Cerita
ini dimulai 4 tahun lalu. Entah kapan tepatnya.
Saat dia nge’add facebook’ku dan mengirimkan chat pertamanya untukku. Namanya
Erny, asal Pasuruan. Dia menyapaku, menanyakan nama dan dari mana aku berasal.
Semua tampak natural. Seperti kebanyakan orang berkenalan. Tidak ada kesan
apapun. Hanya biasa. Hari-hari terlewati seperti hari biasa. Kadang dia muncul,
kadang tidak. Aku juga tidak terlalu menghiraukan kehadirannya.
Sampai
suatu hari, dimulai setahun lalu, dia mulai intens menghubungiku. Telfon, sms,
chating. Segala media dia gunakan. Satu demi satu obrolan dia lempar kepadaku.
Dari masalah keluarga, teman, hingga pacar. Semua aku “jabanin”. Waktu santai,
makan, bahkan saat UTS juga. Dia mulai nampak asyik dipandanganku. Aku
dengarkan, tenangkan, segala keluh yang dia sodorkan kepadaku. Sok-sok’an jadi
dewasa gituuuuu... Masa PDKT udah jalan 2 minggu..
Hingga suatu
saat Erny mengabariku. Dia ingin bertemu secara langsung. Sepulang kuliahku,
dia datang ke Probolinggo. Oke deal, kita ketemu. Aku jemput dia di terminal.
Saat baru nyampe diterminal, pandanganku langsung tertuju kepada satu orang.
Yap, dia Erny. Seakan-akan Cuma dia orang yang ada di terminal itu. Kami
bertemu. Sedikit berkeliling kota, makan. Pemberhentian terakhirnya adalah
pelabuhan. Entah kenapa dia minta ke pelabuhan -_-. Selalu ada sesi curhat.
Kali itu dia curhat mengenai mantan pacarnya. Faris.
Segera setelah
Erny pulang, hubungan kami semakin dekat. Dekat. Dekat. Hingga hari dimana
dimomen dia menyatakan “I Love You kak”, “Aku Sayang Kamu”. Seketika kembang
api meluncur ke angkasa, meletup-letup indah di antara awan cerah. Dengan
backsong “We Are the Champions”. Wiiiiiii ar tee cempieensss, ma
freeeeeennssss. Menari, melambaikan tangan ke arah penonton, seakan mendapatkan
thropy Liga Champions. Erny menganggapku sebagai lelaki dewasa yang sanggup
mententramkan hidupnya. Dan tanggal 20 Maret akan kami ingat untuk Anniversary
tahun depan.
Tak lama
setelah jadian, aku main ke rumahnya. Bertemu dengan orang tua, kakak dan
kembarannya, Erna. Hari demi hari kami lalui dengan indah, manis. Hingga aku
diterima baik oleh keluarganya. Bahkan sang mama berpesan kepada Erny, “nduk,
jangan sampe kamu sakiti pacarmu itu”.
Hingga
suatu hari, masalah ini datang. Faris. Yep si mantan. Mantan yang belum move on,
pasti akan jadi hama. Kebetulan waktu itu aku ngecheck facebooknya Erny. Faris
menghubungi Erny lewat chat facebook. Pada intinya, Faris merasa sakit hati,
nggak terima, nggak suka kalo Erny jalan sama cowok lain dan masih sayang ke
Erny. Dan jawaban Erny yang singkat namun sungguh luar biasa, telah
menghancurkan seluruh kepercayaan yang selama ini aku berikan ke dia. Anda tau
pemirsa apa jawaban Erny? Dia menjawab “Aku juga ngerasain hal yang sama”.
Nilai seratus buat anda yang menebak dengan benar.
Sontak
saja aku terbakar amarah, tak percaya, orang yang aku sayangi tega melakukan
hal itu. Langsung saja masalah ini aku bicarakan dengan Erny. Namun dia
menanggapi masalah ini dengan enteng. Dia hanya bilang bahwa dia tidak lagi
sayang terhadap Faris. Sebuah statement yang tidak mungkin aku percayai begitu
saja.
Satu
hari, dua hari kami masih saja bertengkar soal masalah itu. Telfon nggak
diangkat, sms nggak dibales. Satu hari penuh ada berdiam diri dirumah penuh
kegilaan dan amarah menunggu kabar dari dia. Keesokan harinya baru aku tau
kalau Erny pergi ke Bromo dengan Erna dan teman-teman lelakinya.
Bersenang-senang menikmati alam. Sedangkan aku disini terpuruk di titik nol kehidupanku.
Titik nol kesabaranku. Hingga aku mengambil satu keputusan, “Erny, kita
putus”,”kamu nggak serius”. Lalu entah kemana perginya baterai dan casing HP
yang kulempar ke lantai tadi. Kali ini aku terpuruk di titik -1 kehidupanku.
Agak lama
berselang, Erny menghubungiku. Erny meminta maaf. Dia nggak bermaksud seperti
itu. Tapi dari apa yang aku dapatkan, aku cukup pasti untuk menghakimi Erny,
bahwa Erny belum move on dari Faris. Tapi logikaku tertimbun oleh cintaku yang
besar terhadap Erny. Aku memaafkan Erny dan dia memintaku untuk menjadi
pacarnya lagi. Aku terima dia lagi.
