Monday, December 16, 2024

[REVIEW] Gadis Kretek

Gadis Kretek
Ratih Kumala
Gramedia Pustaka Utama
288 Halaman

“Matamu boleh saja buta. Tetapi, hidung dan indra perabamu harus bekerja sama.”


B L U R B

Pak Raja sekarat. Dalam menanti ajal, ia memanggil satu nama perempuan yang bukan istrinya; Jeng Yah. Tiga anaknya, pewaris Kretek Djagad Raja, dimakan gundah. Sang ibu pun terbakar cemburu terlebih karena permintaan terakhir suaminya ingin bertemu Jeng Yah. Maka berpacu dengan malaikat maut, Lebas, Karim, dan Tegar, pergi ke pelosok Jawa untuk mencari Jeng Yah, sebelum ajal menjemput sang Ayah.

Perjalanan itu bagai napak tilas bisnis dan rahasia keluarga. Lebas, Karim, dan Tegar bertemu dengan pelinting tua dan menguak asal-usul Kretek Djagad Raja hingga menjadi kretek nomor 1 di Indonesia. Lebih dari itu, ketiganya juga mengetahui kisah cinta ayah mereka dengar; Jeng Yah, yang ternyata adalah pemilik Kretek Gadis, kretek lokal Kota M yang terkenal pada zamannya.

Apakah Lebas, Karim, dan Tegar akhirnya berhasil menemukan Jeng Yah?

Gadis Kretek tidak sekadar bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri dari para tokohnya. Dengan latar Kota M, Kudus, Jakarta, dari periode penjajahan Belanda hingga kemerdekaan, Gadis Kretek akan membawa pembaca berkenalan dengan perkembangan industri kretek di Indonesia. Kaya akan wangi tembakau. Sarat dengan aroma cinta.

- - - - - - - - -

Pak Raja, salah satu pemilik perusahaan rokok yang cukup besar dan dikenal di masa kini. Siapa sih yang nggak tau rokok Djagad Raya? Rokok yang sejak bertahun-tahun lalu berdiri, dan sekarang sudah dipegang oleh generasi ketiganya. Saat ini, dirinya sedang diambang maut, nyawanya bisa saja dicabut malaikat sewaktu-waktu. Anehnya, di saat bapaknya ngelindur, yang disebut adalah nama Jeng Yah, bukan nama ibunya. Tentu saja hal ini mengundang rasa cemburu ibunya dan pertanyaan dari ketiga anaknya. Siapakah Jeng Yah?
“Perempuan itu cemburu… sebab romomu lebih memilih Ibu ketimbang dia.” — P. 265
Akhirnya, Lebas dan kedua kakaknya berangkat ke Kudus, di mana pabrik Djagad Raya berada, untuk mencari tau, siapa Jeng Yah yang disebut-sebut ayahnya ini. Sepertinya, mereka tidak hanya menemukan jawaban siapa Jeng Yah, tapi juga mengetahui masa lalu pabrik rokok yang didirikan oleh kakeknya dulu.


Ah, akhirnya aku berhasil juga membaca Gadis Kretek ini. Novel yang sebenernya sejak dulu sudah cukup booming. Sayangnya aku belum tertarik untuk baca, takutnya bahasanya terlalu baku, jadinya aku nggak bisa ngikutin, tapi ternyata? Bahasanya mengalir dan mudah dipahami, ya ampun, aku ke mana aja?

Menceritakan tentang Pak Raja yang sudah sekarat, dan menyebut nama Jeng Yah. Kukira, di bagian awal aku akan dikasih cerita tentang kehidupan anak pak Raja dan perjalanan mereka untuk mencari tau siapa itu Jeng Yah. Nyatanya, di bab selanjutnya, kita diajak mundur ke waktu sebelum semua itu terjadi. Ini bener-bener jauh banget, tahunnya di 1900an gitu. Dimana Belanda masih menjajah, kemerdekaan bahkan belum sepenuhnya milik Indonesia. Historical banget! Nggak cuma masalah rokok, tapi lengkap juga dengan masalah yang terjadi di masa itu.

Alur yang dipakai maju dan mundur, nggak ada penandanya. Tapi pasti kerasa kok bedanya, soalnya kalo di masa sekarang ngebahas Lebas, Karim, dan Tegar. Sementara kalau di masa lalu, bahasnya tentang Djagad dan perkembangan kretek jaman dulu. Meskipun nggak ada timeline waktunya, aku nggak merasa kebingungan setiap kali perpindahan alur. 

Setiap halaman itu nagih banget, dan buatku, ini tuh kayak belajar sejarah rokok dan juga tentang marketingnya. Idroes Moeria di sini bener-bener memikirkan banyak hal lebih maju untuk memasarkan rokok buatannya. Menurutku, dia tuh pinter banget untuk ngebaca situasi, cepet dan juga berani untuk ngambil keputusan besar. Walaupun resikonya juga besar. Bener-bener pemikiran pebisnis gitu lah. Persaingannya dengan Djagad juga buatku jadi hiburan banget. Djagad ini tipe orang yang suka niru doang. Nggak cuma itu, Djagad dan Idroes ternyata juga menyukai orang yang sama. Jadi mereka semakin sering berkompetisi untuk mendapatkan sang pujaan hati ini.

Cukup menyenangkan membaca Gadis Kretek ini. Aku jadi penasaran dengan versi dramanya. Apakah akan se-addict baca novelnya?



Monday, December 9, 2024

[REVIEW] Romansa Stovia

Romansa Stovia
Sania Rasyid
Kepustakaan Populer Gramedia
353 Halaman

 Mengapa manusia selalu tergerak hatinya untuk meraih ketidakmungkinan? Apakah karena hal uang membuat penasaran terasa lebih menantang ketimbang menggapai hal yang mudah didapat?”


B L U R B

Kadang-kadang kita jatuh cinta kepada milik orang, kadang-kadang kepada orang yang berbeda. Dan yang ia hadapi adalah keduanya, komplet menjadi satu. Mengapa manusia selalu tergerak hatinya untuk meraih ketidakmungkinan?
 
 *****

Batavia, 1918. Yansen, pemuda Minahasa, hendak mewujudkan mimpi menjadi dokter di tanah air sendiri. Bersama Hilman pemuda Sunda, Sudiro pemuda Jawa, dan Arsan pemuda Minang, Yansen menemukan ikatan persahabatan di STOVIA. Masa lalu masing-masing tokoh turut membayangi perjalanan mereka selama belajar di sekolah kedokteran pertama di Hindia Belanda itu.

Fiksi berlatar Hindia Belanda di awal abad ke-20 ini menceritakan bagaimana empat sekawan itu saling mendukung kala mereka menghadapi masalah hidup masing-masing. Manakah hal yang harus Yansen pilih? Cinta, sahabat, atau kebanggaan menjadi dokter pada suatu hari nanti?

