Saturday, August 1, 2020

[Review] Dua Jejak

Judul : Dua Jejak

Penulis : Aqessa Aninda

Penerbit : Elex Media Komputindo

Tebal : 443 Halaman

"Karena memutuskan berkomitmen sama memilih jatuh hati sama siapa itu beda perkara, Sat."


B L U R B

Katanya, untuk beranjak dan melanjutkan hidup kadang perlu dibantu orang lain.
"Aku ngerti, dia berarti banget buat kamu dan kamu nggak bisa dapetin dia, aku tahu. Makanya kamu pilih aku. Waktu kamu ajak aku jalan, aku tahu aku bukan pilihan pertama kamu. Aku udah siap dengan konsekuensi itu..."

Dan menjadi realistis katanya adalah pilihan yang tepat.
"Terima kasih sudah menjaga aku tetap waras...."

Tapi bukankah kebahagiaan seharusnya kita yang ciptakan sendiri?
"Kinan ingin berterima kasih pada mereka dengan cara berhenti bersedih dan mulai belajar menjadi bahagia tanpa bertumpu dengan orang lain. Kinan tahu ini mungkin nggak masuk akal buat sebagian orang. Tapi Kinan yang paling tahu diri Kinan sendirir. Kapan Kinan harus lari, kapan Kinan harus berhenti."

Dan menjadi realistis itu tetap harus jujur dengan perasaan kita sendiri bukan?
"Gue pengin memiliki lo bukan karena berkompetisi dengan siapa pun. Bukan juga karena gue butuhr seseorang di samping gue. Bukan pengin punya seseorang yang bisa gue pamerin ke orang-orang. Jadi jelasin sebelah mananya gue anggap lo barang? Menurut lo selama ini gue ngapain? Apa lo nggak sadar sama sekali? Does he love you better than I do?"

Ini adalah bagian akhir dari kisah empat orang yang harus mengurangi benang kusut di antara mereka. Karena setiap orang punya ruang khusus untuk seseorang yang sulit untuk digantikan oleh orang lain. Mereka mengukirnya sedemikian rupa hingga tak ada senyawa apa pun yang mampu menghapusnya begitu saja.

- - - - - - - -

Satrya kali ini jadi sobat ambyar. Apalagi setelah ditinggal Kinan pas lagi sayang-sayangnya. Nggak cuma ditinggalin, tapi Kinan juga menghilang, nggak tau ke mana. Nggak ada jejaknya, semuanya tuh kayak berkonspirasi buat bikin Satrya nggak bisa nemuin Kinan. Untungnya, ada Sabrina, cewek yang ketemu sama Satrya lewat cara yang lucu banget di Satu Ruang dulu.
"Untuk apa gue berharap sama orang yang nggak menghargai perasaan gue?" P. 23
Satrya akhirnya memutuskan untuk memulai hubungannya bersama Sabrina, cewek yang brighten up his day. Sayangnya, hubungan mereka ini nggak sehat banget. Satrya kadang nggak memprioritaskan Sabrina kayak orang pacaran pada umumnya gitu. Selain itu, ada juga gangguan di Sabrinanya sendiri. Complicated banget sih ini. Belum lagi Abi yang akhirnya tau kalo Sabrina sebenernya suka sama dia, dan dia sendiri mulai kepikiran SabSab. Gemes-gemes deh baca mereka berempat. Gimana ya cara mereka mengurai kerumitan yang secara nggak sengaja mereka buat sendiri?


R E V I E W

Akhirnya aku bisa baca lanjutannya Satu Ruang! Duh, seneng banget rasanya, apalagi aku cukup penasaran sama cerita SabSab, SatSat, Abi dan Kinan. Baca cerita mereka berempat sebelumnya tuh gemessss banget.

Di novel yang buku kedua ini, alurnya cukup lambat banget sih. Jadi aku sempet stop beberapa kali. Habis nggak nahan banget :( Padahal buku ini cukup kunanti-nanti. Menjelang pertengahan buku, mulai deh semangat lagi, soalnya mulai muncul permasalahan baru yang cukup seru buat diikuti.

