ViralLaili MuttamimahGramedia Pustaka Utama392 Halaman
"Sampai akhirnya saya tersadar bahwa secinta apa pun saya terhadap sesuatu, saya pasti akan menemukan sisi gelap dari hal itu, yang belum tentu bisa saya terima. Persepsi saya tentang kehidupan di media sosial berubah, karena masalah antara saya dan Keenan. Di sini saya mau meluruskan apa yang sebenarnya terjadi.”
B L U R B
Ariel Latisha hanyalah anak SMA yang menganggap dirinya tidak cantik. Namun, kehidupannya berubah drastis saat dia diminta menjadi model foto Gyn the Label, merek baju milik ibu sahabatnya, Wendy. Siapa sangka, orang-orang justru menyukai sosok Ariel sebagai model dan dia mendadak terkenal di Instagram.
Ariel awalnya kikuk menjadi pusat perhatian, tapi dia memberanikan diri mengunggah banyak konten sesuai permintaan netizen. Berbagai kesempatan pun terbuka lebar: pengikutnya menembus angka ratusan ribu, diajak bergabung dalam influencer management agency, mendapatkan banyak tawaran endorsement, hingga menarik perhatian aktor ternama!
Segala kemewahan itu membuat Ariel terlena, sampai suatu hari video syurnya tersebar dan viral.
- - - - - - - -
Terbiasa hidup biasa yang cenderung menutup diri membuat Ariel jadi anak yang minderan. Apalagi kulitnya nggak sesuai dengan standar kecantikan masyarakat. Kulitnya sawo matang, dan lagi dia juga nggak pintar pakai make up. Yang bisa diandalkan hanyalah kerajinan dan otak encernya, inilah yang membuat dia lumayan dekat dengan Wendy, sahabatnya, selain karena orangtuanya juga pernah bekerja di rumah Wendy.
"Riel, Riel. Jangan kemakan iklan yang bilang cantik itu harus putih dan mancung! Kenapa banyak model wajah blasteran dipakai buat iklan skincare pencerah wajah? Karena itu tujuan produknya, Riel." — P. 30
Menjadi model pengganti Gyn The Label tentu tidak masuk dalam impiannya, karena impiannya melanjutkan pendidikan di salah satu PTN terkenal. Karena menjadi model pengganti inilah, dia mulai menginjakkan kaki menjadi seorang content creator, bertemu dengan banyak orang, masuk ke dalam agency, tapi gimana kalau Ariel kesandung skandal? Bisakah Ariel bertahan?
Menjadi content creator di Indonesia itu gampang nggak sih? Menurutku, gampang banget, soalnya orang Indonesia itu suka dihibur dan gampang banget ngeviralin sesuatu di sini. Unik dikit, viral. Nanti bermasalah dikit, viral. Beda banget sama negara tetangga yang kalo punya masalah tuh dicancel beneran.
Sama seperti Ariel, di saat dia kepepet dan butuh uang dalam jumlah besar, dia dapat tawaran untuk jadi model pengganti, meskipun awalnya uang yang didapatkan nggak langsung banyak, tapi lumayan kan? Apalagi dia juga pengen banget kuliah dan punya tabungan. Sebenernya ini nggak salah, namanya juga cari sampingan. Sayangnya, Ariel ini keblinger. Padahal pacar sama sahabatnya udah ngingetin dia untuk tetep fokus sama sekolahnya, biar ga kepecah.
Kasus Ariel ini mirip sama aku dulu pas jaman kuliah. Karena aku udah lelah sama revisian habis sidang, dan pas itu juga aku ditawarin untuk lanjut kerja di tempatku magang, aku berujung hampir nggak lulus. Kerja itu bener-bener menyenangkan soalnya, dapet duit, habis pulang yaudah aja gitu. Nggak perlu mikirin besok revisi harus gimana, modul yang perlu dipake apa, tugas buat matkul harus gimana. Tapi menurutku, pelajaran tetep nomer 1 ya guys. Meskipun kita cuma ngejar gelarnya aja, tetep selesaikan sampai selesai.
Membaca Viral, kembali mengingatkanku sama artis-artis atau selebgram atau selebtok yang gampang banget viral, padahal nggak ada karya yang signifikan gitu. Memang terkenal karena bisa menghibur dengan tingkah lucunya aja, atau malah karena satu masalah. Indonesia ini emang jago banget lah kalo suruh ngeviralin orang.
Viral banyak banget pelajarannya, mulai dari kepercayaan diri, mengejar impian, sampai dunia entertain yang silau dan ternyata nggak semenyenangkan itu. Jadi pengingat sekali lagi, kalau sampai terjun ke dunia entertain, jangan sampai terlena dan terekam. Terlena aja nggak papa, kalau udah sampai di rekam-rekam, bahaya banget sih. Jejak digital itu bakalan ada selamanya.
From the book...
"Kulit memang nggak harus putih, Riel, tapi kesehatannya harus dijaga." — P. 15"Riel, Riel. Jangan kemakan iklan yang bilang cantik itu harus putih dan mancung! Kenapa banyak model wajah blasteran dipakai buat iklan skincare pencerah wajah? Karena itu tujuan produknya, Riel. Model dipilih dari pesan yang mau disampein ke audiens. Di Indonesia, iklan pencerah wajah banyak banget, makanya model yang dipakai kebanyakan kulitnya terang. Biar seolah-olah kita bisa kayak mereka." — P. 30"Kamu akan selalu nggak bisa sampai akhirnya berani mencoba. Sekarang simpan sebentar rasa takutmu, terus tanya sama hati kecilmu, sebenarnya kamu mau, nggak?" — P. 42"Intinya, jadi diri sendiri aja, Riel. Jangan sampai kamu repot-repot ngelakuin hal yang ternyata nggak 'kamu banget', cuma biar dapat likes dari orang." — P. 85"Prinsip gue, ikutin aja kata hari. Kalau lo yakin itu baik buat lo, lakuin. Kadang-kadang, yang bikin kita takut terjun ke dunia yang lebih besar itu bukan karena kita nggak mampu tapi karena kita belum familier sama situasinya." — P. 120“Mendadak, aku menyadari, ketenaran tidak menjamin seseorang akan tetap dibela. Orang-orang yang awalnya mendukung kita habis-habisan bisa berbalik menjadi sosok yang menjatuhkan kita.” — P. 198“You know, Tante? I’m done. Aku udah capek hidup kayak gini, penuh kepura-puraan. Aku nggak bebas ngelakuin apa aja yang aku mau. Semua pilihan-pilihan hidupku harus ngikutin apa kata netizen, apa kata Tante. Ini hidupku, Tante! Aku berhak jalanin sesuai pilihanku sendiri!” — P. 211“Sampai akhirnya saya tersadar bahwa secinta apa pun saya terhadap sesuatu, saya pasti akan menemukan sisi gelap dari hal itu, yang belum tentu bisa saya terima. Persepsi saya tentang kehidupan di media sosial berubah, karena masalah antara saya dan Keenan. Di sini saya mau meluruskan apa yang sebenarnya terjadi.” — P. 288“Semuanya udah terjadi, Riel, kamu nggak bisa balik lagi buat ubah semuanya. Tapi selalu ada kesempatan untuk mempebaiki, itu yang kita lagi coba sekarang. Kamu masih punya masa depan buat perjuangin, jadi jangan sia-siain peluang yang kamu punya.” — P. 295