- - - - - - - - - -

Bagaimana rasanya menjadi seorang anak daerah yang bisa ke Batavia untuk bersekolah di STOVIA? Rasanya pasti senang sekali. Bagi orang dulu, STOVIA ini semacam jabatan, kalau kau bisa ke Batavia berarti kau orang hebat. Apalagi kau masuk di STOVIA, sudah jelas hebat dan pintar. Tapi hal berbeda bagi Yansen, keputusannya untuk pergi ke Batavia, apalagi bersekolah di STOVIA awalnya bukan hal yang diinginkannya. Sampai kejadian itu terjadi, barulah Yansen benar-benar memutuskan untuk menuntut ilmu di STOVIA dengan keinginannya sendiri.
“Mengapa heran, Maramis? Orang bisa jatuh cinta di mana saja, bisa bertemu di bawah pohon, atau di depan kedai nasi iduk sekalipun.” — P. 180
Hari pertamanya di STOVIA, Yansen sudah memiliki masalah sekaligus tiga teman baru. ada Hilman dari Bandung, Sudiro dari Purworejo, dan Arsan dari Bukittinggi. Selain karena masalah mereka di hari pertama, mereka berempat juga memiliki otak yang cerdas, tentu saja ini membuat mereka semakin solid.

Selama masa pembelajaran di STOVIA, tentu saja banyak pelajaran dan juga pengalaman yang bisa mereka dapatkan, tapi ketika salah satu dari mereka memiliki masalah yang cukup pelik, bisa kah mereka tetap mempertahankan persahabatannya? Atau malah memutuskan untuk meninggalkan yang lainnya?


Siapa sih yang nggak kenal dengan STOVIA? Sekolah kedokteran jaman dulu yang cukup terkenal di Batavia. Sekolah yang awalnya untuk membantu tenaga medis yang keteteran karena penyakit menular di Banyumas. Berawal dari tiga murid saja, sekarang berkembang jadi lebih banyak siswa yang mendaftar. Sampai saat ini, profesi dokter menurutku salah satu profesi yang keren, walaupun kalo sekolah tuh lamaaaa banget, tapi keren aja jadi dokter.

Cerita dibuka oleh Yansen, pemuda Manado yang datang bersamaan dengan Hilman, pemuda Bandung yang cukup mentereng. Kemudian mereka bertemu dengan Arsan dan Sudiro. Siapa sangka, sejak dulu pulau Jawa sudah menjadi destinasi berbagai orang dari pulau lain untuk melanjutkan jenjang pendidikan. Awalnya kukira Romansa STOVIA ini bakalan banyak membahas kisah percintaan murid yang sedang bersekolah di sana, tapi ternyata jauh daripada itu!

Nggak hanya tentang persahabatan, di sini juga dijelaskan apa alasan mereka memutuskan serius mengambil kedokteran di STOVIA, kisah percintaan setiap tokohnya, dan juga masalah yang mereka hadapi selama mengambil pendidikan kedokteran. Kukira, kedokteran jaman dulu nggak sepanjang kedokteran jaman sekarang, ternyata sama aja ya. Empat sekawan ini juga menjalani pendidikan yang panjang dan mendalam.

Tokoh yang aku suka di sini adalah Tuan Sterren. Menurutku, dia ini salah satu guru yang bisa dijadikan panutan. Dia mau mensupport murid didiknya untuk menjadi jauh lebih baik ketimbang dia. Siap memfasilitasi dan transfer ilmunya bener-bener 100%. Pokoknya sampai kamu paham apa yang dijelaskan dia. Sayang sekali sama Tuan Sterren ini.

Romansa STOVIA nggak hanya menceritakan keempat sahabat ini, tapi juga dengan latar belakang mereka, masa lalu yang membentuk mereka sampai sekarang ini, bahkan sampai membahas bagaimana kultur budaya mereka juga lho! Aku bener-bener diajak mundur jauh banget dan memahami bagaimana keadaan saat itu. Aku suka sekali dengan detail yang dimasukkan kak Sania. Mulai dari alat transportasi macam trem dan bendi, bahasa Belanda, penyebutan jabatan, dan setting waktu yang benar-benar di jaman itu. Suka sekali!

Aku sangat merekomendasikan novel ini untuk kalian yang suka membaca kisah fiksi sejarah! Kak Sania menuliskan dengan detail semuanya. Apalagi beberapa waktu sebelumnya, sempat lewat di FYPku tentang STOVIA yang sekarang menjadi Museum Kebangkitan Nasional. Jadi pas ngebaca ini langsung ada gambaran gimana kira-kira isi dalemnya STOVIA.



From the book...
“Menyukai orang yang tidak pernah suka kepada kita itu menyakitkan, Yansen.” — P. 33

“Mengapa heran, Maramis? Orang bisa jatuh cinta di mana saja, bisa bertemu di bawah pohon, atau di depan kedai nasi iduk sekalipun.” — P. 180

“Mengapa manusia selalu tergerak hatinya untuk meraih ketidakmungkinan? Apakah karena hal uang membuat penasaran terasa lebih menantang ketimbang menggapai hal yang mudah didapat? Namun, semua tentu ada batasnya, apalagi jika kita mencintai milik orang lain. Kita hanya bisa mengulur waktu dan mencoba membohongi diri hingga pada saatnya perpisahan jua yang harus kita hadapi.” — P. 203

“Cinta membuat kita gelap mata. Kadang-kadang begitu tipis antara batas bodoh dan cinta, tetapi kau tidak bodoh, Arsan.” — P. 254

Sunday, November 10, 2024

[REVIEW] Once in A Moon

Once in A Moon
Mutia Ramadhani
One Peach Media
294 Halaman

“Betul, Yon, menahan diri bukan berarti kalah. Kalau menyerah, itu baru kalah.”


B L U R B

Kaluna selalu menemukan kedamaian dalam cahaya bulan, satu-satunya saksi bisu dari rasa sakit yang dia sembunyikan. Dikhianati oleh cinta yang dia percayai hingga didiagnosis cushing syndrome, Kaluna merasa dunia telah meninggalkannya dalam kegelapan abadi. 

Ketika Kaluna merasa tak ada lagi yang bisa mengerti hatinya, dia bertemu dengan Saga, seorang fotografer dengan tatapan dalam seperti malam yang penuh misteri. Sama seperti Kaluna, Saga juga memiliki masa lalu yang penuh luka, juga rahasia. Mereka berbagi cerita, mimpi, dan ketakutan, menemukan bahwa cinta bisa lahir kembali di bawah cahaya bulan yang sama. 

"Once in a Moon" adalah kisah tentang cinta yang ditemukan dalam keheningan malam, di mana dua jiwa yang terluka saling menyembuhkan. Apakah Kaluna dan Saga akan menemukan cinta yang mereka dambakan, atau akankah masa lalu terus menghantui mereka selamanya?


Kehidupan pernikahan biasanya digambarkan dengan indah. Terbangun sebagai suami istri, belum lagi kalau sudah memiliki anak. Kata orang, sudah keluarga yang sempurna. Sayangnya, hal ini tidak dirasakan Kaluna. Dia mengetahui ada yang disembunyikan oleh suaminya. Apalagi bukti yang didapatkan cukup kuat. Yang Kaluna pikirkan hanya kedua anaknya yang masih membutuhkan sosok Ayah selagi mereka bertumbuh. Tidak cukup sampai di sana, Kaluna juga menderita Cushing syndrome, penyakit yang cukup membuatnya harus sebaik mungkin menjaga diri.
“Jika Ibu ada waktu, saya sarankan Ibu berkonsultasi dengan psikolog juga. Kadang kita terlalu fokus pada kesehatan fisik, padahal kesehatan mental juga sama pentingnya.” — P. 37
Bekerja sesuai passion, siapa sih yang nggak mau? Pekerjaan Saga adalah pekerjaan yang diinginkan banyak orang, bekerja sesuai passion. Pembawaan yang cukup ceria membuat pertemuan Saga dan Kaluna terasa lebih mudah. Apalagi ternyata mereka juga memiliki masa lalu yang mirip. Tapi apa mereka bisa saling menyembuhkan satu sama lain?