Menurutku, yang paling disorot dari novel ini tuh tentang komunikasinya sih. Ya ampun, kayaknya akhir-akhir ini aku sering banget ngebahas ini. Nah di Dua Jejak ini menurutku super complicated banget. Apa ya? Dari pribadi masing-masing, Sabrina, Satrya, Kinan dan Abi punya masa lalu dan ego yang mereka pertahankan satu sama lain. Ego yang bikin mereka menjauh, dan menyakiti diri sendiri. Gemes sendiri pas baca. Kesel banget sama mereka.

Selain itu, aku juga belajar banyak dari Kinan dan SabSab, bahwa nggak bisa selamanya kita tuh menarik kesimpulan atas apa yang kita lihat dan rasain aja. Kita perlu otak yang waras dan dingin untuk ngelihat dari sisi lain. Nggak cuma sesuai sama apa yang kita inginkan aja. Karena kadang ekspektasi kita terhadap seseorang bisa sebegitu tingginya, sementara realitanya tuh nggak sebagus itu. Udah gitu, kita nggak ngomongin apa yang kita suka atau nggak. Jadi ya semakin kacau deh.


Quotable:
"Masalahnya, orang nggak pernah tahu seberapa jauh seseorang sudah emotionally attached dengan orang lain. Dan betapa susahnya untuk bisa seperti itu dengan orang lain." P. 3 to 4

"Kalo diibaratkan dengan dunia nyata, dua orang yang terpisah lama seperti itu, bisa aja perasaannya perlahan jadi hilang atau berubah. Karakter Rama ini ya kayak manusia biasa yag insecure dan poin yang perlu digarisbawah adalah betapa kejujuran dan kesetiaan itu menyelamatkan seseorang." P. 18

"Dia teringat ucapan  Sabrina bahwa kadang kita boleh saja menjadi sedikit egois untuk memenangkan diri kita sendiri. Karena kalau bukan kita sendiri yang menyayangi dan mementingkan diri kita, siapa lagi? Kita nggak bisa menunggu orang lain yang melakukan itu." P. 59

"Gue udah pernah bilang, kalo mau minta orang menerima perasaan lo itu orangnya disayang-sayang, diawarin baik-baik. Bukan malah kayak nggak butuh gitu! Gue kasih tau ya, Bi, Sabrina itu berkali-kali menurunkan egonya buat elo. Elonya sendiri berkorban apa buat dia?" P. 211

"Satu hal yang perlu lo tau, Sab. Perasaan itu akan tetap ada. Tapi gue nggak akan menuntut apa pun dari lo. Karena gue sadar, sesuatu yang tulus nggak seharusnya menuntut balasan." P. 318

"Karena memutuskan berkomitmen sama memilih jatuh hati sama siapa itu beda perkara, Sat." P. 332

"Kamu nggak bisa menyalahkan orang lain, orang nggak akan bisa masuk ke hidup kamu kalau bukan kamu yang mengizinkannya duluan." P. 337

"Kadang kita terlalu sibuk mengurus diri sendiri, sampai lupa apa yang telah kita lewatkan." P. 338

"Kita sering lupa, terlalu sibuk mencari cinta dari seseorang, padahal cinta itu selalu ada di sekitar kita. Bentuknya mungkin berbeda. Tapi selalu ada, nyalanya tidak pernah padam." P. 338

"Ini bukan soal memilih siapa. Ini soal menyelesaikan permasalahan satu per satu. Aku rasa, orang dewasa seharusnya seperti ini. Bukan sekadar menjadi rasional, tapi juga membereskan hal-hal yang berantakan satu per satu." P. 344

"Ternyata kadang orang lebih sempurna dalam pikiran kita ya?" P. 354

"Yya, kadang kebahagiaan itu hadirnya di antara jutaan rasa sakit. Bukan seberapa sering kita ketawa, tapi seberapa seringkita bersyukur setelah menghadapi beban berat dalam hidup bersyukur karena menemukan teman yang bisa diajak berbagi rasa sakit itu dan saling menguatkan." P. 403 to 404

No comments:

Post a Comment