Friday, January 5, 2024

[REVIEW] Menanti Hari Berganti

Menanti Hari Berganti

Titi Sanaria

370 Halaman

Book Ease

"Bagi sebagian orang, kehidupan memang mudah. Mereka tidak perlu khawatir tentang apa yang harus dimakan, tempat tinggal yang layak, dan yang paling penting, tidak diganggu bayangan masa lalu yang seperti melekat, meskipun tak terlihat. Mengintai, menunggu saat kesadaran lengah untuk kemudian mengambil alih kendali."

 
B L U R B
 
Pelecehan seksual yang dialami Keira meninggalkan trauma mendalam.
 
Peristiwa itu membuat Keira yakin, dia tidak akan pernah bisa menjalani hubungan asmara. Kontak fisik dengan lawan jenis adalah hal mustahil.
 
Ketika seorang laki-laki keras kepala konsisten mendekatinya, untuk pertama kali Kiera memikirkan kemungkinan menjalani kehidupan normal seperti yang disarankan psikiaternya.
 
Masalahnya, apakah Kiera tega menyeret seseorang ke dalam ketidakpastian proses penyembuhannya?
Bagaimana jika dia tidak pernah bisa sembuh dari luka masa lalu?
 
- - - - - - - - -
 
Bagi Keira, kehidupannya saat ini sudah cukup. Pekerjaannya sebagai ghost writer cukup menyenangkan. Tidak perlu terlalu sering berinteraksi dengan banyak orang, harga atas pekerjaannya juga sangat cukup untuk menghidupinya dengan baik. Sayangnya, mimpi buruknya di masa lalu masih sering menghantuinya. Pelecehan yang pernah terjadi bertahun-tahun lalu, yang membuat mimpi-mimpinya harus dipendam, selalu membuatnya terbangun subuh-subuh. Bagaimana cara menghentikannya, Keira masih tidak tahu.
"Hidup dengan menyalahkan diri sendiri selama lebih dari sepuluh tahun pasti nggak mudah. Terutama karena dia tahu aku nggak pernah memakai uang yang rutin dia masukkan dalam rekeningku setelah aku bisa mencari uang sendiri. Dia pasti merasa dirinya nggak berguna. Sudah kerja keras mencari uang, tapi nggak dianggap oleh anak sendiri." P. 347
Klien terbarunya adalah seorang perempuan yang berdaya, memiliki yayasan yang mensupport perempuan dengan segala masalah pelik yang sering terjadi, dan juga cukup berpengaruh. Termasuk anaknya. Anak laki-laki yang ternyata masih ada hubungan teman dengan sahabatnya, terus mendekatinya. Dari gelagatnya, Keira sudah paham. Risyad adalah tipe laki-laki yang suka dengan tantangan, dan kali ini, Keira termasuk salah satu tantangan yang sepertinya akan disukai Risyad.

Rasa-rasanya, hidup sebagai Keira nggak gampang. Hidup dibayangi masa lalu yang cukup kelam, mimpi buruk yang kadang membuatnya kesulitan tidur, belum lagi dia harus menjaga jarak dengan laki-laki, supaya nggak memicu traumanya. Terbiasa menanggung itu semua membuat Keira jadi terbiasa tidak banyak bercerita.

Awalnya, aku cukup kesal dengan Keira yang selalu memandang rendah dirinya, merasa bahwa hidupnya tidak cukup layak untuk dihargai. Belum lagi dia ini terlalu pesimis! Ya ampun, gemes banget. Segalanya jadi terasa salah di mata Keira, cara Risyad yang memperlakukannya dengan baik, atau bagaimana perhatian-perhatian yang diberikan orang-orang terdekatnya.

Selama membaca ini, jujur aku beberapa kali memberi jeda. Soalnya baca kisah Keira ini perlu banyak energi, bukan karena alurnya yang lambat, tapi karena Keira yang terlalu pesimis. Jadi aku ikut menyelami juga karakter Keira. Kayaknya udah beberapa tahun belakangan, isu kesehatan mental jadi salah satu hal yang cukup diperhatikan dan banyak orang yang sudah sadar tentang hal ini. Menurutku ini bagus, karena waktu Keira mengalami pelecehan seksual, tidak ada yang menolongnya, bahkan dari keluarga terdekatnya pun enggak. Malah menuduh Keira yang mungkin menggunakan pakaian yang menggoda.

Respon yang kayak gitu tuh nggak membantu. Sungguh. Setidaknya dengarkan suaranya, ceritanya, jadi nggak membuat seseorang trauma. Udah nggak didengar, dituduh pula. Kan jadi kapok ya. 