Tujuan utama pernikahan itu adalah hidup bersama, menua dan bahagia, selalu ada untuk satu sama lain di saat sedih dan sakit. Sayangnya, semua tidak selalu seperti ini. Ada pernikahan yang harus berhenti di tengah jalan karena ketidaksamaan visi misi, atau malah orang ketiga. Hal yang sama juga terjadi pada kisah Kaluna. Tentu saja dia berharap banyak pada Erdian—suaminya, yang ternyata malah punya rahasia yang disembunyikan.

Selama membaca, aku geregetan banget sama Kaluna, dengan pembawaannya yang super tenang dan berhati-hati, kalau aku di posisi Kaluna, mungkin aku udah mencak-mencak dapet bukti bahwa suamiku melakukan pengkhianatan. Selain itu, Kaluna juga cukup keras kepala untuk penyakit yang dideritanya. Gemes banget pokoknya sama Kaluna ini.

Tokoh favoritku di sini adalah Saga, nggak banyak cowok yang kalau punya masalah itu diem, dan tetap berusaha untuk memikirkan hal yang lebih penting. Punya masalah yang sama dengan Kaluna, malah nggak bikin Saga kapok untuk mendekati Kaluna. Apalagi dengan posisi Kaluna yang sedang punya penyakit dan butuh support, Saga juara! Siap kapan pun deh pokoknya. Selain Saga, aku juga sayang sekali sama Bu Anes—ibu Kaluna, dia bener-bener mau mensupport apapun keputusan anaknya, mau mengerti dan cari tau penyakit anaknya ini penanganannya seperti apa. Nggak banyak ibu yang seperti ini, kalau kalian punya salah satunya, dijaga baik-baik yaa..

Selain membahas tentang perceraian, di sini banyak juga digambarkan profesi Kaluna dan Saga. Kaluna yang fokus terhadap konservasi alam, Saga yang sangat mendalami tentang fotografi dan bekerja sesuai passionnya. Nggak cuma itu aja, kita juga diajak jalan-jalan keliling pantai Bali dan keindahan lautnya! Duhhh.. jadi pengen ke Bali lagi. Terakhir ke sana kayaknya pas aku kelulusan SMA deh, dan udah berapa tahun yang lalu coba. 

Kalau kalian membaca Once in A Moon, jangan lupa perhatikan juga timeline waktunya ya. Karena timeline waktunya maju mundur dan kita akan diajak kembali ke masa-masa Kaluna masih bersama dengan suaminya. 

Last, Once in A Moon sangat menarik untuk dibaca, dan membuatku tau bahwa ada penyakit Cushing Syndrome. Lagi-lagi mengingatkanku untuk lebih menikmati hidup, jangan terlalu stres. Karena kalo stres, semua bagian tubuh tuh jadi kacau, asam lambung jadi naik, mungkin kalau parah, bisa muncul juga Cushing Syndrome juga.


From the book…
“Jangan egois, Erdian. Kamu nggak mau kita cerai, tapi kamu juga nggak mau ninggalin perempuan itu. Biar aku yang memudahkan. Aku mau kita cerai.” — P. 27

“Betul, Yon, menahan diri bukan berarti kalah. Kalau menyerah, itu baru kalah.” — P. 46

“Seseorang yang telah dimaafkan tidak bisa mengharapkan kesalahannya dilupakan. Dia tidak memiliki hak untuk meminta agar orang yang telah dia lukai melupakan tidakannya yang merugikan.” — P. 49

“Erdian, perceraian tidak selamanya adalah aib. Tidak akan pernah ada waktu yang tepat untuk memberi tahu anak-anak tentang itu. Entah sekarang atau nanti, mereka pasti akan mengetahuinya.” — P. 50

“Ketakutan akan masa depan adalah hal yang alami, Luna, tapi nggak seharusnya jadi mimpi buruk kamu. Mimpi buruk terjadi ketika kita membiarkan ketakutan itu menguasai pikiran kita.” — P. 93

“Kadang, ketika dua orang bertemu lagi setelah lama berpisah, apa pun bisa terjadi, Lun. From what seemed impossible, it becomes possible.” — P. 109

“Mungkin kebahagian itu tidak selalu datang dari orang lain, Ga. Kadang, kita harus mencarinya dalam diri kita sendiri.” — P. 112

“Sejak kita lahir, kita sendiri, Luna. No one is born just to place you or take care of you. Even itu anak kembar, mereka punya jalan hidup masing-masing.” — P. 157

“Luna, life is not fair. Dalam saat-saat terburuk, yang terbaik adalah mengandalkan diri sendiri. Karena jika kamu selalu mengandalkan orang lain, kamu akan selalu bergantung pada mereka setiap kali menghadapi rintangan. Dan itu nggak mungkin terjadi setiap saat, Luna.” — P. 158

“Tapi, kamu harus tahu, cinta itu lebih dari sekadar harapan buat memperbaiki sesuatu yang sudah rusak. Kadang-kadang cinta yang paling besar adalah saat kita rela melepaskannya.” — P. 193 to 194

“Tapi cinta itu nggak bisa hanya berisi penyesalan dan rasa takut kehilangan. Cinta adalah ketika kamu bisa jujur, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang yang kamu cintai.” — P. 194

“Buat aku, cinta bukan tentang menghindari rasa sakit, tapi tentang menerima bahwa rasa sakit itu mungkin ada, dan kita tetap memilih untuk saling mencintai.” — P. 227

“Dalam hidup, kita sering dihadapkan pada pilihan yang sulit. Bapak tidak pernah menyalahkan kamu. Hidup itu tentang mencoba, belajar, dan kadang kita jatuh. Yang penting adalah bagaimana kita bangkit dan terus melangkah.” — P. 239

“Perasaan aku sama kamu bukan sekadar cinta, tetapi juga pengertian dan dukungan. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu, melewati setiap tantangan, merayakan kebahagiaan cuma sama kamu.” — P. 269

“Karena kamu selalu indah di mataku, Lun. Bahkan di saat-saat yang kamu pikir biasa aja.” — P. 308

Sunday, November 3, 2024

[REVIEW] Mirah

Mirah
Elisabeth Ika
Bhuana Sastra
291 Halaman

“Yang mau aku tahu soal kamu adalah kamu yang sekarang dan apa yang kamu pengin buat masa depan. Bukan yang ada di belakang.”


B L U R B

Tidak berpendidikan tinggi, diceraikan suami ketika pernikahannya belum seumur jagung, pun menjadi anak tengah ketika kakak-adiknya tidak dapat diandalkan, membuat Mirah Paramastri harus menutup telinganya rapat-rapat dari gunjingan tetangga. Kesempatan baru hinggap ke hidup Mirah. Atas keinginan memperbaiki nasib keluarga, Mirah hanya ingin bekerja tanpa drama dan menabung untuk kembali menata masa depannya.

Namun, insiden kopi di hari pertamanya bekerja seperti benang yang mengikat tangannya pada sosok Adhirajasa Gama Saputra, kepala gudang pabrik kecap tempat Mirah bekerja. Segala keramahan dan perhatian yang dicurahkan Dhira ternyata menimbulkan masalah baru nan pelik. Mirah harus buru-buru menarik diri sebelum terlambat, atau justru dia terbuai oleh kehadiran Dhira?

