Saturday, June 20, 2020

[Review] Nonversation

Judul : Nonversation

Penulis : Valerie Patkar

Penerbit : Bhuana Sastra

Tebal : 344 Halaman

"Gue nggak pernah bikin dia berharap, karena dia nggak pernah punya perasaan sama gue."



B L U R B

Teman, katanya.
Cinta, rasanya.
Pupus, akhirnya.

non.ver.sa.ti.on
n when nothing becomes everything

- - - - - - - -

Gamaliel Audirga Danuandra, biasanya dipanggil Dirga, biasanya, Dirga selalu nemenin Theala Radista Queensy, alias Theala, yang katanya temen. Yang seringkali nggak dipercayain banyak orang kalau mereka berdua cuma temenan. Memangnya ada yang murni cuma temenan di antara laki-laki dan perempuan? Bullshit banget nggak sih kalau ada? Anehnya, mereka berdua selalu nganggep temen satu sama lain. Meskipun kalau ada masalah yang dateng, mereka selalu ngabisin waktu bareng dan nyariin salah satu sebagai pelepas rasa pelariannya.
"Ya, emang. Kadang bukan hidup yang susah. Cara kita menjalaninya aja yang salah." P. 26
Theala dan Dirga, sama-sama memiliki latar belakang yang kadang sulit dijelaskan secara gamblang. Apalagi Theala juga bukan anak extrovert yang bisa dengan bebas menyuarakan apa yang dirasakannya saat dia kecewa, dan sedih. Sementara Dirga, meskipun dia memiliki sahabat cowok yang sangat peduli padanya, dan juga gampang untuk mendapatkan cewek mana pun, dia lebih memilih untuk curhat atau kadang bermain ke rumah Theala. Kalau mereka memang sudah sedekat ini, apa iya, status teman masih jadi penghalang di antara mereka?



R E V I E W

Nonversation, sejak awal bukunya muncul dan beredar, aku baca blurb yang udah kayak novel Giselle-nya Akiyoshi Rikako, aku sempet maju mundur buat baca. Karena aku nggak begitu mengikuti Kak Valerie di Wattpad, pun buku pertamanya, Claires. Kenapa kok maju mundur? Soalnya aku takut, novelnya nggak sesuai sama seleraku, karena novel bukan *ndomie yang selera semua orang kan? Hehehe.. Setelah muncul di Gramedia Digital, akhirnya aku nyobain lah untuk baca Nonversation ini. Jangan tanya kenapa aku nggak baca Claires dulu ya! Hahaha.. Bakalan aku jelasin setelah aku kelarin Claires.

Membaca cerita Dirga-Theala ini gemes-gemes kesel. Gemes karena interaksi mereka berdua yang udah kayak aku sama temen cewekku. Cukup manggil di chat, atau mendadak telepon, dia sudah tau harus berbuat apa saat ini, atau aku pasti ada masalah, begitu pun sebaliknya. Apalagi ditambah sama gengnya Dirga yang lucu abis. Keselnya karena....... Lebih ke arah geregetan sih. Apa ya, mereka tuh udah sama-sama nggak bisa begitu ngomongin perasaan mereka, tapi mereka juga nggak berusaha untuk menyampaikan rasa itu. Ini akar masalahnya cuma satu, tapi kalo nggak diselesaiin, ya makin lama makin kuat akarnya.

Di Nonversation ini, nggak cuma ngebahas tentang pentingnya komunikasi, tapi juga belajar untuk mengerti. Mengerti perasaan sendiri, orang lain dan mungkin juga orangtua? Konflik keluarga di sini juga cukup serius dan complicated menurutku.

Overall, aku suka sih sama caranya kak Valerie bercerita di sini. Pinter banget untuk ngebawa perasaan Dirga-Theala ke pembaca, meskipun diambil dari tiga sudut pandang, Dirga, Theala dan juga Trian. Seru banget, walaupun perpindahannya nggak mulus, jadi kadang agak bingung gitu pas perpindahannya. Tapi it's okay, masih bisa dinikmati kok.


Quotable:
"Menginjak umur 20, kamu takut untuk tidak menemukan seseorang yang benar-benar mencintai kamu. Tidak apa-apa. Jatuh cinta tidak membuatmu tumbuh, patah hati ya." P. 7

"Orang bilang cara gue nggak benar. Terus yang benar gimana? Kenapa banyak banget sih orang yang dengan gampang ngomong "ini salah, ini benar" tanpa pernah kasih contohnya?" P. 26

"Karena semenjak lo datang ke hidup gue, everything feels amazing. Gue jadi percaya kalau kedatangan sesuatu yang nggak pernah diprediksi manusia bisa membekas seumur hidup, sampai kita nggak pernah tahu kapan bekas itu hilang." P. 53

"Tahu kenapa lo nggak bisa punya rasa sama sahabat lo sendiri? Karena dia yang terbiasa mengangkat lo ketika lo jatuh untuk orang lain. Jadi, kalau sampai lo jatuh untuk dia... nggak akan ada lagi yang bisa mengangkat lo." P. 78 to 79

"Kamu tahu? Ketika menkah, standar perempuan untuk pria semakin tinggi. Perempuan nggak hanya dituntut untuk bisa jadi seorang istri. Tapi juga bersih rumah, masak, mengurus rumah tangga, meladeni suami. Jadi seorang istri yang sempurna." P. 86 to 87

"Tapi perempuan yang nggak bisa berbuat apa-apa, bukan berarti dia istri yang nggak sempurna. Perempuan juga berhak punya mimpi." P. 87

