Tuesday, January 28, 2025

[REVIEW] Dewa Angkara Murka



Dewa Angkara Murka
Aya Widjaja
Gramedia Pustaka Utama
416 Halaman

"Pertimbangan penting ketika memutuskan menikah bukan cuma soal pasangan, tapi juga orangtua calon pasangan dan bagaimana penerimaan mereka.”


B L U R B

Namanya Dewangkara Maheswara. Namun, anak buahnya sepakat mengganti namanya menjadi Dewa Angkara Murka. Selain tukang murka, dia juga suka bertitah bagai dewa. Apa pun yang diinginkan harus tercapai saat itu juga. Termasuk saat Dewang “memerintah” Mosha menjadi “pasangannya” supaya dia batal dijodohkan. Mosha awalnya menolak. Namun, undangan pernikahan dari Kyle—rekan kerja sekaligus mantan pacar—membuat hati Mosha terbakar.

Selama lima tahun pacaran, Kyle bilang dia tidak percaya komitmen. Tak lama setelah putus, Kyle malah menikah. Tentu saja Mosha sakit hati. Mosha akhirnya membuat perjanjian dengan iblis—eh, Dewang. Adakah cara yang lebih jitu untuk membalas mantan selain menghadiri pernikahannya dengan membawa pasangan yang jauh lebih keren?

“Kita nggak mungkin dibilang setingan karena nggak masuk akal karyawan nyuruh bosnya nemenin dia ke kondangan mantan.”

- - - - - - - - -

Putus hubungan dengan Kyle sudah membuat hari-hari Mosha memburuk, tapi sepertinya hal ini tidak cukup. Karena Kyle secara tiba-tiba menyebarkan undangan bahwa dia akan menikah dalam waktu dekat. Hal ini jelas memperburuk keadaannya. Mau nggak mau, Mosha harus menerima tatapan mengasihani dari seisi kantornya.
"Cara terbaik membalas mantan adalah dengan menghadiri pernikahannya bersama pasangan baru yang jauh lebih baik daripada dia.”
Dewangkara atau yang biasa disebut karyawannya Dewa Angkara Murka, bos yang hatinya nggak bisa ditebak, bisa kadang baik banget, atau jahat banget. Seringnya memang jahat banget. Hari itu, entah kenapa, lebih memilih memanggil dan membuat Mosha menjadi pacarnya. Mosha nggak cuma kaget, tapi dia juga bingung, karena Dewang bersedia menemani Mosha pergi ke kawinan Kyle.

Kalau sudah kacau begini, Mosha bisa apa selain menjalankan sandiwara bersama Dewang, tapi pertanyaannya, sampai kapan? Karena effort Dewang untuk menjadi pura-pura sangat menyakinkan sekali.


Cover bagian depan Dewa Angkara Murka ini cukup gemesin, dengan warna pink dengan gambar city tower. Nggak ada penggambaran ngeselin tentang bos dan karyawannya. Tapi pas baca bukunya, rasanya pengen bilang, "Menyala Dewangku!".

Ditinggal menikah sama mantan memang ngeselin dan bikin sakit hati. Pas awal ngebaca, duh rasanya kesel banget, apalagi satu kantor. Makin kerasa dong keselnya. Apalagi mereka pacarannya juga sudah lama. Apalah arti 5 tahun, kalau nggak nikah. Meskipun pisahnya baik-baik, tapi kalau dalam waktu singkat udah sebar undangan, apa nggak langsung negatif thinking? Mosha sendiri juga masih mempertanyakan ini, kenapa kok tiba-tiba Dewang mau menawarkan diri untuk menemaninya ke pernikahan Kyle?

Dewang ini adalah tipikal bos pada umumnya, kalau bisa kita, kenapa harus orang lain? Harus bisa memanfaatkan hal atau jasa sebaik-baiknya. Tapi dibalik sifatnya yang memang ngeselin ini, dia juga bos yang cukup loyal lho. Kalau ada rapat, ada snack boks dan makanan. Mana ada di dunia nyata? Ya setidaknya ada yang baik lah dari dirinya.

Sementara Mosha, dia ini karyawan yang cukup tahan banting, mungkin karena didukung sama lingkungannya juga ya. Apalagi ada Kinoy, sahabatnya yang mulutnya cablak banget, tapi siap kapan aja. Juga ada Mbak Afni yang siap pasang badan kalau anak-anaknya kena semprot. Kalau Kyle, dia ini sebenernya berkompeten, tapi kelakuannya emang minus banget banget. Perselingkuhan itu nggak termaafkan ya.

Dewa Angkara Murka, banyak membahas tentang dunia kerja apalagi bagian digital, bagaimana cara mencari supplier yang sesuai, dan juga tentang perselingkuhan dengan kiat-kiat membalas dendam dengan elit. Ada juga pembahasan tentang kenapa sebenernya Kyle selingkuh. Alasannya nggak dibenarkan, tapi cukup menyentuh. 

