Judul : Black
Penulis : Ruth Priscilia Angelina
Penerbit : Gramedia
Tebal : 304 Halaman
“Terkadang cinta nggak sanggup membeli masa depan, kita pernah sepakat soal itu, kan?”
B L U R B
Bagi
Inka, menerima lamaran Chesta—tetangga masa kecil yang selalu memberi
komentar pedas untuk pakaian serbahitam yang dia kenakan—hanyalah tiket
untuk meninggalkan mimpi buruk akan hancurnya sebuah keluarga.
Namun,
Inka tak menyangka Chesta membawa kenangan-kenangan indah dari masa
lalu yang dia tahu takkan terulang lagi. Pemuda itu membuatnya marah
sekaligus bahagia, memberi harapan-harapan baru di harinya yang sedih.
Chesta membuat Inka kembali jatuh cinta.
Akan
tetapi, apakah menerima lamaran itu memberikan kehidupan yang Inka mau?
Atau dia memang harus menerima kenyataan bahwa tidak semua luka bisa
disembuhkan, bahwa Chesta mungkin takkan pernah membalas perasaannya,
dan bahwa cinta mungkin tak bisa menyelamatkan dirinya.
- - - - - - - -
Inka,
seorang anak broken home yang bagi dia, hidup nggak enak-enak amat.
Soalnya dia merasa kehilangan sosok Ayah yang dulu selalu ada, dan Ibu
yang kadang kelakuannya bikin ngelus dada karena dia nggak peka-peka
amat sama Inka. Bagi Inka hidupnya itu udah kayak yaa.. dijalanin
ajalah. Nggak ada yang special gitu.
“Tak ada yang seberuntung dirimu.” P. 16
Mengambil
Magister Creative Writer di Oxford, Inka kira akan mengubah hidupnya.
Ya, minimal dia tidak harus bertemu Ibunya, atau menunggu-nunggu
Ayahnya. Tapi nyatanya, di sini dia malah bertemu Chesta Sentanu,
tetangga masa kecilnya, dan juga cowok yang sepertinya pernah
disukainya.
R E V I E W
Menceritakan
Inka yang kekurangan kasih sayang, dan Chesta yang nggak kekurangan
kasih sayang, tapi dia nggak begitu deket sama keluarganya. Selama
ngebaca ini tuh aku cukup enjoy, malah jatuh cinta banget sama Chesta.
Meskipun dia cuek-cuek gitu, tapi dia tuh tipikal orang yang lebih
banyak action ketimbang speak. Jadi gampang banget bikin kita jatuh cinta dengan tingkahnya.
Untuk masalah di cerita ini menurutku sih relate untuk sebagian anak, apalagi yang broken home.
Kekurangan kasih sayang, mencari kesibukan supaya nggak keinget. Tapi
aku salut sama Inka sih, dia nggak lari ke hal-hal yang merugikan, kayak
narkoba dan sebagainya gitu. Suka juga sama semangatnya, sama cara dia
menghormati orangtuanya, meskipun mamanya ngeselin juga.
Membaca
Inka ini jujur aja membaca karya kak Ruth yang nyenengin. Nggak terlalu
banyak emosinya. Paling tenang malah. Meskipun banyak sebelnya Inka,
atau tingkahnya Chesta yang kadang bikin emosi jiwa karena seenaknya
sendiri.
Menurut kabar, katanya ini ada lanjutannya lho! Nggak sabar banget aku untuk baca lanjutannya. Udah kangen sama Chesta! Haha..
Quotable:
"Terkadang cinta nggak sanggup membeli masa depan, kita pernah sepakat soal itu, kan?" P. 119"Sementara aku sesungguhnya menyesali penawaran itu. Sudah lama aku berhenti bicara dan berbagi. Melakukan itu sama halnya dengan memberikan hatimu. Dan memberikan hatimu sama seperti menyerahkan senjata pada orang lain yang kapan pun bisa dia arahkan ke kepalamu. Aku sudah pernah dibunuh berkali-kali oleh orang-orang yang kusayangi, dan aku masih bisa merasakan sakitnya." P. 145"Aku lebih tidak bisa memahami itu. Orang senang menyembunyikan kenyataan untuk keindahan sementara, tanpa sadar itu hanya persoalan waktu. Pada akhirnya realitas akan menghantam dan rasanya akan ribuan lebih sakit karena kau sudah mencicipi kebahagiaan sebelumnya." P. 158
"Maka itu aku meneleponmu tadi! Dan itu membutuhkan keberanian yang kukumpulkan sedikit demi sedikit. Kau berarti untukku, dan beberapa hal terasa sulit ketika kita melakukannya untuk seseorang yang berarti lebih." P. 211 to 212
"Terkadang cinta membuat kta melakukan hal-hal bodoh yang kita anggap benar. Aku mungkin menyakitimu, melukaimu. Tapi aku tidak akan meninggalkanmu diam-diam. Aku berjanji tidak akan menjadi pengecut. Apakah itu cukup?" P. 212 to 213
"Cinta akan menghancurkan segalanya hingga tulang-tulangmu remuk dan kau tertawa-tawa seperti orang gila. Aku tidak mau berakhir seperti ayahku yang mati karena cintanya dipatahkan ibuku." P. 262
No comments:
Post a Comment