- - - - - - - - -

Kehidupan Mirah tidaklah mudah, selain harus membantu ibunya bekerja setiap hari, dia juga harus menebalkan telinga saat tetangganya sibuk bergunjing tentang dirinya yang baru saja bercerai. Tak hanya itu, Mirah juga tamatan SMA, semakin menjadilah omongan tetangga tentangnya.
“Orang miskin enggak boleh capek. Enggak boleh sakit. Enggak boleh mengeluh, supaya punya duit buat makan besok. Atau setidaknya, biar bisa bayar cicilan utang.” — P. 87
Mendapatkan pekerjaan di pabrik, bagi Mirah sudah sebuah anugrah. Setidaknya, dia bisa membantu ibunya lebih banyak, dan mungkin ini jawaban Tuhan atas keinginannya melanjutkan sekolah lagi. Mirah tidak terlalu banyak berharap tentang lingkungan kantor. Baginya yang terpenting adalah bekerja. Teman dekatnya adalah Ratih, seorang office girl yang selalu menemaninya saat makan siang di pantry. Bagi Mirah, ini sudah lebih dari cukup.

Pertemuannya pertamanya dengan Dhira membuat Mirah menjadi sangat berhati-hati, supaya ke depannya tidak terjadi lagi hal seperti itu. Apalagi Mirah anak baru. Sayangnya, Dhira sepertinya senang sekali mendekat dan selalu berusaha agar bisa mendapatkan perhatian Mirah. Bagaimana tanggapan Mirah kali ini? Apakah dia akan tetap fokus pada tujuan awalnya datang kemari, atau malah akan menanggapi Dhira?


Hidup perempuan di Indonesia ini kayaknya susah banget deh. Terlalu banyak standard yang harus diikuti, harus cantik, tinggi, putih. Spec untuk dijadikan istri harus pinter masak, nggak boleh mbantahan, pinter ngurus rumah. Nanti kalo sekolah tinggi-tinggi bilangnya bikin laki-laki keder, kalo terlalu pinter bikin laki minder. Berkebalikan dengan perempuan, laki-laki kulihat lebih mudah. Bebas menentukan apa yang dia mau. Sekolah tinggi, ya memang sudah sewajarnya, punya pendapatan besar, diapresiasi. Bahkan kadang mokondo pun masih dimaklumi.

Sama seperti Mirah, tidak berpendidikan tinggi, bercerai pula. Kurasa, orang-orang juga nggak akan peduli apa alasannya bercerai. Yang penting statusnya. Kalau bercerai, ya berarti dia bermasalah. Nggak cuma itu, Eka—kakak Mirah pun hidup untuk dirinya sendiri, memiliki banyak hutang, hidup serampangan. Sementara adiknya, Suma, dia sibuk sendiri dengan kegiatan perkuliahannya. Jadi ya bisa dibilang, semuanya ditanggung Mirah.

Waktu awal membaca Mirah, aku heran, kenapa Mirah ini diem aja, apa-apa diterima, diomongin tetangga, ibunya yang menyuruhnya sabar kalau kakaknya mulai berulah. Ya ampun Mirah, aku nggak sesabar itu. Kayaknya aku bakalan tiap hari uring-uringan, sambat dan gelut sama kakakku sendiri. Aku juga penasaran alasan Mirah bercerai, karena kalau melihat Mirah yang seperti itu, seharusnya dia nggak ada masalah di dalam rumah tangganya. Ternyata, ada hal lain yang cukup bikin nyesek dan trauma juga kalau untuk ukuran Mirah. Jadi ya nggak menyalahkan juga kalau Dhira pas deketin Mirah susah banget.

Alur yang dipakai di sini maju mundur, untuk menjelaskan masa lalu Mirah tentunya. Mengambil latar tempat di Malang, yang terlihat jelas dari cara berbicaranya dan juga beberapa tempat yang disebutkan kak Elisabeth. Duh, aku jadi kangen ke Malang juga. Terakhir kali ke Malang pas hamil besar, habis itu belum ke sana lagi. Hihi..

Selain mengangkat isu perempuan dan perceraian, kak Elisabeth juga menyelipkan bagaimana pernikahan di mata Gereja. Sejauh yang aku tau, Gereja Katolik memang nggak ada perceraian, adanya pembatalan pernikahan. Untuk akte cerainya, nanti dikeluarkan dari catatan sipil. Ternyata pengajuannya nggak mudah ya. Aku jadi inget sama Romo yang mendampingi aku di masa kanonik, sejak awal aku diwawancarai, dia selalu tanya, apa calon suamiku ini sudah pilihan yang terbaik yang aku mau? Nggak ada desakan atau tuntutan dalam pernikahan ini? Tidak ada ‘kecelakaan’ yang mengharuskan aku menikah? Karena kalau ada, dan memang aku masih ragu, Romonya malah menyarankan untuk pemberkatan di luar agama Katolik, karena no way back. Ada konsekuensi juga kalau kita sampai melakukan pembatalan pernikahan.

Kisah Mirah bener-bener sederhana dan dekat sekali dengan kita. Apalagi bertemu dengan Dhira, cowok yang ijo royo-royo! Kayaknya perlu ada satu Dhira di setiap kota deh, biar hati tenang dan hidup lebih semangat.


From the book…
“Saya tidak butuh orang pintar saja. Saya butuh orang yang mau memanfaatkan kesempatan dengan baik dan benar, cerdas, cekatan, tangguh, berani-tapi tidak banyak bicara.” — P. 19

“Yang mau aku tahu soal kamu adalah kamu yang sekarang dan apa yang kamu pengin buat masa depan. Bukan yang di belakang.” — P. 137

“Bilang saja, Mir. Ceritain masalah-masalahmu. Entah aku bisa membantu atau enggak, setidaknya aku bisa temenin kamu, biar kamu enggak perlu malu. Ada aku, Mirah. Ada aku di pihak kamu.” — P. 201

“Bapak bilang jangan menahan diri. Aku boleh marah kalau hakku dirampas. Aku boleh menangis kalau aku kecewa. Aku boleh menangis kalau aku terluka. Bapak bilang tidak apa-apa, karena kita manusia yang punya emosi. Marah, kecewa, dan menangis bukan menandakan kalau kita lemah.” — P. 230

“Pernikahan buat kalian adalah sesuatu yang sulit, Mbak Mirah. Kita sama-sama tahu tentang ini. Saya bukan menilai seseorang dari masa lalunya, tapi kalau masa depannya saja tidak ada buat apa dipertahankan seterusnya?” — P. 266

“Enggak tahu. Memangnya harus punya alasan buat jatuh cinta sama orang? Memangnya kamu punya alasan kenapa sayang sama aku?” — P. 290

Tuesday, October 15, 2024

[REVIEW] Pertanyaan Paling Aneh

Pertanyaan Paling Aneh
Muhamad Rivai
Phoenix Publisher
277 Halaman

“Memelihara burung dalam sangkar sama saja dengan melanggar kodrat Tuhan.”


