[Review] Metropolis

Judul : Metropolis

Penulis : Windry Ramadhina

Penerbit : Grasindo

Tebal : 330 Halaman

"Sebagian bukti datang terlambat, Moris. Sebagian lainnya tidak muncul sama sekali."

BLURB

Gili tertawa. "Keras kepala boleh, Kawan. Semua Saada memang begitu. Aku maklum. Tapi, jangan lalu kau jadi bodoh! Sudah delapan pemimpin mati. Kau kira ini perseteruan biasa?"

Perkataan Gilli membuat Ferry berpikir ulang. Sejak lama ia memang merasa janggal dengan kematian beruntun para pemimpin Sindikat 12, tetapi ia seakan dibutakan oleh kebenciannya terhadap Geng Gilli sehingga mengabaikan kecurigaannya itu.

"Hubungi Blur. Minta dia kumpulkan Sindikat 12," kata Gilli lagi.

- - - - - - - -

Hari ini, Leo Saada, salah satu pemimpin dalam Sindikat 12 dimakamkan. Kematiannya cukup aneh dan hal ini yang membuat Ferry Saada, sang anak, menganggap bahwa anggota Sindikat 12 lainnya yang membunuh ayahnya. Marah, kesal dan kecewa tentu saja dirasakan oleh Ferry. Namun, bagi Bram, polisi yang biasa mengurus masalah dan sedang menyelidiki Sindikat 12, hal ini cukup aneh. Beberapa pemimpin yang mati belakangan ini seperti dirancang. Kematian mereka seperti ada yang aneh, dibuat-buat dan tentu saja dilakukan oleh tenaga profesional yang handal. Karena kalau nggak, udah pasti ketahuan sejak awal, kan?

"Selalu ada pola dalam sebuah pembunuhan berantai, meskipun tidak semua pelaku pembunuhan mampu konsisten dengan pola yang mereka ciptakan." — P. 30

Tidak lama dari kematian Leo Saada, Ambon Hepi, sebutan untuk pemimpin wilayah empat ditemukan tewas, bahkan hal ini tidak sampai seminggu setelah pemakaman Leo Saada. Hal ini membuat Bram berpikir keras, apa yang sedang terjadi di dalam persaingan geng ini? Apakah ini hanya sekadar persaingan geng biasa, atau memang pembunuhan berantai yang sudah dirancang? Belum lagi, Bram juga menemukan sosok cewek yang keberadaannya cukup mencurigakan saat berada di pemakaman Leo Saada, hal ini menimbulkan pemikiran lain yang ternyata, membuat Bram sendiri kaget.

Punya novel ini sejak 2017, iya, aku nyarinya udah kayak orang yang kebingungan, karena udah nggak dijual di mana-mana juga. Eh, ketemunya malah sama sesama anak bookstagram sendiri. Pas buku ini dateng, aku malah nggak begitu sreg bacanya, jadilah buku ini kembali jadi buku timbunan di tempatku. Baru bulan ini mulai kepikiran lagi baca novel yang bertema crime gitu.

Ngebaca novel ini berasa kayak nonton drama Korea, tentang polisi, narkoba, dan geng penguasa wilayah. Mereka bersahabat satu sama lain, saling perang untuk mendapatkan wilayah yang potensial, dan memiliki musuh yang tidak suka sama mereka. Di awal baca, kita sudah ditunjukkan oleh pemakaman salah satu penguasa wilayah yang kematiannya cukup aneh, tapi mungkin bagi penguasa wilayah, hal ini mati yang wajar. Bisa saja karena dibunuh oleh rival mereka kan? Hal ini sudah jadi risiko yang harus ditanggung tentunya.

Selain itu, aku suka banget sama intrik dan plotnya di sini! Ya ampun! Aku selalu dibikin terkejut dan terheran-heran tiap ngebalik halaman atau bab barunya. Risetnya bener-bener mendalam, ya ampun, pengen nangis aku bacanya. Se-unpredictable itu juga. Pokoknya, nggak ketebak banget. Bahkan sampe ending, kak Windry masih suka main-main dan tebak-tebakan. Nggak tau lagi deh, pas nulis ini, Kak Windry mikirin apaan. Sebagus itu! Aku nggak bisa ngomong lebih banyak lagi. Pokoknya, baca sendiri biar kerasa twistnya.