Friday, October 18, 2019

[Review] Pitu Loka: 7 Kisah, 7 Perjalanan, 7 Luka Hati


Judul : Pitu Loka: 7 Kisah, 7 Perjalanan, 7 Luka Hati


Penulis : Afri meldam, Basudawa Isa, Lia Nurida, Lutfi Avianto, Nur Kholifah, Vie Asano


Penerbit : Diva Press


Tebal : 416 Halaman


"Ikhlas adalah kata sifat yang kastanya paling tinggi, Sam. Banyak hal baik terjadi setelah orang mencoba untuk menerima segala hal dengan ikhlas."


BLURB

"Selamat datang di Pitu Loka. Kami menyediakan berbagai paket tur untuk mengobati luka hati Anda. Silakan hubungi konsultan kamu untuk mengetahui paket tur yang paling sesuai untuk anda."

Gendhis dendam karena dicampakkan oleh keluarga besarnya. Caroline sedang terjebak dalam abusive relationship. Kansha merasa dikhianati oleh sahabat dan mantan pacarrnya. Ganafia pernah diselingkuhi. Rafa mendendam pada sang ayah. Lintang mempertanyakan asal-usulnya. Sedangkan Sam belum pulih dari duka karena kehilangan istri tercinta.

Tujuh luka hati mencoba menyembuhkan diri dengan menjelajah berbagai kota di Indonesia. Bersama Pitu Loka, tujuh kisah perjalanan pun terbentuk dan mulai mengubah hidup mereka—suka atau tidak.

- - - - - - - - -

Pitu Loka, dalam bahasa Jawa artinya adalah tujuh tempat. Pitu Loka merupakan sebuah tour dan travel yang memiliki moto menyediakan berbagai paket tur untuk mengobati luka hati. Tour di sini berarti menjelajah dan pergi ke suatu wilayah, sementara biayanya, disesuaikan dengan kemampuan finansial tiap pesertanya.
"Menangis itu berarti kamu manusia biasa. Masih punya emosi. Masih hidup. Justru kamu haru stakut kalau sudah ngak bisa menangis, karena itu artinya perasaanmu sudah mati. Atau perjalananmu di dunia ini sudah berakhir." — P. 51
Cerita pertama dibuka dengan kisah Caroline Liu, seorang mahasiswi yang terjebak dalam abusive relationship, yang membuat dia bingung bagaimana cara mengakhiri hubungannya dengan pacarnya yang overprotektif dan suka mengancam.

Cerita kedua dimulai dengan kisah Gendhis, cewek yang memiliki dendam secara tidak langsung dengan keluarga dari pihak ayahnya. Hal ini tentu saja karena trauma masa kecil yang dialaminya. 

Cerita ketiga, ada Kansha, cewek yang merasa dikhianati oleh sahabat sekaligus mantan pacarnya, karena mereka berdua saat ini menjalin hubungan, bahkan hampir menikah. Hal ini membuatnya jelas-jelas trauma dan menjauhi keduanya. 

Di cerita keempat, ada Ganafia yang pernah diselingkuhi oleh pacarnya, yang kemudian membuatnya trauma juga dalam menjalin hubungan dan masuk ke dalam air, karena trauma yang dialaminya saat berkegiatan di dalam air.

Di cerita kelima ada Rafa, cowok yang membenci ayahnya, hal ini disebabkan oleh kesalahan ayahnya di masa lalu, yang kemudian membuatnya memilih untuk menjauh dari ayahnya.

Pitu Loka hadir untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. Tapi apa mereka bisa? Mengingat masalah yang timbul adalah masalah hati, yang mana seringkali, hanya bisa disembuhkan oleh kemauan diri sendiri. Bukan paksaan dari orang lain.


Baca novel ini tuh suka banget! Masalah yang diceritakan itu rumit, tapi dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Masalah keluarga, pacar, temen, bahkan sampe mengikhlaskan sesuatu. Sejak awal, aku udah interest banget sama cerita Rafa dan Lintang. Rafa itu ngingetin aku di waktu kecil, karena Papa terlalu keras, aku jadi nggak suka sama caranya, dan jengkel banget. Ini nggak boleh, gitu nggak boleh. Tapi, gimana lagi? Namanya orang tua nggak bisa milih. Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku mulai sadar, kalau yang diajarin papa selama ini itu bener loh. Nggak salah. Meskipun caranya salah. Sementara cerita Lintang sendiri, mirip banget sama ceritanya temenku. Jadi relate banget keresahannya dia, keselnya dia, bingungnya dia.

