Sunday, November 8, 2020

[Review] Purple Prose

 

Judul : Purple Prose

Penulis : Suarcani

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 304 Halaman

"Selain itu, aku pikir cara terbaik untuk menang atas masa lalu adalah dengan menghadapinya. Aku tidak mungkin terus-terusan sembunyi, kan?"


B L U R B

Tujuh tahun lalu, kematian Reza membuat Galih lari ke Jakarta. Namun, penyesalan tiidak mudah dienyahkan begitu saja. Ketika kesempatan untuk kembali ke Bali datang lewat promosi karier, Galih mantap untuk pindah. Ia harus mencari Roy dan menyelesaikan segala hal yang tersisa di antara mereka.

Roya begitu terkurung dalam perasaan bersalah. Kanaya, adiknya, menderita seumur hidup karena kekonyolan tujuh tahun lalu. Roya merasa tidak memiliki hak untuk berbahagia dan menghukum dirinya secara berlebihan. Keharidan Galih mengajarkan Roya cara memaafkan diri sendiri.

Saat karier Galih makin mantap dan Roya mulai mengendalikan haknya untuk berbahagia, karma ternyata masih menunggu mereka di ujung jalan.

- - - - - - - -

Roya, seorang admin di salah satu nomor telepon seluler, yang bisa dibilang dia tuh ceroboh banget. Kalo kerja, jarang ada yang bener-bener beres tanpa bikin kesalahan kecil. Setiap harinya, dia selalu jadi bulan-bulanannya anak kantornya. Entah yang dimarahin, disuruh-suruh, kerjaannya juga jadi serabutan. Nggak jerlas, padahal belum tentu itu kerjaannya dia juga.
"Kamu yang selalu menyugesti dirimu salah, padahal yang kamu buat belum tentu kesalahan." P. 96
Galih, seorang supervisor yang akan dipindah ke Bali karena di Bali posisinya sedang kosong. Bahagia? Mungkin nggak begitu, tapi yang jelas, mamanya sangat khawatir, kejadian tujuh tahun lalu terulang lagi. Apalagi, masalah yang Galih timbulkan waktu itu cukup heboh. Kembalinya Galih ke sana bukan nggak mungkin membuat Galih jadi bertemu teman-temannya lagi kan?

Galih dan Roya, sering sekali mereka berdua menghabiskan waktu. Meskipun Roya kikuk pada pertama kali, bahkan dia juga cukup sering membantu Galih. Alasan Roya menjadi kikuk juga karena masa lalu yang cukup membuat dia terus merasa bersalah karena kejadian yang terjadi pada Kanaya adiknya, bisakah Galih membuat Roya melepaskan rasa bersalahnya perlahan-lahan?


R E V I E W

Di awal baca Purple Prose, jujur aja aku nggak ada ekspektasi apa-apa. Nggak kepikiran gimana ke depannya. Karena aku nggak baca blurbnya. Hehehe.. Aku cuma yakin kalo tulisan kak Ani pasti keren banget. Jadi ya langsung baca aja gitu.

Waktu di bagian awal, diceritain bahwa mamanya Galih nggak mau Galih ke Bali, udah di blacklist gitu tempatnya. Cukup dibuat penasaran sama apa yang terjadi di Bali. Pas Galih sampe Bali pun, nggak dijelas-jelasin juga. Geregetan banget deh. Beneran. Gemes juga sama Roya dan sikap terlalu ngalahannya dia. Pokoknya kalo dimarahin, terima aja, nggak boleh ngelawan. Antara kasian, tapi geregetan juga sama dia. Apa ya? Nggak ada upaya untuk membela diri ini loh. Padahal kadang kesalahannya juga bukan karena dia nggak mau ngerjain, tapi emang nggak ada waktu sama sekali.

Mendekati pertengahan, mulai dibuka satu satu masalahnya mereka apa sebenernya, awal mulanya gimana, kesalahan mereka di masa lalu apaan. Aku cukup kaget sih. Soalnya bener-bener bikin shock. Mulai dari sinilah, penyelesaiannya akan dimulai.

Aku cukup suka sama karakternya Galih. Dia berani untuk speak up. Ya udah diajarin sama orangtuanya juga sih, kalo memang salah, ya diakuin aja. Meskipun dia butuh waktu buat melakukan hal itu, tapi aku cukup suka sama sikapnya ini. Kalau sama Roya, aku nggak bisa banyak ngomong, karena aku nggak pernah di posisinya dia, nggak bisa menghakimi juga. Karena yang namanya trauma tiap orang kan beda-beda kadarnya.


Quotable:
"Kamu yang mengatur mindset-mu ke kesalahan, jadi ketika orang menyalahkanmu, kamu sama sekali tidak punya kepercayaan dirim bahkan untuk sekadar percaya pada dirimu sendiri." P. 96

"Selain itu, aku pikir cara terbaik untuk menang atas masa lalu adalah dengan menghadapinya. Aku tidak mungkin terus-terusan sembunyi, kan?" P. 106

"Jika disamakan dengan buku, berlembar-lembar kisah kita hanya dipenuhi oleh purple prose, oleh penggambaran rasa sakit dan sesal atas peristiwa itu. Kita terlalu terikat dengan kesalahan di masa lalu. Padahal dalam lembar-lembar yang terbuang itu kita bisa maju selangkah, atau setidaknya berusaha untuk move on. Tetapi kenyataan kita nggak bisa, terus saja mikirin hal itu sampai sakit kepala sendiri." P. 163

"Aku tahu memang tidak mudah, tetapi kamu masih bisa membayar rasa bersalahmu dengan cara lain. Penyesalan tidak harus dibayar dengan ikut mengubur diri dalam kesedihan. Itu bukan cara yang tepat, Roya." P. 202

"Saat kita bersembunyi setelah melakukan sebuah kesalahan, kita pasti akan selalu merasa ketakutan, Galih. Kita akan selalu terbayang hukuman yang akan kita terima. Entah itu dimarah, dipukul, atau dicaci maki. Padahal, kenyataannya, kita nggak akan benar-benar tahu apakah kita akan mendapat hukuman atau tidak jika ketahuan kan?" P. 252

"Kejujuran dan tanggung jawab. Sata kamu jujur, maka orang-orang akan menghargai usahamu. Ketika kamu bertanggung jawab, orang-orang akan berterima kasih. Jika kamu melakukan keduanya setelah melakukan kesalahan, Papa jamin hukumanmu akan bertambah ringan. Kamu mengerti?" P. 253

No comments:

Post a Comment