Tuesday, June 12, 2018

[Review] Breakeven


Judul : Breakeven

Penulis : S. Andi

Penerbit : Loka Media

Tebal : 284 Halaman

"...bahwa pernikahan bukan sekadar mengucap janji sehidup semati. Tapi bagaimana dua orang setia pada janji yang diucapkan. Memahami satu sama lain sekalipun tidak bisa dengan sempurna."


BLURB

Apa ini hal biasa, ketika statusmu sebagai seorang istri dianggap tidak lebih dari orang asing di hadapan keluarga dan teman-teman seuamimu? Apa ini hal biasa, ketika seorang teman perempuannya masih menempelinya, bahkan saat nara sudah berkeluarga denganku?

Boleh aku bertanya, hubungan macam apa ini? Saat aku harus menjaga akses dari dunia luar, menjaga perasaan serta nama baiknya, sementara dia bebas dengan dunianya tanpa memikirkan bagaimana perasaanku. Apa ini yang dinamakan pernikahan? Kalau saja aku tahu begini wujud rumah tangga yang sesungguhnya, lebih baik aku melajang. Membiarkan diriku mengabadi sebagai seorang wanita karier. Tidak peduli dengan cap perawan tua, daripada harus hidup dengan keluarga dan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan duniaku yang dulu jauh membuatku lebih nyaman, tidak seperti sekarang dan entah bagaimana aku bisa memercayai seorang Naraspada Narendra untuk menjadi pendamping hidupku.

-Padnya Ichlal, 27 tahun-

- - - - - - - -

Ichlal, seorang wanita karier yang bekerja di sebuah kantor pegadaian. Hidupnya selama ini sederhana. Yang penting dirinya bisa menabung dan bahagia melalui hal kecil, misalnya berkumpul dengan Ibunya, melihat Ibunya tersenyum, dan berkumpul bersama temannya. Hal itu perlahan juga bertambah, dengan bertemunya dia dengan Nara, laki-laki yang tak sengaja ia temui di Bus Transjakarta saat pulang dan berangkat kerja. Hal inilah yang perlahan mengubah hidupnya.
"Jangan buat semuanya begitu menyedihkan. Ketakutan-ketakutanku seakan benar-benar akan menjadi nyata. Kamu tahu, Bang, aku dengan ketakutanku, kegagalan pernikahan ibuku, membuatku mematri diri dalam karier. Jadi, Bang, tolong bantu aku keluar dari dunia yang pernah mendidikku menjadi keras seperti ini. Rasa percaya pada seorang laki-laki nyaris tidak aku miliki. Juga harapan mengenai keluarga bahagia selayaknya para wanita, yang sama sekali tidak aku punya." — P. 40
Pendekatan yang singkat, dan juga kebimbangan sesaat Ichlal, membuat Ichlal akhirnya memilih Nara, meskipun masih dengan ketakutan yang dimilikinya. Karena selain dia berasal dari keluarga broken home dan kurang berada membuatnya sedikit minder. Apalagi teman-teman Nara sendiri merasa asing dengan adanya Ichlal. Bagi Ichlal, semua itu masih bisa ia terima, toh dirinya bisa mendekatkan diri perlahan. Tapi hal itu aja nggak cukup. Mentari, sahabat Nara sejak kecil memainkan perannya sebagai drama queen dan penghasut. Hal inilah yang membuat Ichal merasa pertahanannya nggak cukup. Dia memilih mundur. Tapi bisakah Nara menahannya?

Novel dengan tema pernikahan selalu menarik buatku. Awalnya, aku kira, Ichlal bawa pengaruh buruk. Tapi ternyata, Ichlal yang diasingkan. Sejak awal, aku emang nggak seberapa suka sama Mentari dan pembawaan Nara. Mentari yang terlalu bergantung dengan Nara. Ya nggak masalah sih, selama Nara sendiri masih dalam keadaan single, nah posisi saat ini kan Nara sudah memiliki Ichlal. Selain itu, Nara sendiri seolah nggak berani untuk ngomong nggak sama Mentari. Jadilah Mentari seenaknya sendiri. Di sisi lain, Mentari ini udah kayak dunia perlambean. Sukanya ngomong seenak jidat sama mertuanya Ichlal, alias Ibunya Nara, mentang-mentang dia kenal deket. Makanya makin panjang urusannya.

Untuk penokohan, menurutku aku acungi jempol ya. Apalagi bagian Mentari, Ichlal, dan Bapak Ibunya Nara. Totalitas banget, sesuai sama dunia nyata yang kita hadepi sehari-hari. Pemikiran Nara terhadap seorang istri juga bikin angkat jempol loh! Bener-bener suka sama Nara, meskipun kesel juga kadang. Untuk alurnya, maju dan agak lambat di awal. Karena masih nyeritain gimana akhirnya mereka ketemu, itu pun flashbacknya nyempil-nyempil gitu. Konfliknya aku suka banget! Haha.. Biar orang tuh nggak seenaknya sendiri kalo udah bikin masalah.

Quotable :
"Tapi aku hanya ingin mengajarimu satu hal. Ketika kamu menuntut pasanganmu untuk selalu menghargaimu, mencintaimu, maka ingatlah. Apakah kamu melakukan hal yang sama?" — P. 99

"Bagi Nara, istri adalah partner hidup, bukan seorang yang sekadar melayani dan mengurusnya dari pagi hingga ke pagi lagi." — P. 170 to 171

"Selama ini istrimu, kan, nggak minta macam-macam, cuma perhatianmu, Nak. Karena kalau wanita yang seperti itu saja sampai memutuskan untuk pergi, jelas kebangetan kamu. Menikah itu bukan masalah ijab kabul, tapi bagaimana kamu membangun cinta. Pasang-surut dan kebosanan itu pasti ada, tapi diingat lagi, istrimu yang nggak pernah protes sekalipun kamu nyebelinnya minta ampun." — P. 215

"Yang bisa kupahami dari yang kamu alami, bahwa ada banyak hal yang dikorbankan perempuan saat memutuskan untuk menikah. Dia meninggalkan orang tua yang selama ini membesarkannya demi hidup bersama suaminya. Dia harus beradaptasi dengan keluarga suaminya yang cukup asing, belum lagi teman-teman suami. Aku paham, itu bukan hal yang mudah. Aku belajar ini agar nanti aku lebih mampu mempedulikan istriku." — P. 232 to 233

"Hidup itu nggak selalu bahagia, Ri. Kamu nggak tahu rasanya dipandang rendah. Di umurmu yang matang, saat yang lain sudah mengantar anaknya sekolah Sd, tapi kamu masih melajang, masih enak-enakan bekerja dan orang-orang mencibirmu perawan tua, rasanya itu sakit." — P. 265

No comments:

Post a Comment