B L U R B

Pulang kerja, Sri menemukan keganjilan di rumahnya. Suaminya yang pengangguran, pemalas, dan membosankan tiba-tiba saja berubah menjadi pria romantis dan menawan. Seharusnya kejutan ini membuat ia merasa bahagia, andai saja ia tidak merasakan kengerian tersembunyi dari perilaku aneh suaminya itu. Ia bahkan tak yakin, apakah laki-laki itu memang benar-benar suaminya? Ataukah… sosok lain yang menyerupainya?

- - - - - - - - - -

Terkadang Sri berandai-andai, kalau misalnya dia memiliki banyak uang, apakah dia akan melanjutkan sekolah sesuai dengan keinginannya. Bukannya malah menjadi petugas cleaning service yang menghidupi suami pemalasnya. Sebenarnya, suaminya itu tidak malas, hanya saja PHK membuat dia akhirnya bermalas-malasan.
"Kamu tahu aku siapa, kamu yang memanggilku.” — P. 126
Rutinitas Sri tidak jauh dari bekerja sebagai petugas kebersihan, menerima titipan jahitan dari tetangganya, dan tentu saja membereskan rumah yang seperti kapal pecah. Anehnya, kali ini Sri nggak menemukan rumah yang berantakan. Semuanya diletakkan di tempat yang seharusnya, bahkan Aji—suaminya—sudah membuatkan makan malam romantis yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Keanehan itu tidak berhenti di hari itu, berlanjut sampai ke hari berikutnya. Kali ini, Sri benar-benar mempertanyakan, apakah suaminya atau titisan jin yang sedang merasuki?


Sejak beredarnya kabar bahwa Pertanyaan Paling Aneh sedang mencari reviewer, aku langsung gercep menawarkan diri! Apalagi pas aku baca potongannya di Wattpad. Ya ampun. Aku semakin penasaran dengan kisah Sri ini.

Berawal dari keanehan suaminya yang pengangguran dan malas, belum lagi kejadian kriminal di daerah tempat tinggal Sri, aku berusaha positif thinking, bahwa pelakunya bukan Aji, tapi susah banget rasanya. Tapi menuduh Aji pun, kejadiannya sudah terjadi sebelum dia berubah. Jadi kan nggak mungkin juga.

Sejak awal membaca, aku pun ikut terheran-heran dengan Aji yang jauh berbeda dengan deskripsi Sri sebelumnya. Tapi ketika malam, sepertinya Aji berubah jadi lebih berbeda dari sebelumnya. Apalagi pas beberapa kali Sri terbangun dan Aji nggak ada di rumah. Aku langsung kepikiran, apa dia ini main ilmu hitam ya?

Pertanyaan Paling Aneh ini sangat page turner. Setiap halamannya nagih bangett.. jadi rasanya pengen cepet-cepet nuntasin ada masalah apa Sri dan Aji ini.

Untuk masalah yang diangkat di sini menurutku cukup kompleks, berawal dari kesehatan mental, pelecehan di tempat kerja, dan kekerasan. Bener-bener nggak ngebayangin rasanya jadi Sri saat itu deh. Masalahnya terlalu banyak.

Selain itu, ada warning di bagian pertengah menjelang akhir. Karena ada kekerasan yang cukup bikin merinding buatku, dan mungkin buat sebagian orang juga. Jadi sebaiknya, kalau udah nggak kuat, berenti dulu sementara.

For me, Pertanyaan Paling Aneh sangat menarik, dan mungkin hal ini juga cukup dekat dengan kehidupan kita. Entah sebagai Sri, atau malah sebagai Aji. Last, kebebasan seperti apa yang kamu cari?


From the book...
“Betul, supaya mereka bisa terbang. Memelihara burung dalam sangkar sama saja dengan melanggar kodrat Tuhan.” — P. 71

“Itu artinya ia tidak percaya kepadamu! Cintamu bertepuk sebelah tangan, saudaraku. Untuk apa kamu setia kepadanya? Hubungan kalian tidak setara. Aku yakin kamu pun menginginkan kebebasan sepertiku.” — P. 175

Monday, October 7, 2024

[REVIEW] Lose or Love Her Again

Lose or Love Her Again
Desy Miladiana
Elex Media Komputindo
289 Halaman

“Jodoh itu nggak ke mana, lho! Nggak akan salah alamat juga. Cuma ya gitu, jodoh itu juga nggak bisa ditunggu kedatangannya, harus dicari juga. Kalau sama-sama mencari kan, lebih cepat ketemunya.”


B L U R B

Ada dua alasan mengapa Tuhan mempertemukan kembali dua manusia. Pertama, untuk menyelesaikan masalah yang belum tuntas; kedua, Tuhan sedang menguji kesabaran mereka dengan memberi cobaan lain.

Setelah empat tahun melarikan diri, Jasmine mulai kelelahan. Di Surabaya, dia memutuskan untuk membuka lembaran baru. Menjadi sekretaris supersibuk dari kepala cabang sebuah perusahaan kecantikan, menjadikan Jasmine yakin bahwa hidupnya akan aman dan tenteram. Namun, kejutan datang, begitu bosnya memilih untuk resign.

Siapa sangka atasan barunya adalah Fathir, pria yang paling dia benci dan hindari selama beberapa tahun terakhir. Kenangan lama yang dikuburnya kembali muncul ke permukaan. Membangkitkan rasa sakit yang teramat dalam dari diri Jasmine.

Sayangnya, kali ini, Jasmine tak bisa kabur lagi. Tanggung jawab dalam kontrak kerja wajib Jasmine patuhi. Terpaksa dia harus menghadapi Fathir dan mungkin mengorek luka masa lalunya sekali lagi. Jasmine juga harus menyelamatkan urusan mereka yang sempat tertunda, perceraian.

Di lain pihak, bagi Fathir, pertemuan ini adalah kesempatan kedua. Namun, Jasmine yang sekarang sudah berubah. Kehangatan seorang istri yang Fathir cintai telah menghilang. Sampai akhirnya, alasan kepergian Jasmine pun terungkap. Fathir berada dalam dilema besar. Pilihannya ada dua: kehilangan atau mencintai Jasmine sekali lagi.

- - - - - - - - -

Kehidupan Jasmine saat ini seharusnya sudah baik-baik saja. Meskipun dengan rutinitas yang supersibuk dan jauh dari orangtua. Tapi setidaknya, dia tidak perlu berhadapan dengan hal-hal dari masa lalunya. Jasmine sendiri tidak pernah terlihat memiliki pasangan, hal ini sering sekali dipertanyakan oleh rekan kerjanya yang hanya dibalas seadanya. Baginya, saat ini dia sudah nyaman walau hanya sendirian.
"Mas, pantas atau tidak kamu sama dia, itu bukan kamu yang menilai, tapi pasangan kamu. Mas kan, sudah berusaha menjadi lebih baik, itu bagus. Kalau pasangan Mas belum bisa memaafkan, ya sudah, dilepaskan. Kalau dia bisa maafin Mas, berarti Mas sudah dianggap pantas sama dia.” — P. 275

Pergantian atasan kali ini membuat Jasmine kembali tidak nyaman. Masalahnya, pengganti atasannya ini adalah Fathir, laki-laki yang ingin dijauhinya sejak empat tahun lalu. Kemunculannya ini tentu saja membuat Jasmine sedikit senewen, apalagi pekerjaannya membuat dia dan Fathir terus berkomunikasi. Bisakah mereka menyelesaikan masalah mereka? Atau membiarkan ketidaknyamanan ini berlangsung lama?


