Wednesday, January 11, 2023

[REVIEW] Tunggu Aku di Batavia

Tunggu Aku di Batavia

Ni Ketut Yuni Suastini

Falcon Publishing

399 Halaman

"Cinta bisa bermanfaat dan membahagiakan bila kau berusaha membangunnya dengan orang yang kau suka, yang juga memiliki perasaan sama denganmu. Cinta hanya akan jadi neraka bila kau bertahan dengan orang yang tak mencintaimu."

 
B L U R B
 
Arimbi menemukan buku harian Eyang Roekmi, dengan foto sang nenek semasa muda bersama seorang lelaki Eropa terselip di dalamnya. Dia juga mendapati setumpuk surat tak terkirim tersimpan rapi dalam sebuah kotak kayu tua. Willem Godewyn. Nama itu berkali-kali muncul dalam buku harian neneknya, juga kepada siapa surat-surat itu ditujukan.
 
Demi menyampaikan surat-surat itu, Arimbi bertolak ke Belanda. Nyatanya, perjalanan itu membuat Arimbi bagai membuka kota pandora. Arimbi yang selama ini merasa dekat dengan Eyang Roekmi harus mengakui bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang neneknya. Arimbi pun tak menyangka, perjalanan itu tidak hanya menyingkap tabir kehidupan sang nenek yang penuh liku, tetapi juga memaksanya menilik ulang pilihan hidupnya, mendengarkan kata hatinya.
 
- - - - - - - - - -
 
Roekmi, seorang gadis yang cantik, tangguh, dan tentu saja menginginkan kemerdekaan untuk negerinya. Hidup dengan bayang-bayang penjajahan, dan tidak ada kebebasan, tentu saja membuat dia berapi-api kalau membahas yang namanya kebebasan.

Hidup di jaman pemerintahan Belanda, berarti harus terbiasa dengan adanya Nyai, seorang asisten rumah tangga, yang kemudian menjadi teman tidur dari petugas pemerintahan. Bukan hal yang aneh, bahkan sebagian besar dari Nyai, memiliki anak yang pastinya tidak diakui oleh pelakunya. Roekmi tidak menyukai hal ini. Dia nggak akan melakukan hal bodoh ini, demi uang atau demi apapun. Baginya, kebebasan miliknya, tidak harus didapatkan dengan cara seperti itu.
"Untuk bersatu, cinta hanya butuh dua orang yang saling mencintai. Namun, untuk bertahan lama dalam cinta yang saling membahagiakan, cinta butuh tempat tumbuh yang tepat." P. 232
Willem Godewyn, asisten residen yang baru saja menjabat di Batavia. Memiliki sikap dan sifat yang jauh sekali dari pejabat lainnya. Selain pintar, dia juga tidak melakukan kelicikan seperti tindak korupsi. Bener-bener bersih! Langka nggak sih, cowok kayak begini? Dia juga nggak macem-macem sama perempuan. Bahkan waktu dikenal-kenalin, dia lebih memilih untuk menghindar karena nggak sreg. Dengan sikap dan sifat Willem inilah, dia juga nggak begitu banyak disukai pejabat lainnya. 

Pertemuan Willem dengan Roekmi bisa dibilang cukup bikin kaget. Gimana enggak, Willem 'memaksa' Roekmi menjadi Nyai untuk menyelamatkannya. Padahal hal ini tentu saja ditolak Roekmi mentah-mentah. Tapi gimana kalau cara itulah, yang menyelamatkan Roekmi? Apakah Roekmi akan tetap mengambilnya?


Ada yang suka membaca cerita sejarah di sini? Well, i'm not a big fan, tapi aku selalu suka cerita yang berlatar sejarah. Mengambil latar waktu di tahun 1930an, dengan segala adat dan budayanya, aku suka sekali dengan ceritanya. Selama baca tuh berasa kayak balik ke jaman sekolah dan belajar sejarah Indonesia lagi. Jujur, pas sekolah tuh aku suka banget belajar sejarah, menarik aja gitu. Meskipun pelajaran sejarahnya dari SD-SMA kalo bahas Indonesia tuh itu-itu aja, tapi seru. Pokoknya jangan ngebahas perjanjian macem Konferensi Meja Bundar, Konferensi Asia-Afrika, SUPERSEMAR, dan perjanjian lainnya. Nyerah aku.

Novel ini keren banget buatku. Risetnya nggak main-main! Apa ya, menceritakan masa lalu itu buatku nggak mudah. Apalagi ini mengambil latar tempat yang kita tau, kalo sampe ada kejanggalan, pasti jadi cacat banget sih.

