Judul : Diary Chawrelia: Letters to Gallendra
Penulis : Aurelia Carisa
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tebal : 167 Halaman
"Sungguh, seharusnya mau hamil ataupun tidak, enggak ada satu pun mulut yang berjak menghukat penampilan seseorang. Tidak bisakah kita hanya melontarkan kata-kata yang positif untuk diucapkan ke orang lain?"
B L U R B
Ini adalah sekelumit curhatan nyaris tak bertanggal dari seorang Aurelia Carisa, a.k.a Chawrelia. Sebagai seorang perempuan, ia mencurahkan apa yang ada di benaknya tentang menjalani hidup sebagai seorang istri sekaligus seorang ibu, serta menjalani tuntutan yang ada di sosial media maupun kehidupan sehari-hari.
Dari tulisannya, ia merefleksikan diri dan mengungkapkan isi hatinya, sekaligus menuliskan harapan-harapannya untuk Gallendra, putranya, dalam bentuk surat.
- - - - - - - -
R E V I E W
Karena ini menurutku masuk ke ranah non-fiksi (di label bukunya tulisannya Inspirational Novels), jadi aku bakalan langsung review novelnya aja.
Jujur aja, ekspektasiku ke novel ini tuh kayak, hmm.. apa ya? Kayak tulisan Kak Chawrelia selama mengandung atau gimana gitu. Tapi dalam bentuk surat, mirip Remi's Rebellion. Tapi ternyata enggak! Menurutku malah kayak baca curhatan seseorang di sosmed. Menyenangkan banget. Topiknya kukira bakalan berat gitu, ternyata ringan, tapi juga relate sama yang dirasain buibu se-Indonesia Raya.
Selama aku baca novel ini, aku nggak ngerasa kalau novel ini menggurui loh. Malahan aku banyak banget mengiyakan hampir semua tulisannya kak Chawrelia. Selain itu, nggak ngebosesin juga, karena bahasanya yang nggak kaku dan banyak gambarnya! Emang ini salah satu kenikmatannya baca non-fiksi nggak sih?
Nggak cuma membahas tentang dramanya jadi ibu-ibu, tapi juga ngasih banyak pengalaman dan pelajaran tentang dunia kerja dan juga pernikahan. Tentang hidup, gimana dia dulu dibesarkan. Cukup ngena. Apalagi di jaman sekarang yang serba instan, serba bisa, apa aja tersedia. Ada beberapa hal yang kadang terlupakan. Di sini juga mengajarkan beberapa hal untuk mencintai diri sendiri. Hal yang simpel, tapi cukup penting.
Aku cukup menunggu-nunggu bagian suratnya. Dan nggak kayak surat yang biasanya disampaikan, Kak Chawrelia malah minta maaf, ngasih semangat, dan lainnya. Overall, aku cukup suka sih sama cara penyampaiannya dan apa yang disampaikannya.
Quotable:
"Memiliki satu atau lima atau delapan anak, bukan urusan kita. Urusan kita apa dong, kalu begitu? Urusan kita adalah membesarkan anak kita sednriri untuk jadi orang yang jauh lebih berguna bagi orang lain dan dirinya sendiri ketimbang kamu." P. 29"Anak kecil mana paham sama merek? Anak kecil mana paham tas mahal? Anak kecil cuma paham, orangtuanya mengerti dan memahami dia. Anak kecil cuma paham kalo orangtuanya berusaha buat dia, walau sekarang kalo dipikir, Mama mungkin ngajarin gue buat bersabar dan berusaha kalo mau mendapatkan sesuatu." P. 34"Gue selalu bahagia karena fokusnya pada apa yang kita punya, bukan apa yang kita tidak punya." P. 35"Karena kasih, perhatian, tawa, dan perasaan tidak dapat dibeli, melainkan tercipta dari kehangatan keluarga." P. 36"Enggak ada yang janjiin lo bahwa hidup pernikahan itu mudah. Tapi, dengan orang yang tepat, dengan saling mengalah, saling mengerti dan mau berjuang bersama, setidaknya meringankan sekian persen perjuangan kita." P. 45"Karena rasa bahagia itu diciptakan sendiri. Dari hati yang sehat, berdamai dengan diri sendiri, dari pikiran yang positif. Bahagia itu bukan apa yang terlihat, tapi apa yang dirasa." P. 53"Kecukupan itu mahal harganya. Dibayar dengan rasa cukup yang kita rasakan, yang kita ciptakan, yang kita tularkan ke orang sekitar." P. 54"Terkadang kita harus berhenti sejenak, ngambil napas, menikmati pemandangan sekitar, bersyukur atas apa yang sudah kita miliki." P. 54"And I know, that you are strong, you are beautiful. Remember, you are good enough." P. 55"...yang namanya dikecilkan oleh orang lain itu, bisa dilawan melalui benteng yang kuat bernama cinta kasih keluarga." P. 68"Sparks dalam perkawinan itu sifatnya unik, bisa datang dan pergi kapan aja. Bisa tiba-tiba besar, bisa tiba-tba hilang. GONE." P. 79"Banyak pasangan yang fokus menjadi orangtua yang baik, tapi lupa menjadi pasangan yang baik. Lupa berusaha, lupa berupaya, dan sedihnya lagi, lupa kepentingan ini, merupakan kepentingan yang besar yang akan kamu bawa seumur hidup." P. 80"Pernikahan itu enggak selamanya indah. Bahkan kadang jarang indahnya, tapi bukan berarti kita berhenti berupaya menjadikannya indah. Seperti yang selalu gue denger, banyak orang yang menganggap pernikahan itu sebagai destinasi akhir ketimbang destinasi awal." P. 81"Selalu ingat ini: kunci kebahagiaan anak adalah pernikahan orang tuanya yang bahagia. Investasi kebahagiaan terbesar seorang anak, adalah keharmonisan keluarga." P. 83"Namanya juga hidup, kadang merasa semua under control, semua berjalan baik sebagaimana mestinya. Kadang, yang udah diatur dengan sedemikian rupa bisa aja belok-belok." P. 86"Oh, ini mungkin yang namanya hasil dari berdamai dengan diri sendiri. Hasil dari mengecilkan harapan terhadap apa pun, dan melakukan apa pun yang membuat lo bahagia." P. 93"Because in the end, yang punya peranan paling penting dalam terciptanya kebahagiaan lo bukanlah orang lain, tapi diri lo sendiri." P. 94"Menjadi ibu tidak otomatis membuatmu dewasa,menjadi istri tidak otomatis membuatmu bijaksana,menjadi anak tidak otomatis membuatmu penyayang,menjadi sahabat tidak otomatis membuatmu pengertian." P. 103"Bukan masalah terus-menerus mencintai dengan debaran hati, namun terus kembali jatuh hat setelah benci setengah mati." P. 108"Hal yang paling menyedihkan adalah dianggap remeh, tidak dihargai, dan tidak dianggap oleh orang yang kamu anggap hebat, orang yang kamu hargai, dan orang yang kamu sayangi." P. 132"Nak, jika kelak kamu besar ada keputusan atau perbuatan Mama yang kamu rasa tidak bisa kamu terima, silakan benci Mama. Silakan marah, karena mengubah rasa benci menjadi cinta jauh lebh mudah ketimbang mengubah rasa tidak peduli menjadi peduli." P. 137"Apa yang membuat kita merasa cukup adalah dicintai, yang bisa membuat kita merasa baik-baik saja adalah kasih sayang." P. 155