Kembali membaca tulisan kak Desy, sepertinya aku cocok dengan tulisannya hihi. Kali ini yang dibahas bukan kayak Under The Kitchen Table yang tentang perselingkuhan, tapi tentang mempertahan sebuah hubungan.

Waktu awal membaca ini, aku cukup heran, kenapa Jasmine dan Fathir harus berjauhan? Apakah karena kesibukan masing-masing yang membuat mereka berjauhan, atau ada orang ketiga? Atau alasan lainnya? Sampai ke pertengahan membaca, aku masih nggak menemukan jawaban ini. 

Jasmine, sejak awal sudah konsisten sekali menjadi orang yang keras kepala dan berkemauan kuat. Menurutku, sifatnya dia ini cukup nyebelin, karena di sisi lain dia mau ngejauhin Fathir, tapi di sisi lain, dia masih care. Sementara Fathir, di awal-awal dia cukup agresif ya. Bener-bener sebisa mungkin, dia mendapatkan kembali Jasmine yang sudah lama menghilang.

Mengangkat tema kehidupan pernikahan, membaca Lose Her or Love Her Again serasa jadi reminder ke diri sendiri. Kehidupan pernikahan itu sebenernya nggak serumit yang dibilang sama orang-orang, kalau komunikasinya bagus. Segala sesuatu perlu diomongin, pasangan kita soalnya bukan cenayang yang bisa ngerti maunya kita apa. 

Aku suka cara kak Desy membuat kita kebawa dengan kehidupan Jasmine dan Fathir. Jujur aku sempet kesel banget sama Fathir, kukira dia tipe suami yang cuek bebek dan nggak peduli. Tapi ternyata, Fathir juga sesayang itu sama Jasmine. Bener-bener siap banget memperjuangkan Jasmine lagi, walaupun harus menghadapi orang tuanya Jasmine yang super galak. Ya, kalau aku jadi orang tuanya Jasmine pasti galak juga sih. Siapa sih yang mau anaknya kenapa-napa?


From the book…
“Ada yang pernah bilang ke Ibu kayak gini, kalau kamu melepaskan orang yang dicintai dan dia tetap pergi maka dia bukan milikmu, tapi kalau orang yang kamu cintai dan dia kembali maka dia milikmu selamanya.” — P. 48

“Mereka kembali dipertemukan untuk memperbaiki apa yang telah rusak sebelumnya, bersama-sama. Lagipula, Tuhan Maha-membolak-balikkan perasaan seseorang.” — P.48 to 49

“Jodoh itu nggak ke mana, lho! Nggak akan salah alamat juga. Cuma ya gitu, jodoh itu juga nggak bisa ditunggu kedatangannya, harus dicari juga. Kalau sama-sama mencari kan, lebih cepat ketemunya.” — P. 68

"Mas, itu sudah kejadian. Kamu, kita, semua orang nggak bisa memperbaiki masa lalu. Yang bisa kamu lakukan adalah nggak melakukan hal yang sama dan move on. Semua orang melakukan kesalahan, itu manusiawi. Tinggal gimana orang itu nggak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kamu juga harus maafin diri sendiri, langkah awal untuk memulai hidup baru, saya rasa." — P. 274

"Mas, pantas atau tidak kamu sama dia, itu bukan kamu yang menilai, tapi pasangan kamu. Mas kan, sudah berusaha menjadi lebih baik, itu bagus. Kalau pasangan Mas belum bisa memaafkan, ya sudah, dilepaskan. Kalau dia bisa maafin Mas, berarti Mas sudah dianggap pantas sama dia. Tanya sama dia, dia masih mau nggak sama Mas? Menyalahkan diri sendiri itu boleh kok, Mas, tapi nggak boleh selamanya. Wong namanya manusia ya… tempat salah dan dosa.” — P. 275

Friday, September 27, 2024

[REVIEW] Rumah Misterius Gadis Indigo

Rumah Misterius Gadis Indigo
Hanna Natasha Heidi
Diva Press
248 Halaman

“Kita bukan sebuah kegagalan. Setiap dari kita memiliki takdir kemenangan jika kita mau bangkit.”


B L U R B

Evelyn merupakan gadis indigo yang bisa melihat dan berinteraksi dengan roh penasaran, salah satunya adalah roh Avira yang tiba-tiba meminta tolong padanya. Mulanya, Evelyn berpikir dia hanya sebagai jembatan bagi roh Avira dan seorang lelaki yang masih hidup bernama Raymond. Namun, di kemudian hari Evelyn mendapati kenyataan bahwa justru Avira-lah yang menjadi perantara Evelyn untuk berjumpa lagi dengan cinta lamanya yang dulu ditemuinya di depan sebuah rumah tua. Itu Raymond!

Pertemuan kembali dengan Raymond adalah momen yang sangat ditunggu sejak lama oleh Evelyn. Namun, saat itu terjadi, keadaan sudash tidak lagi berpihak kepada mereka berdua. Raymond tidak seperti dulu lagi. Dan Evelyn, kini ada hati yang harus dia jaga.

- - - - - - - - -

Memiliki kemampuan indigo, bagi sebagian orang memang menyenangkan, bisa membantu banyak orang atau roh untuk menyampaikan pesan terakhir mereka sebelum benar-benar pergi dari dunia. Tapi di sisi lain, banyak juga orang yang tidak terlalu senang punya kemampuan ini. Selain risih, kadang juga nggak nyaman melihat roh yang tidak selalu berwajah manusia. Sama halnya dengan Evelyn. Memiliki kemampuan indigo ini tidak sepenuhnya disukainya. Hanya saja, dia pernah merasa nyaman terhadap seseorang karena kemampuannya ini.
“Bukan kesalahanmu yang menyebabkan semua ini. Percayalah! Semua akan baik-baik saja.” — P. 99
Pertemuan pertamanya dengan Avira—arwah gentayangan—yang berada di kampus membuat Evelyn terketuk hatinya untuk membantu menyampaikan pesan terakhir Avira. Pesan untuk Raymond, laki-laki yang disukainya.

Hanya saja, Raymond mengingatkan dia terhadap seseorang. Seseorang yang pernah ditemuinya saat dia masih sekolah. Apakah memang dia orang yang sama? Atau hanya mirip saja kah? Lalu, apa pesan yang harus disampaikannya pada Raymond?


Pas awal aku baca judul, kukira rumah misterius ini bakalan menyimpan banyak hal yang cukup mistis lho. Sampai pas awal-awal baca, aku sudah mempersiapkan diri kalau bakalan ketakutan. Padahal sudah baca blurbnya juga, tapi masih agak takut dikit.

Yuk kenalan sama Evelyn, anak kuliahan yang tinggal sama Tante dan sepupunya di Singapore. Memiliki kemampuan khusus untuk melihat roh yang masih ada di bumi tentu saja nggak begitu menyenangkan. Terkadang dia bisa berkomunikasi dengan roh tersebut, tapi kadang dia memilih menganggapnya lalu. Entah kenapa, saat melihat Avira, roh yang kebingungan, Evelyn bersedia untuk membantu Avira. Deg-degan nggak sih kalo mau ngasih bantuan begini?

Perjalanan dalam memberikan bantuan ini nggak gampang juga lho, karena ternyata Raymond ini sosok yang pernah ditemuinya dulu. Seharusnya gampang kan? Tapi satu dan lain hal, membuat pesan ini sulit tersampaikan.

