinan yang paling tahu diri Kinan sendirir. Kapan Kinan harus lari, kapan Kinan harus berhenti."

Dan menjadi realistis itu tetap harus jujur dengan perasaan kita sendiri bukan?
"Gue pengin memiliki lo bukan karena berkompetisi dengan siapa pun. Bukan juga karena gue butuhr seseorang di samping gue. Bukan pengin punya seseorang yang bisa gue pamerin ke orang-orang. Jadi jelasin sebelah mananya gue anggap lo barang? Menurut lo selama ini gue ngapain? Apa lo nggak sadar sama sekali? Does he love you better than I do?"

Ini adalah bagian akhir dari kisah empat orang yang harus mengurangi benang kusut di antara mereka. Karena setiap orang punya ruang khusus untuk seseorang yang sulit untuk digantikan oleh orang lain. Mereka mengukirnya sedemikian rupa hingga tak ada senyawa apa pun yang mampu menghapusnya begitu saja.

- - - - - - - -

Satrya kali ini jadi sobat ambyar. Apalagi setelah ditinggal Kinan pas lagi sayang-sayangnya. Nggak cuma ditinggalin, tapi Kinan juga menghilang, nggak tau ke mana. Nggak ada jejaknya, semuanya tuh kayak berkonspirasi buat bikin Satrya nggak bisa nemuin Kinan. Untungnya, ada Sabrina, cewek yang ketemu sama Satrya lewat cara yang lucu banget di Satu Ruang dulu.
"Untuk apa gue berharap sama orang yang nggak menghargai perasaan gue?" P. 23
Satrya akhirnya memutuskan untuk memulai hubungannya bersama Sabrina, cewek yang brighten up his day. Sayangnya, hubungan mereka ini nggak sehat banget. Satrya kadang nggak memprioritaskan Sabrina kayak orang pacaran pada umumnya gitu. Selain itu, ada juga gangguan di Sabrinanya sendiri. Complicated banget sih ini. Belum lagi Abi yang akhirnya tau kalo Sabrina sebenernya suka sama dia, dan dia sendiri mulai kepikiran SabSab. Gemes-gemes deh baca mereka berempat. Gimana ya cara mereka mengurai kerumitan yang secara nggak sengaja mereka buat sendiri?


R E V I E W

Akhirnya aku bisa baca lanjutannya Satu Ruang! Duh, seneng banget rasanya, apalagi aku cukup penasaran sama cerita SabSab, SatSat, Abi dan Kinan. Baca cerita mereka berempat sebelumnya tuh gemessss banget.

Di novel yang buku kedua ini, alurnya cukup lambat banget sih. Jadi aku sempet stop beberapa kali. Habis nggak nahan banget :( Padahal buku ini cukup kunanti-nanti. Menjelang pertengahan buku, mulai deh semangat lagi, soalnya mulai muncul permasalahan baru yang cukup seru buat diikuti.

Menurutku, yang paling disorot dari novel ini tuh tentang komunikasinya sih. Ya ampun, kayaknya akhir-akhir ini aku sering banget ngebahas ini. Nah di Dua Jejak ini menurutku super complicated banget. Apa ya? Dari pribadi masing-masing, Sabrina, Satrya, Kinan dan Abi punya masa lalu dan ego yang mereka pertahankan satu sama lain. Ego yang bikin mereka menjauh, dan menyakiti diri sendiri. Gemes sendiri pas baca. Kesel banget sama mereka.

Selain itu, aku juga belajar banyak dari Kinan dan SabSab, bahwa nggak bisa selamanya kita tuh menarik kesimpulan atas apa yang kita lihat dan rasain aja. Kita perlu otak yang waras dan dingin untuk ngelihat dari sisi lain. Nggak cuma sesuai sama apa yang kita inginkan aja. Karena kadang ekspektasi kita terhadap seseorang bisa sebegitu tingginya, sementara realitanya tuh nggak sebagus itu. Udah gitu, kita nggak ngomongin apa yang kita suka atau nggak. Jadi ya semakin kacau deh.


Quotable:
"Masalahnya, orang nggak pernah tahu seberapa jauh seseorang sudah emotionally attached dengan orang lain. Dan betapa susahnya untuk bisa seperti itu dengan orang lain." P. 3 to 4

"Kalo diibaratkan dengan dunia nyata, dua orang yang terpisah lama seperti itu, bisa aja perasaannya perlahan jadi hilang atau berubah. Karakter Rama ini ya kayak manusia biasa yag insecure dan poin yang perlu digarisbawah adalah betapa kejujuran dan kesetiaan itu menyelamatkan seseorang." P. 18

"Dia teringat ucapan  Sabrina bahwa kadang kita boleh saja menjadi sedikit egois untuk memenangkan diri kita sendiri. Karena kalau bukan kita sendiri yang menyayangi dan mementingkan diri kita, siapa lagi? Kita nggak bisa menunggu orang lain yang melakukan itu." P. 59

"Gue udah pernah bilang, kalo mau minta orang menerima perasaan lo itu orangnya disayang-sayang, diawarin baik-baik. Bukan malah kayak nggak butuh gitu! Gue kasih tau ya, Bi, Sabrina itu berkali-kali menurunkan egonya buat elo. Elonya sendiri berkorban apa buat dia?" P. 211

"Satu hal yang perlu lo tau, Sab. Perasaan itu akan tetap ada. Tapi gue nggak akan menuntut apa pun dari lo. Karena gue sadar, sesuatu yang tulus nggak seharusnya menuntut balasan." P. 318

"Karena memutuskan berkomitmen sama memilih jatuh hati sama siapa itu beda perkara, Sat." P. 332

"Kamu nggak bisa menyalahkan orang lain, orang nggak akan bisa masuk ke hidup kamu kalau bukan kamu yang mengizinkannya duluan." P. 337

"Kadang kita terlalu sibuk mengurus diri sendiri, sampai lupa apa yang telah kita lewatkan." P. 338

"Kita sering lupa, terlalu sibuk mencari cinta dari seseorang, padahal cinta itu selalu ada di sekitar kita. Bentuknya mungkin berbeda. Tapi selalu ada, nyalanya tidak pernah padam." P. 338

"Ini bukan soal memilih siapa. Ini soal menyelesaikan permasalahan satu per satu. Aku rasa, orang dewasa seharusnya seperti ini. Bukan sekadar menjadi rasional, tapi juga membereskan hal-hal yang berantakan satu per satu." P. 344

"Ternyata kadang orang lebih sempurna dalam pikiran kita ya?" P. 354

"Yya, kadang kebahagiaan itu hadirnya di antara jutaan rasa sakit. Bukan seberapa sering kita ketawa, tapi seberapa seringkita bersyukur setelah menghadapi beban berat dalam hidup bersyukur karena menemukan teman yang bisa diajak berbagi rasa sakit itu dan saling menguatkan." P. 403 to 404