Judul : Pangeran Kertas
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Syahmedi Dean
Tebal : 224 Halaman
"Sebodoh-bodohnya laki-laki adalah mereka yang tidak berusaha merebut kembali apa yang mampu membuat mereka bermimpi dan bahagia."
B L U R B
Mungkinkah Nania jatuh cinta pada impian yang ia ciptakan sendiri? Mungkin. Nania hidup dalam kesepian panjang, di antara Papa, bintang televisi yang sangat tenar, dan Mama, ibu yang hancur karena ketenaran suami. Nania mencari cinta dalam puisi-puisi yang ia tulis, sampai ia jatuh cinta pada sosok yang ia ciptakan, seorang Pangeran Kertas yang berhati putih, yang bisa menerima keluh kesah apa pun dari Nania, yang di dadanya Nania bisa menumpahkan tinta kata-kata. Apa yang terjadi ketika Pangeran Kertas menjadi kenyataan? Mereka berdua beradu kata-kata indah di bawah rembulan, beradu tatapan mata bertukar cinta.
Bagaimana jika pangeran impian berhadapan dengan pangeran lain yang lebih nyata? Mana yang harus dimenangkan, impian atau kenyataan? Nania semakin digempur oleh dua pilihan, sangat membingungkan. Salah satunya selalu menyembuhkan ketika yang lain menyakitkan. Mana yang menyakitkan, impian atau kenyataan? Puisi-puisi Nania semakin mengalir ke hamparan kertas.
Nania berdiri di depan megahnya Taj Mahal, monumen cinta paling abadi di muka bumi, merasakan betapa beruntungnya dihujani cinta dan kasih sayang. Nania pun terseret ke Yogyakarta, tempat benteng-benteng tua yang bertahan melalui dera kenangan masa lalu. Mencintai dan dicintai. Impian dan kenyataan. Pilihan yang sulit namun tetap harus diambil, lalu suatu hari nanti pilihan tersebut akan menjadi kenangan berair mata.
- - - - - - - - - -
Andrania, atau yang biasa dipanggil Nania, anak seorang aktor pemain sinetron striping. Mungkin kalau orang lain melihat kehidupannya, semuanya bakalan menyenangkan. Punya seorang ayah yang terkenal, bisa deket sama artis mana aja, tinggal tunjuk, pasti bisa langsung deket. Sayangnya, kenyataannya nggak demikian. Mamanya seringkali protes karena Papanya jadi sering bahkan nggak punya waktu untuk bersama keluarganya, sedangkan Papanya, lagi mempersiapkan diri untuk masa tuanya, biar nggak perlu kerja keras lagi.
"Mau Papa juga seperti itu. Papa tahu, yang Mama mau cuma Papa selalu ada bersama Mama. Tapi itu nggak bisa, kecuali kalau kita mau hidup di bawah rata-rata." P. 14
Kehidupan Nania bisa dibilang cukup hambar, apalagi kedua orang tuanya mulai sibuk sendiri, dia hidup juga hidup sendiri jatuhnya, cuma sama kedua sahabatnya, Deta dan Lilu. Untuk pasangan sendiri, Nania hanya membayangkan sosok pangeran yang bakalan menjemputnya, menyelamatkannya dari permasalahannya selama ini. Sosok cowok di hidupnya juga nggak banyak, karena Nania sendiri nggak begitu nyaman, Alvan, cowok yang masih sepupu temannya, yang kehidupannya juga nggak baik-baik aja, tapi dia sayang banget sama Nania sejak pertemuan pertama mereka, perhatian sama Nania. Ada lagi Raka, cowok yang ternyata seorang asisten penulis untuk sinetron stripping ayahnya, pendiam, tidak banyak bicara, tapi dia tau apa yang harus dilakukannya, dan mirip sekali dengan pangeran yang dia bayangkan selama ini. Siapa yang akan dipilih Nania?
R E V I E W
Membaca kisah Nania ini rasanya campur aduk. Sejak awal, aku cukup kasian sama dia. Posisi sebagai penengah, penjembatan, atau apapun sebutannya itu nggak enak banget. Terlalu membela sebelah pihak, dianggep nggak ngebelain pihak lainnya, ada aja dramanya. Apalagi orang tua Nania juga nggak baik-baik amat hubungannya. Aku cukup keki juga sama Papanya Nania yang terlalu memikirkan pekerjaan dan juga kariernya. Sementara Mamanya, agak kurang tau diri juga kalo udah nggak dapet perhatian. Susah juga kan jadi Nania.
Yang aku suka di sini itu pelampiasannya Nania. Cukup jarang aku menemukan anak yang mencari pelampiasan dengan menulis puisi. Kebanyakan ya jadi anak nakal, entah nakal yang bagaimana, cari perhatian kah, lari ke narkoba atau minuman keras kah? Tapi Nania malah lari ke puisi. Cukup bagus. Suka sekali sama Nania. Kalau karakter yang paling bikin gemes? Raka! Kalian harus baca sendiri bukunya, untuk menjelaskan senggemesin apa si Raka. Nggak cuma gemes, tapi juga ngeselin.
Dari novel ini aku cukup belajar banyak sih. Nantinya, kalau aku punya anak, dan masih tetep mau berkarier, ya jangan sampe anakku tuh jadi pihak yang terabaikan, apalagi kasih sayangnya. Kenapa? Ya kasian anaknya juga kan? Yang mau anak itu ada juga aku, masa iya aku nggak bertanggungjawab atas dia? Daannn.. Kalau memang cinta, perjuangin, sampai titik terakhir. Nggak usah banyak mikirin ini itu. Daripada ntar nyeselnya belakangan. Nyeselnya karena udah keduluan lagi! Padahal masih bisa tuh diperjuangin sampe titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment