Thursday, June 25, 2020

[Review] Game Over

Judul : Game Over

Penulis : Valerie Patkar

Penerbit : Bhuana Sastra

Tebal : 290 Halaman

"Sekali lagi makasih, ya. Makasih udah jadi diri kamu sendiri."


B L U R B

Glendy Adijunior adalah seadanya.
Jeara Nindya Sjah adalah seandainya.
Di permainan ini, mereka mencari titik temunya.

- - - - - - - - -

Jeara Nindya Sjah, yang sering dipanggil Jeli sama Glendy. Si anak pintar, tujuan hidupnya jelas, keluarganya sudah mendidiknya dengan keras dan baik tentunya. Selama ini, hidupnya lurus banget. Kaku kayak kanebo kering gitu. Terlalu serius. Selama ini, Jeara nggak pernah ada temen yang bener-bener deket sama dia. Sampai Glendy, cowok tengil yang suka main game, suka ngusilin temen sekelasnya, sering keluar-masuk ruangan BK dan masih banyak sederet kenakalan lainnya, yang malah bikin Jeara deket sama dia.
"Sukses itu emang datangnya dari kerja keras, bukan dari sekolah. Tapi nggak semua orang paham kerja keras itu datangnya dari mana dan bagaimana, Gle. Karena kerja keras itu selalu datang dari sesuatu yang nggak pernah kita suka." P. 24
Bagi Glendy Adijunior, sekolah nggak begitu penting, yang penting adalah bagaimana caranya meningkatkan skill bermain game. Hidupnya cukup santai dan penuh dengan main-main. Kalo ngutip sebutan waktu jamanku kuliah dulu sih, lolos. Bukan lulus. Tapi semuanya berubah saat dia malah ingin sekelas dengan Jeara. Dia mulai belajar lebih banyak, supaya bisa tetap sekelas dengan Jeara. Hal in terus berlanjut hingga mereka kuliah. Nggak ada masalah berarti di antara mereka berdua. Jeara akan selalu ditemani oleh Glendy. Apa pun yang terjadi, Glendy akan selalu ada. Mau hujan, badai, panas terik, kalau Jeara ada masalah Glendy selalu datang membawakan Chiki, susu pisang dan Choki-Choki.

Semua masih baik-baik saja, meskipun Jeara juga kadang sebel banget kalo Glendy udah mulai ngegame terus. Meskipun seringkali Jeara merasa kecewa dengan keluarganya. Sampai Glendy mendadak hilang, dan semua orang, termasuk sahabat Glendy, nggak tahu Glendy ada di mana. Di sinilah mereka berdua mulai diuji. Memangnya ada masalah apa sih sampai-sampai Glendy harus hilang?



R E V I E W

Baca cerita Glendy-Jeara ngingetin aku sama diri sendiri. Adikku lebih pinter dari aku, nggak pernah dibandingin memang, tapi kadang dia suka ngeremehin aku. Jadi sebel aja gitu. Padahal, aku memang nggak pinter teori, tapi lebih jago di praktiknya, sementara dia sebaliknya. Kadang suka kesel aja tiap dia remehin. Tapi lama-lama juga biasa aja. Saking seringnya kali ya.

Di sini, aku suka banget sama keluarganya Glendy. Keluarga idaman menurutku, karena Ayah-Ibunya nggak banyak menuntut anaknya harus jadi apa, tujuannya ke depannya harus diplanning sedemikian rupa, yang kadang ya tetep aja dibutuhkan juga. Menurutku juga, kadang Glendy hidup terlalu santai. Tapi di sinilah dia bisa ngebuktiin bahwa passion bisa bikin dia hidup. Apa yang dilakukannya dulu, yang selalu dipandang sebelah mata sama orang lain, malah menghasilkan buat dia. Kalau keluarganya Jeara tuh bikin aku gemes! Kesannya kayak mereka tuh memang nggak peduli satu sama lainnya. Kalau udah asik sendiri, ya sudah. Yang penting tujuan hidupnya jelas, dan nggak boleh kalah sama yang lain. Bagus sih memang, tapi cukup bikin anaknya tertekan. Padahal ada sisi lain dari anaknya yang bisa digali.

Selain masalah keluarga, di sini juga membahas dunia gaming. Aku cukup paham sih, karena gamenya pas jamanku masih SD-SMP gitu. Cukup menarik gimana kak Valerie mengambil sudut pandang dari game, di saat orang lain ngeliat game tuh cuma jadi hiburan doang. Nggak cuma itu, di sini juga mengangkat masalah pelecehan seksual. Apa yang terjadi, gimana penanganannya, sampai akhirnya dia bisa mulai sedikit lepas dari traumanya itu. Komplit dan complicated menurutku.

Last, aku suka gimana Glendy berusaha keras untuk keluarganya. Keren sekali! Belum lagi sahabat-sahabatnya yang ngebantu juga. Ya ampun, terharu sekali aku. Jarang banget soalnya nemu sahabat kayak Trian, Dirga, Dion, dan Ardan.


