Semangat, Tante Sasa!
Thessalivia
Gramedia Pustaka Utama
198 Halaman
"Orang-orang terbiasa dengan kebaikan, kadang lupa untuk menghargai kebaikan yang diterimanya itu."
B L U R B
Demi apa Sasita yang seorang wanita karier tiba-tiba diminta menjaga anak kecil? Sudah cukup hidupnya disibukkan dengan pekerjaan, sekarang harus memikirkan anak kecil pula. Sasita terpaksa mengorbankan kebiasaannya bersenang-senang sampai larut malam, kadang sampai mabuk, dengan teman-teman kantornya. Belum lagi Mama yang tidak memercayai Sasita sanggup mengurus Velisa, keponakannya, anak almarhum Kak Vania.
Mama tahu kebiasaan Sasita pulang malam, hura-hura, apalagi Sasita malah dekat dengan laki-laki beristri! Sasita sama sekali bukan contoh yang baik bagi Velisa. Kalau sudah begini, apakah tugas yang terpaksa Sasita emban justru akan semakin meretakkan hubungannya dengan Mama?
Apakah Sasita sanggup memenuhi janjinya kepada Kak Vania?
Mama tahu kebiasaan Sasita pulang malam, hura-hura, apalagi Sasita malah dekat dengan laki-laki beristri! Sasita sama sekali bukan contoh yang baik bagi Velisa. Kalau sudah begini, apakah tugas yang terpaksa Sasita emban justru akan semakin meretakkan hubungannya dengan Mama?
Apakah Sasita sanggup memenuhi janjinya kepada Kak Vania?
- - - - - - - - -
Kehidupan Sasita sebagai analis di bagian investment banking membuat dia bekerja keras, bahkan bisa lembur-lembur. Apabila ada waktu luang sepulang kerja, tentu saja dimanfaatkan untuk menyenangkan dirinya sendiri. Kapan lagi dia bisa bebas, apalagi dia sudah hidup sendiri, jadilah lebih bebas.
"Mengajari anak itu sekali dikasih tahu belum tentu langsung mengikuti. Kita harus mengulang lagi dan lagi sampai mereka terbiasa. Kita juga jangan capek kasih tahu lagi, mengulang kata yang sama terus-terusan."Merawat anak kecil tidak pernah ada di agenda Sasita. Kedatangan Velisa ke apartemennya karena ibunya sedang pergi, membuatnya jadi pribadi yang lain. Awalnya terasa mudah bagi Sasita, karena masih ada Mbak Iis, ART yang menjaga Velisa. Tapi lambat laun, Sasita sadar, dia tidak bisa mengandalkan Mbak Iis terus menerus. Meskipun Velisa sudah besar dan ada Mbak Iis, Velisa tetap membutuhkan Sasita sebagai orang yang cukup dekat dengannya.
Tiba-tiba ada anak kecil di rumah saat biasa sendiri itu memang aneh. Apalagi Sasita terbiasa sendiri, nggak ada yang menginterupsi kegiatannya, sekarang jadi kedatangan Velisa yang ada buat nemenin dia sarapan atau makan malem.
Kebanyakan orang mungkin lihat kehidupan Sasita tuh enak dan menyenangkan. Padahal ya enggak juga. Nggak ada yang paham kalau dia tuh di kantor tuh kerjaannya segambreng. Di rumah juga nggak ada temen ngomongnya karena dia tinggal di apartemen.
Kebanyakan orang mungkin lihat kehidupan Sasita tuh enak dan menyenangkan. Padahal ya enggak juga. Nggak ada yang paham kalau dia tuh di kantor tuh kerjaannya segambreng. Di rumah juga nggak ada temen ngomongnya karena dia tinggal di apartemen.
Dibalik sikap dan sifat Sasita yang kadang menyebalkan ini, ternyata dia punya kerinduan yang besar terhadap kakaknya dan ibunya. Meskipun ibunya juga selalu menyindirnya.
Membaca kisah Sasita ini mengingatkan aku sama mamaku. Kadang kita kayak tom n jerry, kadang juga kita bisa super kompak. Selama baca, kukira memang ibunya yang keras, tapi dia juga punya alasan untuk setiap kekeraskepalaannya itu. Ya walaupun aku juga nggak setuju dengan ibunya yang kadang terlalu melarang tanpa memberi alasan yang jelas atau alasan yang kurang kuat menurutku.
Aku suka bagaimana kak Thessa menyampaikan kisah Sasita melalui Velisa. Mungkin memang benar, anak kecil bisa menjadi obat untuk kita orang dewasa. Karena kadang kita sudah terlalu banyak berekspektasi dan berharap sehingga mudah kecewa. Sementara anak kecil punya hati yang jauh lebih besar, untuk membuat kita tersentuh dengan ucapan atau kebaikannya.
Satu hal lagi yang kusuka dari buku ini, di akhir babnya selalu diberikan tips-tips untuk menghadapi anak kecil! Menarik banget.
Membaca kisah Sasita ini mengingatkan aku sama mamaku. Kadang kita kayak tom n jerry, kadang juga kita bisa super kompak. Selama baca, kukira memang ibunya yang keras, tapi dia juga punya alasan untuk setiap kekeraskepalaannya itu. Ya walaupun aku juga nggak setuju dengan ibunya yang kadang terlalu melarang tanpa memberi alasan yang jelas atau alasan yang kurang kuat menurutku.
Aku suka bagaimana kak Thessa menyampaikan kisah Sasita melalui Velisa. Mungkin memang benar, anak kecil bisa menjadi obat untuk kita orang dewasa. Karena kadang kita sudah terlalu banyak berekspektasi dan berharap sehingga mudah kecewa. Sementara anak kecil punya hati yang jauh lebih besar, untuk membuat kita tersentuh dengan ucapan atau kebaikannya.
Satu hal lagi yang kusuka dari buku ini, di akhir babnya selalu diberikan tips-tips untuk menghadapi anak kecil! Menarik banget.
From the book...
"Sa, Mama hanya mau mengingatkan, kasih tahu anak jangan pakai emosi. Kamu boleh emosi ke Mama, boleh marah ke Mama, tapi jangan ke Velisa. Jangan sampai kekesalan kamu terhadap hal lain kamu lampiaskan ke dia. Kasihan, dia cuma anak kecil yang sudang nggak punya orangtua.""Orang-orang terbiasa dengan kebaikan, kadang lupa untuk menghargai kebaikan yang diterimanya itu.""Jangan lupa mengucapkan terima kasih, sekecil apa pun kebaikan yang diberikan orang lain.""I can't promise to fix all your problems, but I can promise you won't have to face them alone.""Yang penting itu kualitas waktu yang kita habisin bareng mereka. Siapa bilang ibu yang seharian di rumah lebih baik daripada ibu yang bekerja?""Jadi orangtua itu belajarnya seumur hidup, Sa. Nggak bisa lo baru sebulan lebih jaga anak dan berharap langsung jadi orangtua sempurna. Yang penting lo mau belajar, dan memberikan kasih sayang yang tak terhingga buat Ve.""Orang bilang, anak-anak harus banyak belajar dari orang dewasa. Kenyataannya, justru orang dewasalah yang belajar banyak dari anak-anak di sekeliling mereka, terutama tentang kasih sayang dan keikhlasan."
No comments:
Post a Comment