Thursday, December 7, 2017

[Review] Damar Hill


Judul : Damar Hill

Penulis : Bulan Nosarios

Penerbit : Gramedia

Tebal : 306 Halaman

"Aku tidak patah hati, Nad. Memiliki seseorang untuk berbagi masa lalu yang sama adalah berkah. Itu kalimatmu. Aku menghargai Katinka. Dia pernah berarti untukku. Dia juga ibu dari putriku, dan selamanya akan begitu."


BLURB

Nadya Sera kehilangan pekerjaannya sebagai pustakawan dan memutuskan pulang untuk mengurus Damar Hill, penginapan tua milik keluarganya. Tapi penginapan itu menyimpan banyak rahasia, duka, dan rasa bersalah yang menggerogotinya dari dalam.

Sehelai brosur penginapan yang ditinggalkan di kedai kopinya membawa Daryl Sukmawan ke Damar Hill. Dia berpikir mungkin kali ini takdir sedang menawarkan hal baik setelah tahun-tahun gelap dalam hidupnya. Tapi dia terlalu berduka untuk jatuh cinta pada gadis pemilik penginapan itu. Bagaimana mungkin dua orang yang larut dalam dukanya masing-masing bisa saling menyembuhkan?

"Tapi kita tidak bisa hidup untuk masa lalu. Ada saatnya mempertahan dan ada saatnya kita harus belajar melepaskan.."

- - - - - - - -
 Bercerita tentang kehidupan Nadya Sera. Cewek yang lahir di tanah Gayo, kemudian pergi ke Jakarta untuk bekerja sebagai pustakawan, karena kecintaannya pada buku. Dan kopi. Dia pun akhirnya mendatangi salah satu kedai kopi di dekat tempatnya bekerja. Hal ini sudah menjadi hal yang rutin sejak dia pertama kali berteduh di tempat ini. Satu hal yang disukai Nadya dari Red Mountain baunya hampir sama dengan kampung halamannya. Jadi, rasa kangennya bisa terobati.

 Suatu hari, dia harus benar-benar pulang dan mengurus Damar Hill, penginapan milik orangtuanya. Hal itulah yang menuntunnya jatuh cinta pada sosok pria yang sempat ditemuinya di Red Mountain. Cowok yang bertampang muram yang ternyata memiliki masa lalu yang cukup menyakitkan untuk dikenang.

 Tapi, ketika takdir berkehendak. Mereka berdua bisa apa? Sekalipun saling melangkah menjauh, mereka pun tetap kembali ke tempat yang sama. Tapi, masalahnya, apakah mereka bisa? Memiliki kehilangan di masa lalu, membuat mereka takut untuk membuka masa depan yang baru.

 Novel ini, awalnya cukup membingungkan buatku. Mungkin aku yang nggak terbiasa sama monolog yang panjang. Hahahah.. Tapi, begitu masuk ke dialog, dan makin ke belakang, aku semakin penasaran! Apalagi dibikin geregetan sama kelakuan Nadya yang maju mundur, nggak yakin lah. Belum lagi dibikin belibet sama dia yang suka menarik kesimpulan sendiri. Mungkin efek karena nggak pernah jatuh cinta kali ya? Hahahaha..

 Di sini, aku juga paham. Sebenernya dari beberapa baca novel sih. Hahaha.. Kalau cowok lagi berduka, dia akan berduka dengan caranya sendiri. Dan dia nggak akan kayak kita para cewek, yang nangis bombai, seakan-akan dunia langsung runtuh hari ini. Kalau cowok, mereka bakalan diem, berusaha sibuk, tapi kadang ngelamun juga. Nggak fokus. Hahaha.. Selain itu, kita juga belajar untuk nggak ngbully orang, untuk urusan apapun. Karena efeknya pasti gede banget, secara langsung ataupun nggak.

 Overall, aku suka sama novel ini. Menarik banget. Simpel, tapi manis. Penulisnya juga berhasil bikin aku penasaran sama Tanah Gayo loh! Hahahah..

Quotable :
"Kalau bukit itu adalah seorang perempuan, maka dia adalah perempuan anggun yang sedang mengangkat dagunya tegak." - P. 23

"Beberapa orang menyukai label, Bu. Identitas. Membuatnya merasa lebih bisa memahami dirinya. Bahwa dirinya merupakan bagian dari sesuatu yang lebih besar. Bayangkan kalau nyctophilia berkumpul." - P. 35

"...tapi kadang kala kita butuh bualan untuk membuat hidup lebih seru, jadi orang-orang tetap mendengarkan." - P. 39

"Sulit untuk tidak menyalahkan seseorang yang meninggalkanmu." - P. 49

"Kadang lebih baik kalau kamu melepaskan apa yang seharusnya pergi..." - P. 62

"Sebagian kesedihan harus dihadapi juga, bukan? Penginapan itu menghidupi beberapa keluarga. Aku tidak ingin menutupnya." - P. 89

"Kukira semua masalah akan terlihat kecil ketika dua orang saling jatuh cinta." - P. 111

"Memang tidak. Cinta bukan jalan keluarnya, Kemal. Cinta hanya bahan bakarnya..." - P. 111

"Mungkin begitulah cinta. Kita tidak menemukan keburukan yang bisa dengan mudah ditemukan orang lain. Kalaupun ada, kita memilih mengabaikannya." - P. 126

"Kamu tahu rasanya dicintai, dan mencintai orang sampai hatimu terasa melesak, Nad? Atau... kamu pernah patah hati, dan berusaha begitu keras untuk tidak merasakannya lagi?" - P. 129

"Nadya belajar dari pengalaman rumah itu. Orang-orang datang dan pergi. Beberapa tamu kadang tinggal lebih lama, datang kembali di kemudian hari. Ada yang tetap menjadi orang asing, bertemu sekali, tanpa kesan dan pergi. Ada pula yang kembali belasan tahun kemudian, berharap segalanya masih sama seperti dalam ingatan mereka." - P. 139

"Hanya karena kamu bisa membeli sepetak tanah, tidak berarti kamu merdeka melakukan apa saja di tanah itu. Kamu bagian dari masyarakat. Tidak peduli berapa pajak yang kamu sumbangkan, atau tenaga kerja yang kamu serap." - P. 146

"Kamu cuma belum menemukan orang yang tepat yang membuatmu ingin melewati semua kerumitan itu demi dia." - P. 171

"Jika takdir membawanya kembali, dia akan kembali, tak peduli berapa jauh dia melangkah. Tapi bukan haknya untuk menawari sesuatu yang tidak pasti. Yang bisa dia lakukan hanya berdoa. Jika itu baik, Tuhan, dekatkanlah." - P. 179

"Rasa yang mengusiknya terasa asing namun menyenangkan. Membuatnya bertanya-tanya dan berharap. Sama rumitnya seperti rindu yang tidak memiliki muara." - P. 231

"Kita membutuhkan kehadiran seseorang untuk menjaga ingatan itu tetap ada, untuk berbagi kenangan yang sama." - P. 280

No comments:

Post a Comment