Ranah Pusaka
Nellaneva
Elex Media Komputindo
344 Halaman
"Karena kamu terus nyalahin diri, padahal semua bukan salahmu. Ada kalanya hal-hal berjalan di luar kendali kita. Dan itu wajar."
B L U R B
"Ada benda yang kucari. Barang berharga. Sebuah pusaka.
Sangat penting, tapi belum ketemu sampai sekarang. Aku ingin kalian bantu
aku menemukannya," ungkap Arka, si pemiliki kosan.
Di dunia yang memaksa semua orang untuk serupa,
yang kali, Badran, dan Ilyas inginkan hanya bebas.
Mengganas.
Mengganas.
Kemudian, lepas.
Namun permintaan Arka untuk mencari pusaka di dalam rumah indekosnya membuat mereka bertiga tidak bisa 'bebas' begitu saja. Demi iming-iming sewa kosan gratis, mereka pun bekerja sama untuk memecahkan teka-teki rangkaian pusaka yang tersembunyi di dalam rumah indekos sekaligus—secara terpaksa—menguak rahasia terbesar satu sama lain.
Ini hanya kisah pemberontakan lainnya; melibatkan pencarian pusaka, tamu-tamu misterius, penelusuran masa slam, dan semuanya bermula dari sepetak rumah indekos di ujung jalan.
- - - - - - - - -
Kalilan, atau yang biasanya lebih suka dipanggil Kali, memilih untuk pindah ke indekos yang bisa dibilang cukup dekat dengan kampusnya. Teman kosnya adalah tiga orang laki-laki. Kali tidak peduli hal itu. Toh dia juga tidak akan bersosialisasi di sana. Yang dibutuhkan hanya ketenangan pasca kejadi beberapa waktu lalu.
"Tanteku awalnya melarang. Setelah aku berhenti kerja dan membujuknya, barulah aku bisa bebas menyelidiki. Aku tahu kalian anggap ini kayak permainan anak kecil, tapi begitulah adanya. Ayah ibuku emang senang melakukan ini, dulu kami bertiga sering main pencarian harta karun dengan menyusun petunjuk-petunjuk. Tapi, kali ini kukira mereka butuh bantuan." P. 74
Arka, cowok paling tenang dan nggak mudah terdistraksi dengan tingkah laku Kali yang menyebalkan, mengajak mereka semua untuk membantunya memecahkan teka-teki yang cukup aneh dan nggak jelas juga juntrungannya apa.
Anehnya, hal ini malah membawa mereka jadi semakin akrab satu sama lain. Padahal di awal, kali bukan tipe orang yang mudah bergaul, dia juga punya banyak masalah di rumah. Sementara Badran, cowok yang cukup bisa diandalkan sebagai tukang masak di kosan dan orang yang paling rapi, sangat kesal dengan Kali dan juga Ilyas yang nggak ada sisi rapi-rapinya. Yang terakhir adalah Ilyas, cowok paling gaya di antara mereka semua, hidupnya udah hidup anak Jakarta yang turun dari satu kelab ke kelab lainnya.
Ketidakcocokkan bukannya biasanya malah menyatukan ya? Tapi jangan salah, semakin dekat mereka, ada rahasia yang kemudian mereka bagikan satu persatu.
R E V I E W
Awalnya tertarik dengan novel ini karena blurbnya. Ini jelas. Hehe.. Meskipun covernya lucu menggemaskan, tapi entah kenapa aku penasaran sama blurbnya. Setelah membaca, aku jadi tertarik banget. Karena dalam bayanganku, mereka ini kayak berpetualang deh nantinya, mencari harta karun kan?
Di awal cerita, aku diajak untuk menyelami Kali, cewek yang menurutku cukup aneh. Nggak langsung dijelaskan apa masalahnya, tapi aku tau, dia punya masalah keluarga yang cukup rumit. Tidak berhenti sampai di sana, aku cukup bertanya-tanya alasan dia menarik diri dari peredaran. Kayak melakukan kesalahan besar gitu. Nggak hanya itu aja, ternyata seisi kos ini juga punya masalah lain yang rumit versi mereka masing-masing, tapi tetap berputar pada keluarga dan juga kesehatan mental mereka.
Apakah permasalahan mereka berarti cuma di keluarga aja? Nggak. Cukup banyak permasalahan yang dimasukkan Dhira di novel ini. Awalnya aku cukup terkejut sih. Aku kira cuma Ilyas dan Kali aja yang bermasalah. Habisnya, mereka berdua yang keliatan banget masalah hidupnya. Ternyata, seisi kos juga sama aja. Hihihi..
Aku suka sih di novel ini mengangkat dari banyak sisi. Selain itu, penyelesaian ceritanya juga menarik. Aku suka! Semua masalah diurai satu-satu, akar permasalahannya juga. Aku sempat menangis juga di halaman menjelang akhir. Untuk endingnya, menurutku masih cukup gantung sih. Sayangnya nggak ada buku keduanya. Huhu.. Padahal penasaran banget sama kehidupan mereka.
Quotes from Book:
"Aku tahu tindakanku berlebihan. Itu salah. Masalahku sepele. Tapi, waktu itu aku enggak bisa berpikir jernih. Semuanya gelap. Rasanya lebih baik kalau semuanya berakhir. Biar enggak usah merasa apa-apa lagi." P. 139"Karena kamu terus nyalahin diri, padahal semua bukan salahmu. Ada kalanya hal-hal berjalan di luar kendali kita. Dan itu wajar." P. 140"Mungkin iya, mungkin juga enggak. Tapi mau lomba kecil kayak gini atau kehidupan sekalipun, kita enggak perlu terlalu ambisius, kan?" P. 156"Hmm, kenapa harus menyiksa diri cuma buat penuhi kata orang-orang? Kenapa harus maksa diri buat sama kayak orang lain?" P. 173"Ketika kita maksa pengin kayak orang lain, padahal belum tentu itu cocok buat kita, itu artinya kita udah enggak menghargai diri sendiri." P. 174"Kalau menurutku, keberuntungan dan kemalangan, nasib baik dan nasib buruk, kedua hal bertentangan itu ada supaya manusia bisa saling berbagi." P. 231"Mau secinta apa pun, kalau bukan atas keinginannya sendiri, seseorang enggak bakal berubah." P. 249"Susahnya, kita lebih gampang ingat memori yang menyakitkan daripada yang membahagiakan. Tapi kamu juga yang bilang kita harus berdamai dengan perasaan sendiri, kan? Masa mau telan ludah sendiri?" P. 285"Kebahagiaan orang lain bukan tanggung jawab kita. Yang bisa kita lakukan cuma mendukung dan mendoakan. Tapi kenyataannya itu enggak gampang." P. 315
No comments:
Post a Comment