Aku suka ketika Keira mau perlahan-lahan keluar dari zona nyamannya. Langkahnya pelan banget, tapi pasti. Tentu saja ini juga dengan bantuan dari berbagai pihak. Aku juga suka dengan cara keluarga Risyad yang mau menerima Keira lengkap dengan masa lalunya dan nggak banyak menuntut! Ya ampun, kayaknya orang dengan pemikiran seperti ini harus diperbanyak.

Kayaknya ini salah satu buku kak Titi yang paling menyesakkan buatku. Teruntuk kalian yang berniat membacanya, saranku sebaiknya bacalah saat suasana hati sedang tidak terbebani apapun. Biar nggak terguncang.


From the book...
"Bagi sebagian orang, kehidupan memang mudah. Mereka tidak perlu khawatir tentang apa yang harus dimakan, tempat tinggal yang layak, dan yang paling penting, tidak diganggu bayangan masa lalu yang seperti melekat, meskipun tak terlihat. Mengintai, menunggu saat kesadaran lengah untuk kemudian mengambil alih kendali." P. 22

"Hubungan yang harmonis itu adalah komunikasi ranjang yang sangat berhasil. Gue juga lihat itu dari hubungan orangtua gue." P. 32

"Yang terjadi di masa lalu bukan salah kamu, jadi jangan pernah berpikir kalau diri kamu jadi nggak berharga. Hanya karena orang tolol yang menilai seseorang dari masa lalu. Dan kalaupun kita benar-benar melakukan kesalahan, memangnya kenapa? Kita manusia. Kita belajar dari kesalahan-kesalahan yang kita buat. Yang salah itu adalah melakukan sesuatu yang terlarang dengan sengaja, dan terus mengulangnya. Itu yang disebut tolol." P. 125

"Kalau bicara nominal, ukuran tiap orang berbeda sih, Mas. Jumlah yang menurut saya bagus, untuk Mas mungkin nggak seberapa. Itu balik lagi karena standar hidup dan kebutuhan tiap-tiap orang berbeda." P. 133

"Lo nggak perlu kenal semua perempuan di dunia untuk tahu orang yang cocok sama lo, Bro. Saat bertemu orang yang tepat, lo akan tahu aja. Itu dari dalam hati." P. 151

"Tentu saja kebahagiaan kamu nggak tergantung pada orang lain. Kita yang memegang kendali hidup kita, Kiera. Tapi rasanya sayang saja kalau kamu nggak memberi diri kamu sendiri kesempatan menaklukkan ketakutan kamu. Mungkin nggak sekarang, karena pasti butuh waktu untuk mengubah sudut pandang." P. 171

"Rasanya selalu sedih saat melihat orang yang meragukan diri sendiri karena perbuatan bejat seseorang di masa lalu. Karena itu yang biasanya terjadi pada korban seperti kamu. Saya harap kamu nggak menyerah pada keinginan punya pasangan hodup seperti beberapa orang yang pernah saya kenal." P. 171

"Maksud saya, terima aja kalau seseorang memuji kamu. Jangan meragukan penilaiannya hanya untuk terlihat nggak sombong. Nggak mengakui kamu cantik jatuhnya jadi munafik, kan?" P. 205

"Jatuh cinta sama kamu itu bukan keputusan saya, Kie. Meskpun belum pernah punya hubungan dengan seseorang, kamu juga pasti tahu kalau kita nggak bisa memilih dalam urusan cinta. Itu datang dari hati, bukan kepala." P. 232 to 233

"Kita mulai pelan-pelan saja, Kie. Kita berjuan bersama. Semua orang selalu lebih menghargai sesuatu yang didapatnya melalui perjuangan. Saya yakin kita juga akan merasa seperti itu." P. 234

"Itu hak lo sih, Kha. Nggak ada yang akan memaksa lo untuk percaya juga, kan? Tapi gue yakin kok kalau persepsi orang bisa berubah. Tunggu aja sampai lo ketemu orang yang tepat. Orang yang nggak hanya bikin lo memikirkan tempat tidur saat ketemu dia." P. 252

"Kalau beneran cinta, menghabiskan waktu bersama jadi kebutuhan, bukan kewajiban. Itu menurutku sih, Kie. Tapi tiap orang punya persepsinya sendiri. Menurutmu?" P. 270

"Hidup dengan menyalahkan diri sendiri selama lebih dari sepuluh tahun pasti nggak mudah. Terutama karena dia tahu aku nggak pernah memakai uang yang rutin dia masukkan dalam rekeningku setelah aku bisa mencari uang sendiri. Dia pasti merasa dirinya nggak berguna. Sudah kerja keras mencari uang, tapi nggak dianggap oleh anak sendiri." P. 347

No comments:

Post a Comment