Quotable :
"Manusia harus hidup untuk mencapai tujuan mereka, artinya, hidup itu tentang punya tujuan dan mencapai tujuan itu." P. 15

"Mungkin memang ada orang yang nggak punya tujuan di hidup mereka, tapi manusia yang seperti itu, nggak akan bisa bertahan, Jeara." P. 15

"Jadi begitulah, hidup adalah tentang tujuan. Bukan sekadar ada atau tinggal di dunia ini. Hidup itu melakukan sesuatu." P. 16

"Jadi, kalau kita nggak pernah mencoba melakukan seuatu yang kita nggak suka, kita nggak akan pernah tahu rasanya kerja keras, dan akhirnya kita nggak bisa sukses." P. 24

"Tahu kenapa Bapak dan Ibu nggak pernah marah karena nilai kamu jelek? Karena Bapak dan Ibu percaya sama kamu, kalau nanti, ada saatnya kamu akan lebih berusaha buat nilai kamu lebih bagus." P. 29

"Bapak dan Ibu percaya kalau semua anak di dunia ini bisa hebat karena apa yang mereka suka. Mereka cuma butuh satu... dukungan." P. 29

"Bapak dan Ibu cuma mau kamu dan Alisa tahu mana yang baik dan buruk. Selebihnya, Bapak dan Ibu percayakan kalian untuk memilih. Karena kamu tahu kalian pasti pilih yang baik, dan itu aja. Ituuu aja yang bikin Bapak dan Ibu bangga." P. 30

"Jadi kuat itu perlu kok, Kel. Semua orang memang harus jadi kuat biar nggak disakitin orang lain, biar tahu caranya bangkit pas jatuh, biar bisa mandiri, biar bisa jalanin hidup. Tapi cara setiap orang untuk tumbuh kuat berbeda." P. 43

"Sekali lagi makasih, ya. Makasih udah jadi diri kamu sendiri." P. 44

"Iya, kamu memang gagal... Dan itu tandanya kamu udah kerja keras, Glen. Berhasil atau gagal, itu bukan tujuan. Berhasil atau gagal itu cuma perjalanan. Dan sampai detik ini, nggak ada orang yang bener-bener tahu tujuan mereka apa. Aku dan kamu sama. Bukan kamu doang Glen yang nggak punya tujuan hidup. Aku juga." P. 48 to 49

"Tapi lo tahu nggak? Hidup itu kadang nggak bisa cuma dikasih seneng aja. Harus ada ngeselinnya juga. Hidup harus seimbang, karena kalau cuma mau seneng-seneng aja, giliran dikasih yang nyebelin, kita malah nggak siap." P. 55

"Sekarang aku punya kamu, yang selalu ingetin aku kalau aku memang berharga. Dan aku rasa aku nggak butuh ini lagi. Aku udah punya kamu, dan itu udah lebih dari cukup." P. 64

"Kalau sampai sekarang masih ada yang bertanya kenapa cowok begitu sulit untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan, jawabannya hanya satu: karena ego tumbuh lebih besar dibanding perasaan." P. 187

"Definisi sayang itu nggak cuma dilihat dari kendaraan apa yang lo naikin, seberapa banyak duit yang lo punya, semampu apa lo bisa bahagiain dia. Karena kalau memang ada seseorang yang beneran sayang sama lo, sekalipun lo nggak punya kaki buat jalan, nggak punya mulut buat bicara, nggak punya otak buat berpikir, dia akan tetap ada di samping lo. Karena seneng sama bahagia beda, Glen. Seneng itu mater. Bahagia itu perasaan." P. 187 to 188

"Jeara... Perjuangan itu ada bukan untuk ditakar. Perasaan juga nggak pernah pakai gender untuk tentuin siapa yyang harus lebih berjuang buat siapa. Kadang lo harus berjuang. Kadang, dia yang harus lebih berjuang. Atau malah kadang, cuma lo yang harus berjuang. Berjuang terus... sampai akhirnya datang waktunya, dia ikut berjuang bersama-sama lo." P. 194

"Gue nggak bisa judge. Karena baik atau nggaknya kondisi seseorang nggak bisa dilihat dari mata. You need to feel it." P. 205

"Sembuh... Bukan untuk jadi sempurna, bukan untuk memperbaiki, bukan untuk apa pun. Tapi smebuh, karena lo pantas untuk hidup lebih baik dari ini." P. 207

"Nggak perlu jadi sempurna untuk bahagia, Lis." P. 208

"Di dunia ini nggak ada orang yang mau hidup apa adanya. Sekuat apa pun mereka mencoba untuk bersyukur sama cukupnya mereka, pada dasarnya nggak ada orang yang benar-benar bahagia cuma karena cukup. Mereka selalu ingin jadi lebih. Dan meskipun terdengar salah, itu adalah hal yang paling manusiawi yang aku rasain sekarang." P. 218

"Kamu tahu? Jadi dewasa, pintar, dikagumi banyak orang, hebat, sukses.. itu semua gampang. Yang susah itu bangkit dari keterpurukan, tetap maju meskipun pilihan kamu salah. Dan tetap hidup meskipun kamu tidak punya alasan untuk hidup lagi." P. 235

"Di dunia ini tidak ada orang yang menerima apa adanya, Jeara. Mereka selalu mau jadi lebih. Dan kadang, mereka harus memaksakan itu. Entah itu buruk atau baik. Mereka melakukan segalanya untuk jadi lebih." P. 237

"Tapi gue sadar, gue terbiasa hidup sempurna. Jadi ketika jatuh, gue merasa nggak pantas hidup lagi. Gue lupa kalau jatuh dan terpuruk itu juga bagian dari semua hidup manusia. Jenis jatuh dan terpuruknya aja yang beda. Selama ini, gue nggak embrace diri gue apa adanya, Glen. Gue cuma embrace diri gue yang sempurna." P. 245

"Hidup itu kayak permainan. Kita yang memulai, kita yang memilih, kita yang menjalani, kita yang menentukan apakah di akhir, kita bisa kalah atau justru jadi pemenangnya.
Jadi, jangan kalah.
Jangan kalah dalam permainan kalian sendiri.
Jangan lupa untuk memeluk erat diri terlebih dulu sebelum memeluk orang lain.
When you're happy with enough,
You will be happier when you are with more.
And you will be fine when you are with less.
Terima kasih hari ini menerima diri sendiri." P. 284

No comments:

Post a Comment