Yang aku suka tuh effortnya Dewang, untuk ukuran pura-pura, Dewang bener-bener mau usaha lebih. Walaupun kadang ditolak Mosha, kadang dijudesin juga. Tapi ya dia tetep usaha dengan caranya sendiri. Aku juga suka sama mamanya Dewang, dari luar, beliau ini keliatan kayak orang kaya yang bakalan memandang segalanya dengan uang. Nyatanya, enggak! Dia welcome banget sama Mosha, malah lebih milih sama rekomendasi tukang jaitnya Mosha yang deket rumah dibanding sama butik-butik ternama.

Aku baca novel ini sehari lebih dikit, karena di kantor kerjaan nggak begitu banyak dan juga nagih banget baca ini. Penasaran sama gebrakan apa yang bakalan dilakuin Dewang sama Kyle.

Friday, January 17, 2025

[REVIEW] Planet Luna

Planet Luna
Ray Antariksa Yasmine
Elex Media Komputindo
304 Halaman

"Pokoknya, kalau mau punya temen, kamu harus berusaha. Temen itu nggak kayak anak bebek yang bakal ngikutin kita terus seakan-akan kita ini induknya. Mereka juga perlu diperjuangkan."


B L U R B

Nawang itu paduan sempurna atas apa yang tidak Luna miliki. Tidak hanya pintar dan baik hati, tetapi juga berprestasi dan punya banyak teman. Sementara Luna tak pernah berhasil meskipun setengah mati ingin bisa bergaul dan punya sahabat. Dia justru dirundung dan dijauhi orang-orang yang dia kira akan menjadi temannya. Mendengarkan Nawang tertawa-tawa bersama teman-temannya di sebelah rumah hanya mengingatkan Luna pada kesendirian. Luna merasa planetnya akan selalu kosong dan hampa. Dia akan selalu tersisih dari pergaulan dan kesepian sampai tua.

Sementara Luna ibarat enigma. Nawang hanya tahu kalau tetangganya itu tertutup dan pemalu. Gadis itu pernah mengalami perundungan cukup parah yang membuatnya pindah kota saat kecil. Nawang tidak sadar bahwa eksistensinya sebagai anak berprestasi dan punya banyak temanlah yang membuat Luna tak pernah mau didekati.
Kendati begitu, Nawang tidak menyerah. Baginya, sosok penyendiri seperti Luna harus ditemani dan dimengerti, bukan dijauhi, apalagi dikerjai. Namun kenyataannya, mendekati Luna tak segampang yang pernah Nawang bayangkan.

- - - - - - - - - -

Kehidupan Luna seharusnya baik-baik saja sampai Eyang Uti meninggal, dan dia harus kembali ke Jakarta. Tempat di mana hidup berantakannya dimulai. Perisakan yang diterima sejak SD membuat dia enggan kembali ke Jakarta. Kalau bisa, dia di Solo atau Semarang saja bersama kakaknya, Mbak Yana. Sayangnya, kedua orangtuanya tetap memaksanya untuk kembali ke Jakarta lagi.
"Kalian, tuh, setara. Nggak ada yang lebih baik dari yang lain. Pola pikir lo itu yang harus diubah. Jangan memandang diri sendiri terlalu kecil karena nyatanya lo nggak sekecil itu. Ya? Bisa, kan?" — P. 236
Kembalinya Luna ke Jakarta apalagi bersekolah di tempat yang sama dengan Nawang, memberikan kabar yang menyenangkan untuk Nawang. Akhirnya dia memiliki kesempatan lagi untuk bertemu dan berteman dengan Luna. Tapi bagaimana kalau Luna ternyata menarik diri dan nggak mau berteman sama Nawang.

Kalau sudah begini, Nawang harus mencari berbagai cara untuk berteman dengan Luna. Walaupun cukup sulit, karena kehidupan Nawang yang social butterfly. Bisakah Luna akhirnya membuka diri ke Nawang?


Planet Luna digambarkan dengan berbagai hal yang cukup dekat dengan Luna di bagian covernya, aku kira, Luna ini anak yang punya 'dunia' sendiri karena berkebutuhan khusus atau punya indera keenam. Tapi ternyata bukan.

Punya kehidupan yang dibully sejak SD, tentu aja membekas banget buat Luna. Setiap tingkahnya selalu mengundang cacian, padahal dia tidak melakukan apapun yang menarik perhatian, tapi tetap saja, dia yang selalu kena bullying. Pindah sekolah tidak membuat semuanya membaik, Luna masih saja dibayangi ketika dibully, jadi dia lebih memilih untuk menyendiri dan membuat dunianya sendiri, sebagai benteng, agar dia tidak terluka lagi.

Sementara, saat kepindahannya ke Jakarta, dia bertetangga dengan Nawang, social butterfly, punya banyak teman, hal ini justru membuat Luna sedikit banyak iri. Apalagi kedua orangtuanya juga menjanjikan bahwa Nawang akan menemaninya. Luna tentu aja berharap, meskipun nggak banyak. Apalagi saat masuk ke sekolahnya, teman sekelasnya nggak ada yang mendekatinya untuk berteman.

