Monday, December 16, 2024

[REVIEW] Gadis Kretek

Gadis Kretek
Ratih Kumala
Gramedia Pustaka Utama
288 Halaman

“Matamu boleh saja buta. Tetapi, hidung dan indra perabamu harus bekerja sama.”


B L U R B

Pak Raja sekarat. Dalam menanti ajal, ia memanggil satu nama perempuan yang bukan istrinya; Jeng Yah. Tiga anaknya, pewaris Kretek Djagad Raja, dimakan gundah. Sang ibu pun terbakar cemburu terlebih karena permintaan terakhir suaminya ingin bertemu Jeng Yah. Maka berpacu dengan malaikat maut, Lebas, Karim, dan Tegar, pergi ke pelosok Jawa untuk mencari Jeng Yah, sebelum ajal menjemput sang Ayah.

Perjalanan itu bagai napak tilas bisnis dan rahasia keluarga. Lebas, Karim, dan Tegar bertemu dengan pelinting tua dan menguak asal-usul Kretek Djagad Raja hingga menjadi kretek nomor 1 di Indonesia. Lebih dari itu, ketiganya juga mengetahui kisah cinta ayah mereka dengar; Jeng Yah, yang ternyata adalah pemilik Kretek Gadis, kretek lokal Kota M yang terkenal pada zamannya.

Apakah Lebas, Karim, dan Tegar akhirnya berhasil menemukan Jeng Yah?

Gadis Kretek tidak sekadar bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri dari para tokohnya. Dengan latar Kota M, Kudus, Jakarta, dari periode penjajahan Belanda hingga kemerdekaan, Gadis Kretek akan membawa pembaca berkenalan dengan perkembangan industri kretek di Indonesia. Kaya akan wangi tembakau. Sarat dengan aroma cinta.

- - - - - - - - -

Pak Raja, salah satu pemilik perusahaan rokok yang cukup besar dan dikenal di masa kini. Siapa sih yang nggak tau rokok Djagad Raya? Rokok yang sejak bertahun-tahun lalu berdiri, dan sekarang sudah dipegang oleh generasi ketiganya. Saat ini, dirinya sedang diambang maut, nyawanya bisa saja dicabut malaikat sewaktu-waktu. Anehnya, di saat bapaknya ngelindur, yang disebut adalah nama Jeng Yah, bukan nama ibunya. Tentu saja hal ini mengundang rasa cemburu ibunya dan pertanyaan dari ketiga anaknya. Siapakah Jeng Yah?
“Perempuan itu cemburu… sebab romomu lebih memilih Ibu ketimbang dia.” — P. 265
Akhirnya, Lebas dan kedua kakaknya berangkat ke Kudus, di mana pabrik Djagad Raya berada, untuk mencari tau, siapa Jeng Yah yang disebut-sebut ayahnya ini. Sepertinya, mereka tidak hanya menemukan jawaban siapa Jeng Yah, tapi juga mengetahui masa lalu pabrik rokok yang didirikan oleh kakeknya dulu.


Ah, akhirnya aku berhasil juga membaca Gadis Kretek ini. Novel yang sebenernya sejak dulu sudah cukup booming. Sayangnya aku belum tertarik untuk baca, takutnya bahasanya terlalu baku, jadinya aku nggak bisa ngikutin, tapi ternyata? Bahasanya mengalir dan mudah dipahami, ya ampun, aku ke mana aja?

Menceritakan tentang Pak Raja yang sudah sekarat, dan menyebut nama Jeng Yah. Kukira, di bagian awal aku akan dikasih cerita tentang kehidupan anak pak Raja dan perjalanan mereka untuk mencari tau siapa itu Jeng Yah. Nyatanya, di bab selanjutnya, kita diajak mundur ke waktu sebelum semua itu terjadi. Ini bener-bener jauh banget, tahunnya di 1900an gitu. Dimana Belanda masih menjajah, kemerdekaan bahkan belum sepenuhnya milik Indonesia. Historical banget! Nggak cuma masalah rokok, tapi lengkap juga dengan masalah yang terjadi di masa itu.