Yang aku suka dari novel ini tuh setting waktu dan tempatnya, gila! Beneran gila. Kayak cerita Caroline waktu di Singkawang, bener-bener kerasa Kalimantannya. Penggambarannya detil banget. Berasa diajak ke sana untuk liat-liat keadaan sekitar di sana. Makanan khas di sana juga dijelaskan dengan detil loh! Aku jadi kepengen! Risetnya bener-bener totalitas tanpa batas!


Quotable:
"Menangis itu berarti kamu manusia biasa. Masih punya emosi. Masih hidup. Justru kamu harus takut kalau sudah nggak bisa menangis, karena itu artinya perasaanmu sudah mati. Atau perjalananmu di dunia ini sudah berakhir." — P. 51

"Kalau kau melakukan sesuatu yang besar, sejatinya itu bukan untuk orang lain. Tapi untuk dirimu. Sesuatu yang sulit dan berat, yang sedikit sekali orang yang mampu melakukan. Hanya mereka yang memiliki hati seluas samudra yang bisa." — P. 83

"Dendam adalah pekerjaan hati. Karena itu, ia harus dilenyapkan dengan pekerjaan hati pula, yaitu memaafkan. Meski raga telah bekerja sekeras-kerasnya untuk mengampuni, tangan telah berjabat, dan lisan mengatakan telah memaafkan, ia takkan betul-betul sirna. Karena kunci memaafkan itu di hati." — P. 113

"Maafkanlah, agar hatimu lapang. Bahagia itu ada pada petualangan hati di jalan memaafkan, di jalan memberi dan di jalan berbagi, bukan pada tempat-tempat nun jauh yang akan kaujelajahi." — P. 130

"Begitu juga yang terjadi dalam kehidupan. Kadang kita merasa takut melakukan sesuatu hanya karena kita belum pernah melakukannya. Pikiran mempermainkan kita, sampai-sampai kita lupa menanyakan pada hati: benarkah kita takut karena sesuatu itu berbahaya, atau semua hanya permainakan pikiran saja?" — P. 168

"Ya, itu. Berarti sudah jelas kan semuanya adalah kehendak Tuhan. Kita tidak bisa memutar ulang waktu dan memperbaiki keadaan di masa lalu. Terus buat apa kita berkubang sama masa lalu terus. Sama luka terus." — P. 175

"Berjalanlah kembali ke luka hatimu, ke pangkal sakit yang membelenggu. Percayalah, hanya di sana kau akan menemukan sembuh." — P. 216

"Hubungan keluarga juga begitu, Fa. Meski kadang ada perselisihan, harus dicari jalan keluarnya agar hubungan tidak menjadi rusak." — P. 292

"Ada banyak orangtua lupa bahwa memori pola pengasuhan dan perlakukan di lingkungan keluarga akan membekas dan bisa jadi diwariskan tanpa sengaja kepada anak-anaknya. Karena itu, tidak baik bagi orangtua untuk berkata kasar atau bertengkar di hadapan anak-anaknya. Kondisi seperti itu bisa menyakiti perasaan mereka, membentuk mereka menjadi mudah emosi dan keras kepala dan yang dikhawatirkan jika kemudian anak itu tumbuh dewasa dan berkeluarga. Bisa saja ia akan memperlakukan anaknya kelak dengan pola yang sama seperti dulu ia dididik." — P. 301

"Tapi saya hanya pengin bilang, cinta seorang ibu itu tidak terbatas. Kadang bentuk cintanya pun tidak dipahami oleh orang lain. Namun satu hal yang pasti, seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, sekalipun itu berarti dia harus melepaskan buah hatinya untuk orang lain." — P. 353

1 comment:

  1. Penasaran! Dari ide cerita unik, plus saya sedang tertarik dengan novel yang terdiri dari beberapa karakter dengan konflik masing-masing. jadi pengen baca juga :)

    ReplyDelete