Membaca Planet Luna kembali mengingatkanku sama bullying yang dilakuin ke adikku. Posisinya sama, terjadi waktu SD, cuma bullyingnya nggak sampe fisik, hanya dipalak bekal makannya, sudah dilaporin ke guru, malah gurunya juga ikutan ngebully. Jadi ya kayaknya masih susah ya di Indo waktu itu. Mungkin kalau di beberapa tahun belakangan, sudah lebih kondusif, jadi lebih banyak yang bisa dilakukan kalau sampai terjadi bullying.

Penjelasan tentang penyakit mental di sini juga cukup detail, penyebabnya, gejalanya, dan efeknya terhadap Luna dan yang lainnya pun terasa.

Luna ini kadang bikin aku kesel juga, karena di satu sisi dia terlalu banyak yang dipikirkan, di sisi lain dia juga udah terlalu banyak yang ngebenci. Aku juga heran sih, biasanya anak baru itu kan dikerubungin ya, semua berlomba-lomba deket sama anak baru. Nah ini, malah dibully.

Alur yang dipakai di sini maju mundur untuk menceritakan bagaimana kondisi Luna dulu. Dengan sudut pandang orang ketiga, kita jadi tau bagaimana perasaan Luna, apa yang diharapkannya, atau bagaimana yang diinginkan Nawang dan teman-temannya.

Tokoh favoritku adalahh.. Nawang! Duh, Nawang ini cowok yang ijo royo-royo, hutan rimba! Meskipun kadang dia bingung sama perasaannya, kadang nggak jelas juga maunya apa. Tapi dia selalu all out untuk melakukan sesuatu. Untuk deket sama Luna aja dia rela melakukan hal-hal yang menurut temennya aneh. Selain itu, aku juga suka dengan persahabatan Fantastic Five, mereka bener-bener saling support satu sama lain. Kalau salah satu kena masalah, semuanya siap membantu, mau cewek ataupun cowok. Bener-bener supportif banget.

Planet Luna bener-bener heartwarming, ditutup dengan persahabatan yang manis. Tapi untuk para pembaca, ku warning dulu, banyak perisakan yang ada di novel ini, sebaiknya dibaca di saat yang tenang ya. Supaya nggak ketrigger.


From the book...
"Pokoknya, kalau mau punya temen, kamu harus berusaha. Temen itu nggak kayak anak bebek yang bakal ngikutin kita terus seakan-akan kita ini induknya. Mereka juga perlu diperjuangkan." — P. 42
 
"Kalau kamu udah dewasa, Luna, kamu mungkin akan tahu kalau nggak semua impian itu bsia terwujud. jadi terwujud satu aja rasanya udah berharga banget." — P. 131

"Aku pernah baca artikel yang bilang kalo sering kali seseorang tuh di-bully bukan karena telah melakukan kesalah. Orang lain aja yang emang rese dan sok superior di atas orang lain. Kita nggak pernah minta dijahatin, kan? Tapi ada aja orang-orang yang suka jahat sama orang lain." — P. 136

"Sheila harus terus mengingatkannya bahwa pertengkaran adalah hal yang biasa terjadi dalam sebuah pertemanan, terutama ketika ada dua orang atau lebih yang berselisih pendapat, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari itu." — P. 157

"Luna, jadi bagian dari lima ribu bunga mawar itu bukan berarti nggak spesial. Kita cuma belom dikenal orang lain aja. Atau belom 'dijinakkan', kayak yang dibilang buku ini. Kalo udah kenal, pasti jadi spesial." — P. 161

"Lo, tuh, mirip adek gue yang sekarang di Prancis, Lun. Suka insecure. Padahal, nggak ada di dunia ini manusia yang sempurna. Kita merasa kurang karena kelamaan memandang orang lain yang menurut kita lebih beruntung. Kita merasa buruk karena apa yang kita punya nggak sesuai sama ukuran-ukuran yang menurut kita ideal." — P. 205

"Lo harus ngerti kalo semua orang di dunia ini tuh udah dapet porsinya masing-masing. Kalo dibanding-bandingin terus, lo nggak akan pernah puas dengan apa yang lo punya." — P. 206

"Hidup itu nggak cuma soal omongan orang lain tentang kita, atau soal pikiran-pikiran jelek yang ganggu kita setiap hari. Juga bukan soal siapa yang paling beruntung, siapa yang paling sial. Hidup itu juga soal gimana caranya memahami diri kita sendiri dan menerima apa yang Tuhan kasih, as cliche as it sounds." — P. 206

"Kalian, tuh, setara. Nggak ada yang lebih baik dari yang lain. Pola pikir lo itu yang harus diubah. Jangan memandang diri sendiri terlalu kecil karena nyatanya lo nggak sekecil itu. Ya? Bisa, kan?" — P. 236

"Hari itu, Nawang belajar bahwa berbaikan tidak berbanding lurus dengan berteman." — P. 296

"Setelah menjadi orang pertama yan peduli, sekarang Sheila juga menjadi orang pertama yang kembali. Membuktikan hal lain pada Luna, bahwa tidak semua orang yang meninggalkannya akan benar-benar pergi." — P. 336