Alur yang dipakai maju dan mundur, nggak ada penandanya. Tapi pasti kerasa kok bedanya, soalnya kalo di masa sekarang ngebahas Lebas, Karim, dan Tegar. Sementara kalau di masa lalu, bahasnya tentang Djagad dan perkembangan kretek jaman dulu. Meskipun nggak ada timeline waktunya, aku nggak merasa kebingungan setiap kali perpindahan alur. 

Setiap halaman itu nagih banget, dan buatku, ini tuh kayak belajar sejarah rokok dan juga tentang marketingnya. Idroes Moeria di sini bener-bener memikirkan banyak hal lebih maju untuk memasarkan rokok buatannya. Menurutku, dia tuh pinter banget untuk ngebaca situasi, cepet dan juga berani untuk ngambil keputusan besar. Walaupun resikonya juga besar. Bener-bener pemikiran pebisnis gitu lah. Persaingannya dengan Djagad juga buatku jadi hiburan banget. Djagad ini tipe orang yang suka niru doang. Nggak cuma itu, Djagad dan Idroes ternyata juga menyukai orang yang sama. Jadi mereka semakin sering berkompetisi untuk mendapatkan sang pujaan hati ini.

Cukup menyenangkan membaca Gadis Kretek ini. Aku jadi penasaran dengan versi dramanya. Apakah akan se-addict baca novelnya?



Monday, December 9, 2024

[REVIEW] Romansa Stovia

Romansa Stovia
Sania Rasyid
Kepustakaan Populer Gramedia
353 Halaman

 Mengapa manusia selalu tergerak hatinya untuk meraih ketidakmungkinan? Apakah karena hal uang membuat penasaran terasa lebih menantang ketimbang menggapai hal yang mudah didapat?”


B L U R B

Kadang-kadang kita jatuh cinta kepada milik orang, kadang-kadang kepada orang yang berbeda. Dan yang ia hadapi adalah keduanya, komplet menjadi satu. Mengapa manusia selalu tergerak hatinya untuk meraih ketidakmungkinan?
 
 *****

Batavia, 1918. Yansen, pemuda Minahasa, hendak mewujudkan mimpi menjadi dokter di tanah air sendiri. Bersama Hilman pemuda Sunda, Sudiro pemuda Jawa, dan Arsan pemuda Minang, Yansen menemukan ikatan persahabatan di STOVIA. Masa lalu masing-masing tokoh turut membayangi perjalanan mereka selama belajar di sekolah kedokteran pertama di Hindia Belanda itu.

Fiksi berlatar Hindia Belanda di awal abad ke-20 ini menceritakan bagaimana empat sekawan itu saling mendukung kala mereka menghadapi masalah hidup masing-masing. Manakah hal yang harus Yansen pilih? Cinta, sahabat, atau kebanggaan menjadi dokter pada suatu hari nanti?

- - - - - - - - - -

Bagaimana rasanya menjadi seorang anak daerah yang bisa ke Batavia untuk bersekolah di STOVIA? Rasanya pasti senang sekali. Bagi orang dulu, STOVIA ini semacam jabatan, kalau kau bisa ke Batavia berarti kau orang hebat. Apalagi kau masuk di STOVIA, sudah jelas hebat dan pintar. Tapi hal berbeda bagi Yansen, keputusannya untuk pergi ke Batavia, apalagi bersekolah di STOVIA awalnya bukan hal yang diinginkannya. Sampai kejadian itu terjadi, barulah Yansen benar-benar memutuskan untuk menuntut ilmu di STOVIA dengan keinginannya sendiri.
“Mengapa heran, Maramis? Orang bisa jatuh cinta di mana saja, bisa bertemu di bawah pohon, atau di depan kedai nasi iduk sekalipun.” — P. 180
Hari pertamanya di STOVIA, Yansen sudah memiliki masalah sekaligus tiga teman baru. ada Hilman dari Bandung, Sudiro dari Purworejo, dan Arsan dari Bukittinggi. Selain karena masalah mereka di hari pertama, mereka berempat juga memiliki otak yang cerdas, tentu saja ini membuat mereka semakin solid.

