Too Young
Rae
49 Parts on Cabaca — Ending
"Ketiganya mungkin terlahir dari sebuah kesalahan, tetapi kesalahan tidak semuanya akan menjadi masalah. Kadang-kadang juga menjadi kebahagiaan karena tidak direncanakan sebelumnya, seperti sebuah kejutan yang datangnya tiba-tiba dan rasanya selalu menyenangkan."
B L U R B
Cinta ditolak teman bertindak. Setelah penolakan Gavin terhadap pernyataan cinta Citra, Alan—teman Gavin—yang merasa sakit hati karena gadis yang ia suka dipermalukan cowok itu, merencanakan balas dendam. Saat pesta kelas 12 yang rutin diadakan tiap tahun berlangsung, Alan diam-diam memasukkan sesuatu ke minuman Gavin hingga cowok itu hilang kesadaran.
Saat Gavin terbangun, dia baru sadar apa yang telah ia perbuat pada Erika semalam. Mala petaka tak cukup sampai di situ, beberapa waktu berikutnya Erika ternyata hamil. Mimpi buruk ini sungguh tak adil untuk Erika, apalagi sebagai siswa telada ia bermimpi untuk masuk universitas favorit.
Kini, di usia yang masih belia, keduanya pun dipaksa untuk memilih; masa depan mereka, atau nyawa bayi dalam perut Erika. Orang bilang, mereka terlalu muda untuk memikul tanggung jawab sebagai orang tua. Namun, apakah usia yang masih muda membuat mereka boleh meninggalkan tanggung jawab begitu saja?
- - - - - - - - - -
Masa SMA seharusnya jadi masa-masa yang paling menyenangkan dari masa sekolah. Masa di mana pertemanan paling solid, kenakalan remaja dimulai, dan menikmati masa di mana mulai dikasih kebebasan. Sayangnya, Erika dan Gavin nggak bisa menikmati hal yang sama. Karena kesalahan Gavin yang menolak Citra—cewek yang ngejar-ngejar dia, Gavin harus terjebak dalam kesalahannya.
"Hati ibu sakit setiap lihat kamu, jadi kalau kamu masih sayang sama ibu, jangan pernah tampakin diri kamu di hadapan ibu mulai saat ini."
Erika juga menjadi salah satu korban penolakkan Citra. Gavin yang dikasih obat perangsang, dan Erika yang nggak sengaja ngeliat keadaan Gavin, malah bikin dia terseret ke keadaan yang nggak diinginkannya. Alhasil, mereka berdua dikeluarkan dari sekolah, dan Erika pun ditolak oleh Ibunya.
Karena kesalahan satu malam, membuat kehidupan Gavin dan Erika berubah dalam sekejap. Sekarang, Erika harus menikah dengan Gavin, menerima kehamilannya, dan menepikan mimpi-mimpi yang sudah disusunnya. Bisakah mereka menerima ini semua?
Mengambil tema kehamilan di luar menikah. Menarik. Aku selalu suka tema-tema kayak gini. Secara nggak langsung, baca seperti ini jadi warning juga buat aku. Harus bergaul baik-baik, harus selektif dalam pertemanan. Selain itu, didikan dari orang tua juga ketat banget. Udah kayak legging idol. Jadinya sudah terbiasa sih. Meskipun ada masa dimana aku tuh bandel banget, diomongin susah banget.
Yuk, sekarang ngebahas Erika-Gavin. Erika ini, tipe anak teladan gitu. Pinter, hidupnya sudah tersusun ke depannya mau gimana, kuliah apa, kampusnya di mana. Sayangnya, dia cukup tertutup. Ada satu teman, tapi dia juga nggak begitu terbuka sama temennya ini. Ya, tipe anak baik-baik gitu lah.
Sementara Gavin, dia ini tipe cowok badboy gitu, kadang suka bolos, di kelas juga belum tentu denger guru sepenuhnya. Tapi, dia punya sahabat yang supportif! Suka banget aku sama circlenya Gavin, meskipun ada pengkhianat sebiji, tapi sisanya tuh mau ngebantuin Gavin.
Di awal, kukira ini akan mirip film Dua Garis Biru. Tapi ternyata enggak! Beda banget banget. Kalo DGB kan memang karena keinginan sendiri, kalau ini kan karena terpaksa dan dipaksa. Selain itu, penggambaran emosinya Erika dapet banget. Kehamilan yang nggak diinginkan ini untuk perempuan selalu susah. Apalagi untuk seumuran Erika, dia harus dikeluarkan dari sekolah, ditolak ibunya sendiri, mulai menerima bayi dalam tubuhnya, perubahan bentuk tubuh dan hormon yang nggak stabil. Semuanya dirasain sendirian.
Menurutku, hamil itu harusnya jadi kabar yang membahagiakan, untuk siapapun, orang tua pasangan, pasangan itu sendiri, lingkungan di sekitar mereka juga. Tapi kalau di kasus Erika, nggak ada yang senang dengan keadaan yang kayak begini. Dan yang selalu dirugikan adalah pihak perempuan. Jujur aku masih penasaran, kenapa kalau ada kasus seperti ini, perempuan yang selalu dikeluarkan dari sekolah, padahal laki-lakinya juga ikut bertanggungjawab kan? Katanya kecerdasan anak diturunkan dari Ibunya, tapi kok ibunya dipaksa berhenti sekolah?
Karakter lainnya yang aku suka adalah karakter Gavin. Kasarnya, dia bisa banget nggak menganggap kejadian malam itu ada, bisa juga dia menolak bayi yang dikandung Erika. Tapi dengan gentle, dia mau bertanggungjawab atas hal itu, bahkan rela juga dicaci dan dipukuli ayahnya karena kesalahan yang bukan sepenuhnya karena dia. Setelah dijelaskan pun, orang tua Gavin masih jadi favoritku! Mereka dengan tangan terbuka mau untuk menerima Erika, mau menganggap Erika jadi anak mereka. Nggak gegabah kayak sebelumnya. Bahkan mamanya pun merawat Erika dengan sangat baik. Ya ampun, cari mama mertua kayak begini di mana sih?
Novel ini beneran banyak pesan moralnya sih untuk anak-anak jaman sekarang. Jaga pergaulan baik-baik. Sebaik-baiknya Erika jaga pergaulannya aja, masih bisa kecolongan karena orang lain, apalagi kalau dia nggak menjaga pergaulan itu sendiri. Last, stop blamming kehamilan di luar nikah. Jujur, aku suka sedih sama anak di luar nikah. Karena itu bukan keinginan mereka lho. Kalau mereka bisa memilih, semuanya juga mau jadi anaknya Raffi Ahmad, hidup berkecukupan sejak kecil. Tapi nyatanya nggak bisa kan? Setiap anak punya strugglenya masing-masing.
No comments:
Post a Comment