Judul : Black Leather Jacket
Penulis : Aditia Yudis - Ifnur Hikmah
Penerbit : Twigora
Tebal : 362 Halaman
"Kamu boleh mengusir aku lagi tapi aku ingin kamu tahu kalau aku serius. Besok aku bakal balim lagi, ngeyakinin kamu lagi, dan aku bakal kembali lagi sampai kamu percaya kalau aku benar-benar mencintai kamu."
BLURB
Laura tak punya alasan untuk menyukai Aidan.
Pertama, novel debut lelaki itu kini mengalahkan novel-novel Laura di rak best seller.
Kedua, foto Aidan yang terpampang besar di sampul belakang novelnya semakin mempertajam kecurigaan Laura:
lelaki itu hanya penulis romance (genre yang dibencinya!) bermodal tampang.
Jadi, maaf deh kalau dia merasa keberatan ketika Laura dipasangkan dengan Aidan untuk proyek novel selanjutnya.
Tahu apa lelaki itu soal menulis novel berkualitas?
Semakin jauh mengenal Aidan, Laura tahhu bahwa lelaki itu punya pengetahuan luas tentang thriller, genra favorit Laura.
Aidan bahkan hafal kutipa-kutipan Agatha Christie!
Sedikit demi sedikit Laura membangun respek tersendiri untuk Aidan—dan belakangan tanpa dia sadari... cinta.
Tapi sebelum Laura berhasil membuat Aidan tahu tentang perasaannya, lelaki itu menghilang.
Membiarkan proyek menulis mereka terbengkalai begitu saja—seolah tak ada artinya.
Alih-alih marah, Laura merasa sangat kecewa dengan sikapnya itu.
You're breaking my heart, Aidan, and the saddest part is...
you don't even know about it.
- - - - - - - - - - -
Laura, seorang penulis genre thriller yang tidak begitu menyukai romance. Baginya, romance itu ya cinta yang menye-menye lah kasarnya. Jadi, dia lebih memilih genre thriller, sesuai dengan apa yang disukainya. Memang kalau menulis itu harus sesuai dengan apa yang kita inginkan kan? Kalau nggak, gimana bisa kita nulis dengan baik? Pasti kerasa kayak beban gitu.
"Itulah kenapa mimpi disebut mimpi, karena dia remang-remang, temaram, bukan sesuatu yang jelas. Kalau itu sesuatu yang jelas, dia bukan mimpi, melainkan target." — P. 78
Aidan, laki-laki yang meneruskan ide cerita almarhum Ibunya. Untuk dunia tulis-menulis dan perbukuan, bisa dikatakan dia pupuk bawang, alias anak kecil, yang masih belum tau banyak. Tapi, dengan gaya penulisannya, novel pertamanya langsung best seller! Padahal jarang banget kan ya, ada penulis best seller, tapi penulisnya masih baru gitu. Dia menulis romance. Cukup mengejutkan karena seorang laki-laki menulis romance. Biasanya kan cowok-cowok ini nggak mau repot-repot amat buat nulis cerita yang rumit kayak cinta begitu kan?
Awal dari pertemuan Laura dan Aidan memang nyebelin. Gimana nggak? Laura yang diharuskan untuk memberikan 'cinta' dalam tulisan thrillernya, sementara untuk hal itu, dia susah banget. Malah waktu dia nyerahin naskah thriller barunya yang rampung dalam dua minggu, malah disarankan untuk ngelanjutin naskah lamanya yang mangkrak karena 'cinta' ini tadi. Belum lagi, dia nemuin novelnya bersanding sama novel terbaru dari penerbit yang sama dengan dirinya, dan novel itu mau difilimin lagi! Duh, kebat kebit banget nggak sih kalo jadi Laura? Terus, akhirnya gimana project dia sama Aidan?
Hmm.. Aku suka banget sama novel ini! Beneran deh ya. Mulai dari gaya penulisannya, sampe ke detil pekerjaan penulisnya.Selain itu, konfliknya juga seru abis. Bikin kita bertanya-tanya, ada konflik apa sih sebenernya di dalam keluarganya Aidan dan juga Om Richard ini. Dan juga, konflik dalam diri Laura juga menarik untuk diikuti!
Menurutku, untuk ukuran novel duet, klop banget. Awalnya aku ngrasa kayak kentara banget kalo ditulis 2 orang, tapi pas makin ke belakang, alus banget perpindahannya. Udah nggak kentara lagi. Jadi penasaran sama tulisan kak Adit yang lain! Hihihi..
Quotable:
Menurutku, untuk ukuran novel duet, klop banget. Awalnya aku ngrasa kayak kentara banget kalo ditulis 2 orang, tapi pas makin ke belakang, alus banget perpindahannya. Udah nggak kentara lagi. Jadi penasaran sama tulisan kak Adit yang lain! Hihihi..
Quotable:
"Yang bilang cinta itu hanya bagian senang-senangnya salah besar, Nduk. Kesetiaan, keyakinan, kompromi, dan dedikasi, semua itu adalah elemen dari cinta." — P. 43
"Itulah kenapa mimpi disebut mimpi, karena dia remang, temaram, bukan sesuatu yang jelas. Kalau itu sesuatu yang jelas, dia bukan lagi mimpi, melainkan target." — P. 78
"Gue nggak pengin seperti dia. Gue mau sama-sama dengan orang gue cintai. Kalaupun harus menghadapi pilihan seperti Richard, gue akan memperjuangkan sampai mentok." — P. 113
"Selalu ada yang lebih besar daripada cinta, kan? Bisa saja uang, keluarga, ras, suku, agama, atau kebebasan. Banyak juga orang yang sudah kelihatan klop banget, yang sudah merasa satu sama lain adalah belahan jiwa, tapi akhirnya berpisah juga." — P. 137
"Jangan pernah takut dengan penulis lain. mereka bukan saingan, mereka adalah kawan. Kita sama-sama merangkai tulisan, hanya saja setiap tulisan memiliki jalannya sendiri. Tidak ada yang sama." — P. 194
"Sekarang aku mengerti mengapa Lani memilih berpisah dengan Om Richard. Aku ngerti betul. Siapa yang mau kehidupan seperti itu? Mencintai orang yang nggak mau mengerti dan meluangkan waktu sedikit saja." — P. 262
No comments:
Post a Comment