Selain riset yang nggak main-main, karakter tokoh di sini juga cukup kuat lho. Apalagi Willem-Roekmi, mereka ini harusnya dapet cap sebagai couple goals! Roekmi yang berpikiran panjang, berkemauan keras, walaupun dia kadang bar-bar juga. Willem juga orang yang jujur, yaa.. tipe cowok good boy gitu lah. Kesetiaan mereka juga patut diacungi jempol! Terbaik.

Di blurb memang sudah dijelasin ya, bagaimana Arimbi yang akan membantu Eyang Roekmi, kukira, keseluruhan cerita ini adalah cerita Arimbi. Tapi ternyata bagian Arimbi nggak terlalu banyak, fokusnya ya Roekmi-Willem. Buatku nggak masalah sih. Karena kalau banyak Arimbinya, juga aneh.
 
Nggak hanya menceritakan tentang sejarah Indonesia, susahnya hidup di jaman itu, politik yang pelik, tapi kak Ni Ketut juga menyelipkan betapa pentingnya jadi perempuan yang berdaya. Perempuan yang bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Tanggung jawab, perjuangan dan cara pandangnya terhadap masa depan perempuan juga tergambar jelas.

Last but not least, kisah Roekmi-Willem ini mungkin satu dari sekian cerita yang pernah kita dengar atau baca. Terpisah karena perang, atau berbagai alasan lainnya. Tapi hal itu seharusnya bukan menjadi alasan untuk menjadi orang yang tidak setia. Cukup salut dengan Roekmi dan Willem, yang menjaga kesetiaan mereka sampai di akhir cerita, dengan cara mereka masing-masing.

Jujur, cerita ini hangat sekali. Apa ya, membekas sekali buatku. Sangat direkomendasikan untuk semua kalangan sih. My best book di 2022. Jadi nggak sabar membaca karya kak Ni Ketut lainnya.


From the book...
"Menjadi perempuan itu harus pandai-pandai membawa diri. Sebab, Semesta memercayakan benih kehidupan tumbuh di tubuh perempuan. Jaga pergaulanmu dengan lelaki, tetapkan batas moralmu dan jangan melanggar batas-batas itu bila kau belum siap bertanggungjawab atas konsekuensi yang ditimbulkannya." P. 10
 
"Nasib tidak akan berubah jika kita tidak berjuang mengubahnya." P. 65
 
"Aku kira cinta bisa tumbuh bila aku berusaha keras menumbuhkannya. Ternyata aku keliru. Seperti benih padi, cinta ternyata tak hanya butuh usaha untuk membuatnya tumbuh. Agar benih itu tumbuh dengan baik, dibutuhkan wadah dan tempat yang tepat untuk menanamnya." P. 218
 
"Cinta bisa bermanfaat dan membahagiakan bila kau berusaha membangunnya dengan orang yang kau suka, yang juga memiliki perasaan sama denganmu. Cinta hanya akan jadi neraka bila kau bertahan dengan orang yang tak mencintaimu." P. 218
 
"Aku percaya, sebanyak apa pun nasihat diberikan oleh orang-orang di sekitarku, itu semua tidak akan berguna bila aku tidak berniat menolong diriku sendiri. Percayalah, tidak mudah keluar dari rasa kecewa, rasa kalah, dan tak berharga. Namun, waktu selalu punya cara untuk menyembuhkan luka." P. 244
 
"Dalam diri perempuan tersimpan kekuatan luar biasa yang jarang disadari oleh perempuan itu sendiri. Kalau perempuan bisa memanfaatkan kekuatan itu sebaik-baiknya, mengisi diri dengan ilmu pengetahuan, emmbuka wawasan, berdaya dan mandiri, perempuan nggak perlu takut menghadapi kerasnya dunia." P. 312
 
"Hidup kita adalah tanggung jawab kita sepenuhnya. Bahkan, meskipun kamu tumbuh di dalam keluarga yang tercerai-verai, kamu tetap bisa membangun keluarga yang utuh asalkan kamu mau mengusahakannya." P. 315
 
"Nggak setiap luka selalu berarti petaka. Kadang kita harus belajar melepaskan agar hati kita siap menerima kehadiran orang baru." P. 321
 
"Cinta sejati adalah cinta yang tidak bergantung. Cinta yang tidak menyakiti salah satu pihak. Cinta yang tetap tumbuh dan hidup meski terpisah jarak." P. 341

No comments:

Post a Comment