Saturday, April 13, 2024

[REVIEW] Kita & Kata yang Tak Terucap

Kita & Kata yang Tak Terucap

Semut Merah Kaizen & Gula Gula

Mekar Cipta Lestari

232 Halaman


B L U R B

Tidak ada kata-kata yang lebih jujur daripada kata-kata yang sembunyi.
Ia menyimpan banyak hal yang urung atau tak sempat disampaikan, tapi mendekap seada-adanya pesan, dan sedalam-dalamnya perasaan.

Oleh karenanya, lewat buku antologi surat ini, Semut Merah Kaizen mengundang kalian untuk mendekap perasaan itu sekali lagi, membaca pesan tak terucap itu di sini, dan meniliskan milik kalian sendiri.

Jika mustahil surat itu benar-benar tiba pada tujuan, paling tidak lewat buku ini kita bisa saling berbagi dan tidak mneyimpan perasaan itu seorang diri.

Buku ini memuat 101 surat terpilih melalui proses kurasi tim Semut Merah Kaizen dari ratusan surat yang masuk ke komunitas ini pada rentang Maret-Mei 2022.

- - - - - - - - - -

Dalam hidup, pasti akan ada kata-kata atau pesan yang nggak bisa disampaikan. Bisa untuk Tuhan, orangtua, seseorang yang penting bagi kita, atau bahkan diri sendiri. Hal-hal yang mungkin personal, atau sensitif yang kadang bikin kepikiran karena kalau disampaikan takut menyinggung berbagai pihak.

Antologi Kita dan Kata yang Tak Terucapkan terbagi menjadi empat bagian besar surat yang ditulis. Di bagian pertama ada untuk Teruntuk Tuhan, sebagaimana layaknya komunikasi dengan Tuhan sebagai pencipta, di sini para penulis banyak menuliskan tentang keresahannya, mempertanyakan berbagai hal yang terjadi di hidupnya, kehilangan orang yang tersayang, dan juga berbagai macam pertanyaan yang kadang tak bisa dicari jawabannya. 

Di bagian kedua, ada Teruntuk Kamu, untuk bagian ini, isinya cukup beragam. Mulai dari untuk orang tua, calon anak, pasangan, dan juga teman dekat. Saat membaca bagian ini, aku cukup tersentuh beberapa kali apalagi surat kepada orangtua. Karena nyatanya, tidak semua memiliki hubungan yang baik dengan orangtuanya, bisa karena komunikasi yang buruk, bisa juga karena memang tidak pernah terjalin hubungan yang baik sejak awal. Untukku yang calon orangtua jadi kayak ketampar, supaya jangan sampai anakku nantinya mengalami hal yang sama.

Di bagian ketiga, ada Teruntuk Aku. Seperti judulnya, ini adalah pesan yang ditulis untuk diri sendiri. Memang kadang kita itu terlalu keras terhadap diri sendiri, kan? Berusaha menguatkan diri supaya nggak perlu merepotkan banyak orang, menjadi yang terbaik supaya bisa dibanggakan, kadang juga menjadi superhero untuk orang-orang terdekat kita. Meskipun sudah berusaha sebaik mungkin, kadang masih saja nggak sesuai dengan ekspektasi kita, dan berlanjut menyalahkan diri sendiri. Untukku, bagian ketiga ini jadi refleksi, bahwa nggak selamanya kita harus keras. Adakalanya kita juga perlu membiarkan diri kita apa adanya dan memaafkan kalau memang yang kita lakukan tuh nggak sesuai dengan harapan orang lain.

Yang terakhir ada Teruntuk Semesta. Bagian terakhir ini lebih ke barang atau kenangan yang cukup membekas. Mungkin untuk sebagian orang terasa aneh, kenapa harus menulis surat untuk barang yang punya kenangan? Mereka kan nggak punya kenangan tentang kita juga. Memang benar, tapi terkadang, memori terhadap barang ini yang kita simpan, bagaimana cara kita mendapatkannya, siapa yang memberikannya, atau apa yang kita korbankan?

Membaca surat-surat ini mengingatkanku waktu aku dulu masih aktif menulis diari. Menceritakan apa yang kurasakan, menuliskan harapan-harapanku. Terakhir aku menulis itu waktu aku masih SMP, selepas SMP, aku udah ngerasa kayaknya nggak perlu lagi deh nulis-nulis gituan, pas baca antologi ini jadi kangen. Karena menurutku, nulis diari sama kayak kita tuh ngomong sama diri sendiri. Kadang kasih nasihat ke diri sendiri atas satu kejadian, kadang juga nulis hal-hal yang bikin kesel. Yang kalau dibaca di masa sekarang itu lucu aja.

Di antologi Kita dan Kata yang Tak Terucap juga menyelipkan selembar kertas untuk kita tulisi surat yang mungkin nggak bisa kita sampaikan. Aku suka sih dengan ini, membuat kita juga kembali berkomunikasi melalui surat lagi. Rasanya udah lama juga kan kita menulis surat yang beneran. Selama ini kita sudah terbiasa untuk mengetik, pakai voice note. Terima kasih Semut Merah Kaizen, Gula Gula, dan juga MCL Publisher sudah membawa kembali kenangan menulis surat yang sudah lama ditinggalkan.

No comments:

Post a Comment