"Sebagai manusia yang juga berhak punya mimpi. Manusia yang punya kekurangan tapi tetap pantas disayangi." P. 88

"Gue nggak mau menyukai seseorang dengan berlebihan, karena semua yang berlebihan bisa menyakiti dengan berlebihan juga. It feels like shit to have feelings for someone who doesn't even know your existence. It was fun at first, admiring someone like that. But as the feelings got deeper... deeper and deeper.. it makes you nothing but shit." P. 96

"Setiap hal, sekecil apa pun, pasti bikin kita ngerasain sesuatu—kesal, sedih, kecewa, senang, takut, peduli. Kalau lo nggak pernah ngerasain salah satu dari itu, mungkin perasaan lo udah mati." P. 102

"Memang benar. Saat kita punya perasaan kepada seseorang, meskipun bukan kalimat berarti yang dia ucapkan, rasanya tetap berarti dunia untuk kita." P. 105

"Sayang nggak pernah memaksa.
Sayang nggak pernah nuntut sempurna." P. 109

"Sejak kamu kecil, Bunda selalu janji sama diri sendiri. Meskipun Bunda tua nanti, Bunda nggak akan pernah ngerepotin kamu. Tapi bukan berarti orang lain justru yang ngerepotin kamu. Bukan berarti orang lain bisa seenaknya masuk ke hidup kamu, acak-acak kamu, kasih beban mereka ke kamu. Bunda nggak mau." P. 129

"Menunggu itu lebih berat dari merindu karena merindu cuma tentang rasa, nggak ada harap atau doa yang menanti sebuah pertemuan seperti menunggu." P. 130 to 131

"Nggak enak, La... nyimpen perasaan sama orang diem-diem. Nggak ada yang tahu lo buang banyak waktu buat mikirin dia, nggak ada yang tahu pengorbanan lo, nggak ada yang tahu sakit hatinya lo. Gue nggak mau lo rasain itu." P. 135

"Maaf itu harganya mahal. Banyak orang yang nggak gampang bilang maaf sekalipun mereka harus ngelakuinnya. Jadi jangan. Jangan gampang bilang maaf. Simpan maaf lo untuk sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang harus." P. 143

"Hmm.. Falling in love with her has always been this fun. But nowadays, it makes me sick a little." P. 145

"Terkadang, ketika kita sayang sama seseorang, ada baiknya hanya kita yang tahu. Supaya kita bisa menikmati sayang itu sendiri. Tanpa penolakan, tanpa ada yang menjauh, tanpa ada yang sakit. Semuanya kadang memang jauh lebih indah ketika nggak ada yang tahu perasaan kita." P. 165

"Semua orang berhak hidup sekalipun dia dibenci. Semua orang juga berhak ambil keputusan atas hidupnya sendiri." P. 171

"Kadang seseorang itu cuma butuh didengar tanpa diceramahi. Kadang seseorang juga cuma butuh dimengerti tanpa dibanding-bandingkan." P. 173

"Punya perasaan utuk seseorang itu tanggung jawabnya sangat besar. Bagi gue, menyimpan perasaan untuk seseorang bukan cuma tentang gue, atau tentang dia, bukan juga tentang kita. Punya perasaan untuk seseorang itu tentang perjalanan panjang." P. 180

"When someone love you, they don't have to say it. You can tell by the way they treat you." P. 196

"Getting hurt is not a choice. It's a random street you need to pass by before arriving to your goal. So just find the right person you want to go with, that you don't have to get hurt alone." P. 227

"Hidup tuh harus dijalani. Sekalipun itu pahit dan nggak enak. Kalau kamu begini terus, itu berarti kamu nyakitin diri kamu sendirir, dan itu salah kamu." P. 243

"Orang yang nggak jujur sama dirinya sendiri nggak cuma nyakitin dirinya, Yan. Dia juga nyakitin orang lain." P. 277

"Cinta nggak butuh perhitungan tentang siapa yang lebih berkorban untuk siapa." P. 281

"Nggak enak rasanya lihat orang yang kita sayang usaha mati-matian untuk sayang juga sama kita di saat mereka nggak bahagia." P. 281

"Kamu tahu apa kehilangan yang paling menyakitkan, The? Kehilngan yang paling menyakitkan itu adalah kehilagan seseorang yang nggak bisa kamu cari. Karena raganya ada bersama kamu. Kamu masih melihatnya. Dia nggak pergi ke mana-mana. Tapi kamu tetap kehilangan dia, karena dia bukan yang dulu kamu kenal." P. 289

"Kita nggak boleh menjadikan seseorang punya arti sebesar dunia. Karena saat mereka pergi, lo nggak punya satu pun yang tersisa. Semua juga pergi. Segalanya pergi. Dan lo nggak punya apa-apa lagi." P. 316

"Bagi gue, kalau lo menjalani sesuatu tanpa pernah tahu apa tujuannya, nggak ada yang harus dijalani. Lo hanya akan buang-buang waktu. Namun semakin bertambah umur, gue sekarang mengerti kenapa banyak orang mengucapkannya. Karena mereka nggak benar-benar tahu apa yang ingin mereka kejar." P. 324

"Hidup dengan menerka-nerka gimana perasaan orang lain terhadap kita... itu capek, Mil. Karena seharusnya, kalau memang mereka sayang sama kita, mereka bicara. But look. They are torturing us to wonder how's their feelings. They are torturing us to wait. They are torturing us to hope." P. 329

No comments:

Post a Comment