Selama masa pembelajaran di STOVIA, tentu saja banyak pelajaran dan juga pengalaman yang bisa mereka dapatkan, tapi ketika salah satu dari mereka memiliki masalah yang cukup pelik, bisa kah mereka tetap mempertahankan persahabatannya? Atau malah memutuskan untuk meninggalkan yang lainnya?


Siapa sih yang nggak kenal dengan STOVIA? Sekolah kedokteran jaman dulu yang cukup terkenal di Batavia. Sekolah yang awalnya untuk membantu tenaga medis yang keteteran karena penyakit menular di Banyumas. Berawal dari tiga murid saja, sekarang berkembang jadi lebih banyak siswa yang mendaftar. Sampai saat ini, profesi dokter menurutku salah satu profesi yang keren, walaupun kalo sekolah tuh lamaaaa banget, tapi keren aja jadi dokter.

Cerita dibuka oleh Yansen, pemuda Manado yang datang bersamaan dengan Hilman, pemuda Bandung yang cukup mentereng. Kemudian mereka bertemu dengan Arsan dan Sudiro. Siapa sangka, sejak dulu pulau Jawa sudah menjadi destinasi berbagai orang dari pulau lain untuk melanjutkan jenjang pendidikan. Awalnya kukira Romansa STOVIA ini bakalan banyak membahas kisah percintaan murid yang sedang bersekolah di sana, tapi ternyata jauh daripada itu!

Nggak hanya tentang persahabatan, di sini juga dijelaskan apa alasan mereka memutuskan serius mengambil kedokteran di STOVIA, kisah percintaan setiap tokohnya, dan juga masalah yang mereka hadapi selama mengambil pendidikan kedokteran. Kukira, kedokteran jaman dulu nggak sepanjang kedokteran jaman sekarang, ternyata sama aja ya. Empat sekawan ini juga menjalani pendidikan yang panjang dan mendalam.

Tokoh yang aku suka di sini adalah Tuan Sterren. Menurutku, dia ini salah satu guru yang bisa dijadikan panutan. Dia mau mensupport murid didiknya untuk menjadi jauh lebih baik ketimbang dia. Siap memfasilitasi dan transfer ilmunya bener-bener 100%. Pokoknya sampai kamu paham apa yang dijelaskan dia. Sayang sekali sama Tuan Sterren ini.

Romansa STOVIA nggak hanya menceritakan keempat sahabat ini, tapi juga dengan latar belakang mereka, masa lalu yang membentuk mereka sampai sekarang ini, bahkan sampai membahas bagaimana kultur budaya mereka juga lho! Aku bener-bener diajak mundur jauh banget dan memahami bagaimana keadaan saat itu. Aku suka sekali dengan detail yang dimasukkan kak Sania. Mulai dari alat transportasi macam trem dan bendi, bahasa Belanda, penyebutan jabatan, dan setting waktu yang benar-benar di jaman itu. Suka sekali!

Aku sangat merekomendasikan novel ini untuk kalian yang suka membaca kisah fiksi sejarah! Kak Sania menuliskan dengan detail semuanya. Apalagi beberapa waktu sebelumnya, sempat lewat di FYPku tentang STOVIA yang sekarang menjadi Museum Kebangkitan Nasional. Jadi pas ngebaca ini langsung ada gambaran gimana kira-kira isi dalemnya STOVIA.



From the book...
“Menyukai orang yang tidak pernah suka kepada kita itu menyakitkan, Yansen.” — P. 33

“Mengapa heran, Maramis? Orang bisa jatuh cinta di mana saja, bisa bertemu di bawah pohon, atau di depan kedai nasi iduk sekalipun.” — P. 180

“Mengapa manusia selalu tergerak hatinya untuk meraih ketidakmungkinan? Apakah karena hal uang membuat penasaran terasa lebih menantang ketimbang menggapai hal yang mudah didapat? Namun, semua tentu ada batasnya, apalagi jika kita mencintai milik orang lain. Kita hanya bisa mengulur waktu dan mencoba membohongi diri hingga pada saatnya perpisahan jua yang harus kita hadapi.” — P. 203

“Cinta membuat kita gelap mata. Kadang-kadang begitu tipis antara batas bodoh dan cinta, tetapi kau tidak bodoh, Arsan.” — P. 254