Alur dalam novel ini maju mundur, untuk menceritakan bagaimana kisah setiap tokohnya di masa lalu. Mengambil latar di Singapore, cukup banyak beberapa tempat terkenal yang diambil. 

Selama membaca, aku sedikit kesal sama Evelyn. Sikapnya dia yang maju mundur dan terlalu lama dalam mengambil keputusan ini nyebelin banget. Sama halnya dengan Niko—mantan pacarnya Evelyn, dia juga kalo ngambil keputusan nggak sat set, banyak pertimbangannya.

Sementara Raymond, ini yang paling bikin gemes. Habisnya dia gampang terjebak sama perasaannya sendiri. Jadi waktu baca bagian Raymond, bener-bener gemes abis.

Karena ada 3 point of view, aku jadi paham gimana kondisi perasaan masing-masing karakternya gimana dan apa aja yang sudah mereka lewati sampai di titik ini. Cukup membekas, apalagi ada pembahasan tentang keluarga, dan juga hubungan dengan orangtua.


From the book…
“Kita bukan sebuah kegagalan. Setiap dari kita memiliki takdir kemenangan jika kita mau bangkit.” — P. 68

“Hidup tak seindah yang kita mau dan tak semudah yang kita pikirkan. Apalagi mengenai cinta.” — P. 201

Sunday, August 25, 2024

[REVIEW] Second Hope

Second Hope
Flara Deviana
Gramedia Pustaka Utama
368 Halaman

 Lo itu anak baik. Lo galak, tapi buat kebaikan banyak orang. Mulut lo nyebelin, tapi kelakuan lo hangat.”


B L U R B

Nora Alexander memiliki segalanya. Keluarga berkecukupan, karier gemilang, sahabat-sahabat yang selalu ada. Namun, hidup bagi Nora adalah neraka. Malam-malamnya dipenuhi mimpi buruk, kepalanya selalu bising. Dia ketergantungan alkohol, membenci seisi rumahnya, dan juga menjalani hubungan tak sehat dengan Sebastian Prasetya. Nora tidak mengerti arti dicintai, apalagi mencintai.

Kemudian, Nora bertemu dengan Adnan Bratajaya, di tempat yang salah dan di waktu yang tak tepat. Dan entah bagaimana, takdir membawa cowok itu bekerja di kantor Nora. Adnan mulai mengisi hari-hari Nora. Tak peduli sekeras apa pun Nora berusaha menjauhi cowok itu, Adnan akan dengan sabar menghadapinya dengan pengertian, kesabaran, dan cinta.

Di tengah rasa trauma yang belum selesai, sesi-sesi terapi yang berat, dan rasa benci yang siap meledak kapan saja, Adnan menemani Nora untuk belajar memaafkan, menerima juga memeluk harapan. Tapi apakah semua itu cukup untuk keduanya, atau ada bahaya yang diam-diam mengintai untuk menghancurkan mereka?

- - - - - - - - -

Nora Alexandra bekerja sebagai seorang desainer interior dengan selera yang sangat bagus. Walaupun dibalik semua itu, kata galak, tidak berperasaan, dan penyihir, sudah melekat jadi nama lengkapnya di kantor. Nora tidak peduli dengan sebutan negatif yang melekat, toh selama ini track record pekerjaannya baik-baik saja. Jadi apa yang menyulitkannya?
“Orang-orang bilang alkohol bisa bikin kita lebih jujur, dan semalam lo memang jadi bisa jujur sama perasaan sendiri. Mungkin karena itu lo merasa entengan.” — P. 162
Kehidupan Nora berantakan, tidak ada yang sesuai keinginannya. Satu-satunya yang sesuai dengan keinginannya adalah pekerjaannya sebagai desainer. Tidak dengan Bastian, cowok yang bisa membuatnya tenang, tidak juga dengan keluarganya yang terlalu banyak memiliki topeng.

Sahabat-sahabat Nora juga memilih tidak terlalu banyak ikut campur, kecuali Dela. Mungkin begitulah cara Dela menyayangi Nora. Adnan adalah laki-laki yang entah mengapa bisa terus mengganggu kehidupan Nora, meskipun Nora berulang kali bersikap ketus dan jutek. Entah kenapa, auranya Adnan tuh beda banget.

Berawal dari Nora yang membutuhkan tempat tinggal, dan Adnan yang memiliki tempat tinggal berlebih, keduanya mulai dekat dan perlahan Nora mulai sedikit terbuka, tapi apakah sikapnya ini akan bersifat sementara?


Banyak yang bilang, kalau baca Second Hope bakalan ngerasa desperate banget. Nggak tau kenapa, aku malah baik-baik aja. Nggak merasa Nora aneh. Malah menurutku, Nora ini manusiawi sekali. Punya kehidupan yang kacau, nggak tau harus gimana, masih hebat Nora hidup sampai sekarang. Kukira, Nora ini rebel karena emang dia egois, tapi ternyata karena dia kesepian dan nggak tau harus ke mana. Punya sahabat belum tentu jadi jaminan dan semua hal bisa diceritakan, kan?

Novel ini dibawakan dengan alur yang maju mundur, tentu aja supaya kita tau gimana kisah mereka di masa lalu, apa yang membentuk mereka jadi saat ini, apa yang menyebabkan mereka jadi seperti ini. Di bagian awal novel, kita akan diberikan kepingan-kepingan clue tentang mereka. Cukup menarik, karena di sini aku sempat mengira kalau Nora emang beneran ‘rusak’. Padahal dia cuma perlu didengarkan aja.

Karakter di sini menurutku kuat semua. Mulai dari Nora yang ternyata punya masa lalu yang cukup rumit, masalah keluarga yang nggak selesa-selesai, sementara Bastian—‘persinggahan’ Nora yang mau menerima Nora tanpa banyak bertanya, tanpa perlu tau masalah yang dihadapi Nora saat ini. Ah, awalnya aku juga mengira Bastian ini jerk yang sama-sama mau aja sama Nora, ternyata enggak, dia laki-laki yang menunggu Nora kapan pun Nora siap bercerita, dia selalu ada. Bahkan dia selalu ada di tempat yang sama menunggu Nora.

Persahabatan yang dimiliki Nora ini mungkin cukup membuatku iri, bagaimana Via punya telinga yang lebar, nggak banyak menasehati dan menggurui. Bagaimana Rissa yang juga selalu bisa meluangkan waktu untuk Nora, walau dia sendiri sebenernya juga perlu ditolong. Kalau Dela sih tipe temen cablak yang pokoknya ngomong dulu, dia pasti bener, dan nggak peduli kalau orang lain sakit hati sama omongan dia.

Ketika akhirnya bertemu dengan Adnan, aku rasanya ikutan lega lho. Hebat banget emang ce Flara menuliskan cerita Nora ini. Adnan ini kunobatkan sebagai cowok green flag yang cukup ijo royo-royo. Soalnya pas awal, cara dia agak maksa ya, biar masuk ke kehidupan Nora. Ketika Adnan mengalami ‘kejadian’ itu, jujur aku juga langsung nyesek sih.

Mungkin untuk sebagian orang, novel ini cukup bikin desperate, tapi buatku malah enggak. Hehe.. Mungkin karna pas baca, akunya lagi sambil menyusui, jadi agak nggak relate. But this novel is very good! Mari belajar mengikhlaskan dan berdamai lewat novel ini.


