Monday, July 17, 2023

[REVIEW] A Copy of My Mind

A Copy of Mind

Dewi Kharisma Michellia

Grasindo

199 Halaman

"Kata orang, pemenang adalah yang tertawa terakhir."


B L U R B

Sari, pegawai salon kecantikan, adalah seorang pencandu film. Ia bertemu Alek—si penerjemah DVD bajakan—saat Sari mengeluh tentang buruknya kualitas teks terjemahan di pelapak DVD.

Tak butuh waktu lama hingga keduanya saling jatuh cinta. Sari dan Alek melebur di antara riuh dan bisingnya Ibu Kota. Cinta membuat keduanya merasa begitu hidup di tengah impitan dan kerasnya Jakarta.

Namun, hidup keduanya berubah ketika Sari ditugaskan untuk memberi perawatan wajah seorang narapidana. Ia diutus pergi ke rutan tempat Bu Mirna—terdakwa kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara—ditahan. Di sana Sari melihat penjara yang fasilitasnya bahkan lebih baik dari kamar indekosnya.

Sari dan Alek terlambat menyadari bahwa bahaya sedang mengancam nyawa keduanya, saat Sari secara sengaja mengambil satu keping DVD milik Bu Mirna.

- - - - - - - - - 

Bagi Sari, kehidupannya ini terasa monoton. Bangun pagi, membaur dengan hiruk pikuk para pekerja di jalanan dan juga metromini, dan kemudian menghabiskan harinya di sebuah salon kecantikan yang tidak terlalu terkenal. Hiburannya hanya DVD bajakan. Menonton baginya adalah rutinitas sepulang kerja. Ada film baru, ya dia menonton film baru, kalau nggak ada ya cukup dengan memutar film lamanya yang bahkan dia sudah hafal dengan dialognya.
"Kita diminta mengumpulkan banyak-banyak pengalaman hidup, untuk jadi prasyarat bertemu dengan orang-orang yang paling penting di hidup kita." P. 115
Pertemuan pertamanya dengan Alek tidak disengaja. Awalnya, Sari mau komplain terkait DVD bajakan yang teksnya nggak sesuai, tapi ternyata malah membuat Alek mengajak Sari pergi ke indekosnya. Di mana Sari bebas memilih mau menonton apa pun yang dia mau.

Bagi Sari, hal ini sangat menyenangkan. Kapan lagi dia bisa menemui tempat di mana hiburannya berasal. Tapi sayangnya, karena Sari dan rasa keingintahuannya yang besar, dia memilih untuk mengambil kaset DVD yang ada di ruangan Bu Mirna, salah satu pelanggannya yang berada di rutan.

Kini hidupnya dan Alek dalam ancaman karena DVD dari rutan Bu Mirna.


Nonton memang punya daya tarik tersendiri. Karena nonton itu menurutku sesuatu hal yang santai banget. Kita nggak perlu mikir gimana sih visual orangnya, tempatnya, suasananya, cuma perlu menikmati alurnya, sinematiknya. Jadi, nggak salah, kalau Sari sangat menyukai nonton sebagai hiburannya.

Mengambil latar Jakarta kisaran tahun 2000an awal kali ya, karena DVD bajakan amat sangat ramai di masa itu. Aku suka dengan cara penulisnya menggambarkan suasananya. Gimana kondisi Sari, kondisi Alek dan kehidupannya, latar belakangnya juga.

Kehidupan yang digambarkan beneran menarik. Bagaimana Sari berjuang untuk hidup dan menikmati hidupnya. Sayangnya, karakter Sari ini menurutku terlalu terburu-buru. Entah kenapa, cara mikirnya dia pendek banget. Apalagi pas ngambil DVD di ruangan Bu Mirna. Rasa ingin taunya tinggi, tapi dia kurang memperhitungkan resikonya. Jujur kesel banget sama Sari ini. Karena dia, dia sendiri dan Alek, hampir celaka.

Karakter Alek di sini cukup bebas ya. Hidupnya nggak begitu jelas, tapi dia memiliki pekerjaan yang cukup menyenangkan, punya tempat tinggal yang cukup juga. Karena Alek, aku jadi berpikir ulang, kalau Alek yang bahasa inggrisnya kurang bagus, gimana dia dulu memulai pekerjaannya sebagai penerjemah? Bukannya minimal harus bisa bahasa inggris?

Membaca kisah Sari-Alek menurutku magis sih. Aku beneran dibawa mengikuti kehidupan mereka berdua, yang cukup jauh dari masa sekarang. Yang bikin aku gemes malah endingnya, nggak begitu dijelaskan akhirnya gimana, tapi aku yakin sih kalau Alek habis karena Sari. Emang bener-bener si Sari, nyusahin banyak orang.

No comments:

Post a Comment