Keesokan
harinya, semua tampak baik-baik saja. Harmonis, tertawa, mencinta lagi.
Hari-hari kami indah seperti sedia kala. Erny main ke rumahku. Tapi kali ini
dia nggak mau keman-mana. Hanya dirumah saja denganku. Nggak mau makan. Hanya
menghabiskan hari itu denganku.
Dan saat
matahari mulai condong tenggelam di peristirahatannya. Aku mengantar Erny
pulang ke Pasuruan. Aku nggak mau hanya mengantarnya ke terminal Probolinggo.
Aku ingin memastikan bahwa dia aman sampai di rumah. Tak kehilangan sehelai
rambut pun. Tak kehilangan secuil kulit mati pun. Dan kami terpisah kembali
oleh jarak.
Hingga
saat hari ini muncul. hari dimana Faris kembali muncul. mucul di facebook Erny
dengan kata-kata kasar. Aku sadar ada yang salah antara mereka berdua. Tapi
Erny nggak mau berterus terang kepadaku. Dia tidak ingin aku ikut campur dengan
masalah pribadinya. Tapi ini lain. Ini Faris. Orang yang menjadi nomor satu di
blacklist milikku.
Karena
erny idak memberiku jawaban pasti, maka aku tanyakan langsung ke faris. Dengan
bahasa yang sopan sesopan budak berbicara kepada tuan tanah, aku bertanya:
(chat
facebook)
Aku: maaf sebelumnya. Maksud sampeyan ngomong kasar ke pacarku Erny? Nggak
bisa ngomong yang biasa aja?
Faris:
ndak usah ikut-ikut kon. Aku ndak
ada urusan mbek kon
Aku:
sampeyan biasa ae kalo ngomong. Kenapa
kalo aku ikut-ikut masalah yang menyangkut pacarku? ndak trima?
Faris: loh sungguhan.
Aku: apanya yang sungguhan. Saya ini tanya baik-baik.
Sampeyan yang aturan kalo ngomong sama orang.
(dan
dia nggak bales lagi) (pengecut)
Tak lama kemudian, Erny
mengetahui percakapanku dengan Faris. Apa yang aku dapatkan setelah ini sungguh diluar pemikiran normalku. Erny malah
membela faris. Erny marah terhadapku. Erny bilang aku terlalu ikut campur
masalah pribadinya. “emangnya aku harus diam aja kalo ada cowok lain yang
mengkasari pacarku?”. Tapi tetap saja Erny terus membela faris, si mantan yang
dulu nyakitin erny. Dan aku yang notabene adalah pacarnya sendiri, malah
menjadi orang yang disalahkan dalam masalah ini. Sungguh sebuah sikap yang
nggak bisa aku cerna dari erny. Sikap yang tidak selayaknya ditunjukkan
terhadap pacarnya sendiri. Habis-habisan dibelanya si mantan itu.
Bahkan
erny terus bersikap aneh, diantaranya:
1. Pembatasan
ketemuan, sebulan cuma boleh ketemu 1 kali. (ciamik banget)
2. Erny
bilang nggak mau pacaran dulu. (trus gue dianggep patung lilin Madam Tussaeu
gitu?)
3. Dan
lain-lain yang nggak pantes untuk diceritakan.
Akhirnya
aku nggak tahan dengan masalah ini, hari itu juga, jam 6 sore aku berangkat ke
Pasuruan, ke rumahnya, dengan mengendarai motorku yang setengah ngadat minta
diservis, demi menyelesaikan masalah ini dengan jelas. Baru juga 5 menit di
jalan, hujan deras memandikanku dalam perjalanan ke pasuruan. Basah kuyup?
Pasti. Tapi demi Erny aku terima air surga malam itu.
Selang
sejam kemudian aku sampai di rumah Erny. Cium tangan orang tuanya, serasa udah
jadi calon mantu kesayangan. Kami duduk berdua, membahas masalah “Si Mantan”. Silat
lidah udah kayak Bruce Lee versus Jackie Chan, Tapi tetap saja Erny bungkam
dengan seribu alasan, nggak mau cerita ada masalah apa sebenarnya. Oke aku
nggak maksa dia lagi untuk cerita. Aku meminta maaf lalu pamitan pulang dengan
masalah di dada yang masih menggantung nggak jelas. Baru sekitar 7 menit di
jalan hujan lagi -_- lak apes banget sih hari ini. Hujan terus mengguyur sampe
setibaku di teras rumah. Oke hari ini fix jadi “bad day of the month”.
Dengan
tingkat kebasahan tubuhku yang mencapai level 10, aku mencapai 1
kesimpulan bahwa Erny bukan hanya belum
move on dari faris, tapi Erny “mencoba” move on
dengan menjadikanku pijakan tempatnya bersandar. Menjadikanku keset buat
membersihkan kotoran cintanya bersama faris. Menjadikanku sebagai pundak yang
bisa mententramkan hatinya, hidupnya.
Tapi aku
hanya manusia yang berhati lemah. Nggak bisa menerima begitu saja mengetahui
pacarnya melakukan sebuah ritual kejujuran di chat facebook terhadap mantannya.
Bahwa mereka masih saling memiliki rasa.
Dan
akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri kisah “manis” ini.
If you
lose interest in me, there’s no reason for me to stick around.
Kita
putus.
R.I.P
14
April 2013