Sunday, March 9, 2025

[REVIEW] Baby-to-Be



Baby-to-Be
Marina Yudhitia
Bentang Pustaka
350 Halaman

“For a disclaimer, perasaan takut, ragu, dan semua yang nggak nyaman selama hamil itu bakal tus datang dan pergi, San. Timbul dan tenggelam. Jadi, nggak akan langsung seratus persen berubah gitu aja kayak ngebalikin telapak tangan.”


B L U R B

Sebagai doula yang pekerjaannya mendampingi ibu hamil, Adel sendiri tak pernah ingin menjalani komitmen pernikahan, termasuk kehamilan. Pengalaman buruk keluarganya di masa lalu membuat Adel menganggap dirinya akan turut mewarisi kegagalan yang sama.

Sampai kemudian, Adel didatangi Bo, seekor bangau mitologis yang membawa buntalan kain berisi ruh calon bayi kepada sang ibu.

Adel pun dihadapkan pada satu pertaruhan: menemukan pemilik asli sang calon bayi, atau merelakan ruh bayi itu bersemayam dalam rahimnya

- - - - - - - - -

Memiliki pekerjaan sebagai doula—pendamping kehamilan—membuat Adel lebih banyak tau bagaimana harus menghadapi kehamilan, bagaimana respon yang tepat untuk menenangkan pasangan yang sedang menjalani kehamilan. Selama ini, Adel sudah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, meskipun beberapa kali dia keceplosan mengatakan hal yang tidak seharusnya. Tapi kali ini, Adel melakukan kelalaian sebagai doula yang seharusnya standby, tapi dia menghilang!
”Iya, sih. Kesempatan kedua itu selalu ada, tapi itu pilihan. Tergantung apakah manusianya mau mengambil kesempatan itu, atau enggak sama sekali.“ — P. 174
Karena kesalahannya kali ini cukup fatal, Adel harus mengambil jeda dan merefleksi kesalahannya. Dalam masa refleksinya ini, dia malah didatangi Bo, si bangau pembawa bayi yang seharusnya cuma ada di dongeng-dongeng. Belum lagi, dia membawa bayi yang harus dicari pemiliknya secepatnya, atau Adel yang harus menerimanya. Bisakah mereka menemukan siapa pemilik asli bayi itu?


Ada yang pernah tau profesi doula sebelumnya? Sejujurnya, aku cuma pernah denger aja, nggak pernah mencari tau doula itu pekerjaan seperti apa. Ternyata pekerjaannya lumayan bermanfaat dan punya dampak yang cukup besar untuk pasangan yang menjalani kehamilan. Kita semua tau kan, kalau segampang-gampangnya menjalani kehamilan, pasti ada aja yang bikin kita worry.

Membaca Baby-to-Be kembali mengingatkanku sama kartun bangau pembawa bayi yang pernah aku lihat waktu pas kecil. Dulu, kukira punya anak juga begitu, akan ada bangau yang ketuk-ketuk di depan pintu bawa bayi dibungkusan. Ternyata nggak begitu! Ya ampun, polos banget aku jaman dulu. Bo, si bangau pembawa bayi ini nggak cuma sebagai tempelan aja. Kak Marina seru banget menjelaskan kehidupan Bo itu bagaimana, pekerjaan yang harus mereka selesaikan, sampai pembagian tugas antar bangau itu sendiri. Ternyata nggak cuma membawa aja, tapi juga memulangkan, kalau misalnya ada yang mengaborsi anak itu.

Di masa pencarian ‘ibu’ yang sebenarnya atas bayi yang dibawa Bo, ternyata malah membuat mata Adel lebih terbuka lagi. Kehidupan yang dilihat nggak cuma yang normal-normal aja, tapi juga dari berbagai kalangan. Adel jadi banyak belajar. Keliatan banget perkembangan karakternya Adel dari yang serampangan, seenaknya sendiri, jadi anak yang lebih tertata, jauh lebih peka dengan perasaan orang lain.

Baby-to-Be, meskipun banyak menjelaskan tentang kehidupan Adel, tapi juga banyak menceritakan keresahan di saat hamil sampai melahirkan. Apalagi dari sisi Bo. Bagaimana 'dunia' Bo yang sebenarnya, apa yang terjadi kalau menggugurkan bayi, dan banyak juga dibahas tentang kehidupan sebagai ibu di luar sana, yang mungkin sebagian besar kita sudah tau.

Baby-to-Be bener-bener heartwarming buatku. Nggak cuma tentang ibu hamil, tapi juga tentang perjuangan untuk memiliki anak dan membesarkan anak nggak semudah itu. Sangat-sangat-sangat merekomendasikan ini untuk dibaca bahkan anak SMA sekalipun. Jangan sampai melakukan kesalahan sebelum sah. Soalnya punya anak nggak gampang. Capek bangett.. Aku aja yang pengen punya anak, pas lahiran rasanya mau gila. Apalagi yang nggak menghendaki adanya bayi, bisa lebih gila daripada aku mungkin.

 
From the book…
“Coba, deh, lu jadian sama cowok, Del, or even better… nikah. Mungkin lu jadi bisa merasakan sendiri gimana kerikil-kerikil dalam berhubungan itu justru bisa jadi pemanis.” — P. 37

”Selama proses melahirkan itu, mungkin seorang wanita dianggap berada di titik terlemahnya. Titik ambang antara hidup dan mati. Tapi, yang gue lihat, justru wanita itu dengan magisnya, memancarkan satu kekuatan terpendam yang nggak akan pernah dia tunjukkan lagi kalau bukan dalam proses persalinan.” — P. 85

”Iya, sih. Kesempatan kedua itu selalu ada, tapi itu pilihan. Tergantung apakah manusianya mau mengambil kesempatan itu, atau enggak sama sekali.“ — P. 174

”Dan, kelak saat kamu jadi seorang istri dan ibu, Mama yakin kamu nggak akan mengalami apa yang menimpa Mama dan Manda. Karena nasib seseorang dianugerahkan terpisah, bukan diwariskan dari garis keturunan.” — P. 204

”Kesalahan itu ada supaya kita belajar, Nak, bukan untuk menjatuhkan kita dengan tuduhan ‘kamu gagal’. Selama jantung masih berdetak dan napas masih dapat dihirup, selama itu juga kita selalu punya kesempatan menjadi pribadi yang lebih baik. Apalagi, sekarang kita juga sepakat untuk melepaskan belenggu masa lalu, kan?” — P. 205

For a disclaimer, perasaan takut, ragu, dan semua yang nggak nyaman selama hamil itu bakal tus datang dan pergi, San. Timbul dan tenggelam. Jadi, nggak akan langsung seratus persen berubah gitu aja kayak ngebalikin telapak tangan.” — P. 270

The best thing a man can do to prove his love for his children is to love their mother first.” — P. 288

No comments:

Post a Comment