From the book…
“Setahun gue nungguin lo bukan mau minta ganti rugi atau apa. Gue cuma mau kenalan sama Nora Alexander dalam keadaan sadar.” — P. 77

“Lo tahu dari awal gue nggak pernah anggap lo cuma teman tidur. Dari SMA intensi gue ke lo udah jelas. Kalau selama ini gue biarin lo ngumpet di tempat gelap di kepala lo, sekarang nggak lagi. Gue mau lo keluar dari sana, secepatnya. Gue tungguin.” — P. 95

“Kita udah melalui banyak hal selama bertahun-tahun, apa enggak ada satu pun yang bisa lo jadiin alasan supaya gue bisa sama-sama lo?” — P. 126

“Nggak bisa diperbaiki. gue tahu gimana rasanya mengharakan perhatian dari orang yang nggak mikirin lo sama sekali. Gue ngerti skitnya berjuang menjadi yang terbaik buat orang yang selalu merasa lo kurang. Gue tahu gimana nggak enaknya dicariin cuma buat seks, dan gimana tersiksanya menyayangi orang yang cuma memperalat lo.” — P. 148

“Orang-orang bilang alkohol bisa bikin kita lebih jujur, dan semalam lo memang ajdi bisa jujur sama perasaan sendiri. Mungkin karena itu lo merasa entengan.” — P. 162

“Mereka sebal waktu lo marah, tapi mereka juga kagum sama etos kerja dan hasil-hasil desain lo. Banyak dari mereka berterima kasih sama sifat lo yang suka perhatian dan suka nolong” — P. 171

“Nggak ada yang mau jadi nomor dua, Bas. Apalagi sama orang yang posisinya nggak jelas di hidup lo. Dibilang sahabat, tapi kelihatan kayak orang asing. Disebut pacar, tapi kalian selalu punya gandengan masing-maisng. Kalian cuma teman masa kecil. Apa harus berlebihan begini?” — P. 187

“Ini yang paling penting. Gue mencintai lo. Emang cinta gue nggak sempurna, tapi at least cinta gue ke lo nyata.” — P. 201

“Coba aja dulu jelasin, Ra. Gue bakal dengerin kok. Gue bakal coba buat memahami lo, jadi gue bisa antisipasi hal-hal yang perlu diantisipasi. Dari situ gue bisa mulai cari solui. Siapa tau solusi paling baiknya bukan gue harus berhenti suka sama lo.” — P. 230

“Namanya hubungan, perlu trial and error. Hubungan baik-baik sekali pun, pasti ada satu-dua luka di sana. Luka, sedih, kecewa, marah, itu bumbu dalam hubungan. sama kayak perasaan senang dan berbunga-bunga. Yang jadi pertimbangan adalah porsinya. Nggak boleh senang berlebih, pu sedih berlebih. Dua rasa itu harus berdampingan dan bersinergi. Yang jelas, keadaan yang terlalu nyaman juga nggak bikin suatu hubungan bertumbuh.” — P. 231

“Lo itu anak baik. Lo galak, tapi buat kebaikan banyak orang. Mulut lo nyebelin, tapi kelakuan lo hangat.” — P. 232

“Cobalah mencintai orang lin. Orang yang bisa mencinta lo dengan benar, Bas. Orang yang bisa memperlakukan lo jauh lebih baik daripada gue, karena lo pantas mendapatkannya.” — P. 239

“Nggak peduli seberapa kaya cowok itu, sebanyak apa pun warisan yang ditinggalin keluarganya, kalau nggak bisa mengelola dengan baik, ya, habis-habis juga.” — P. 294

“Kami nggak pernah mengobrol hal lain selain uang. Sedari saya kecil sampai menjelang kepergiannya, Opa kamu hanya menekankan satu hal, bahwa laki-laki harus bisa memberi kehidupan yang layak buat anak-istri. Apa pun yang terjadi jangan kasih mereka susah.” — P. 349

“Saya terlambat menyelamatkan mamamu. Kali ini saya nggak mau terlambat lagi. Jadi, tolong, kamu juga jangan menyerah.” — P. 350

“Tolong bertahan hidup buat hal sekecil apa pun itu. Buat gambar-gambar lo, atau masakan Bunda yang lo suka banget.” — P. 359

“Masih banyak pertanyaan yang belum saya jawab, makanya kamu nggak boleh ke mana-mana dulu. Ayo kita selesaikan semuanya, sembuh bersama-sama.” — P. 363

Thursday, August 8, 2024

[REVIEW] Saat-Saat Jauh

 

Saat-Saat Jauh
Lia Seplia
Gramedia Pustaka Utama
280 Halaman

“Setiap orang bertahan dengan pilihan masing-masing. Setiap jalan yang dipilih pasti ada salah dan benarnya. Jika berani memilih, berani juga menerima apa pun konsekuensinya.”


B L U R B

Aline dan Alex saling percaya bahwa mereka akan selalu bersama. Namun, keyakinan itu memudar seiring lebarnya jarak yang memisahkan mereka. Alex pergi ke Kota Terik demi mengejar kesempatan sebagai dokter yang sesuai standar keluarga besarnya. Aline mempertahankan ambisi untuk mengurus Panti Jompo J&J di Kota Teduh.

Saat mendapatkan promosi, Alex mengajak Aline untuk menikah dan pindah ke Kota Terik. Aline menolak. Sejak awal, gadis itu sudah menegaskan tak akan meninggalkan panti. Mimpi-mimpi mereka tidak lagi bertemu di satu tujuan. Setelah empat tahun menjalani hubungan jarak jauh, mereka berpisah.

Mereka pun berusaha menjalin kehidupan baru bersama orang lain. Alex merasa Vanesa jawaban dari kemapanan yang ia perjuangkan. Sementara Aline merasa Rama akan mengerti keterikatan batinnya dengan panti.

Tiba-tiba Aline dan Alex harus bertemu kembali. Meski berhadap-hadapan, jarak antara mereka terasa tak kunjung menyempit.

- - - - - - - - -

Menikah dan pindah ke kota Terik memang bukan tujuan Aline. Dia nyaman di kota Teduh, mengabdikan dirinya untuk panti werda. Baginya ini lebih dari apapun. Masalahnya, Alex harus pindah ke kota Terik, melanjutkan pekerjaannya di sana, meneruskan mimpi yang orangtuanya titipkan.
“Karena dia merasa cukup dengan hidupnya yang sekarang. Dan lo nggak gitu, Lex. Lo masih kejar pamor agar diakui dan dipuji keluarga. Dia bisa memilih hidupnya sendiri. Lo nggak bisa. Mungkin itu masalahnya.”
Kepindahan Alex ke kota Terik membuat hubungannya dengan Aline putus. Ini tentu bukan hanya masalah jarak, tapi kesulitan komunikasi juga. Putusnya hubungan mereka ini, sedikit banyak membuat Alex sedikit menyesal. Terlalu banyak 'mungkin' yang dia pikirkan, sampai akhirnya dia bertemu dengan Vanesa, salah satu dokter baru yang ada di rumah sakit tempatnya bekerja.

Sementara Aline di kota Teduh, dia bertemu dengan Rama, salah seorang yang pernah datang ke panti J&J dan kemudian menjadi dekat dengan Aline. Meskipun begitu, Aline tidak langsung membuka diri. Baginya, berteman dulu dan dijalani saja secara perlahan-lahan.

Tapi bagaimana kalau Aline dan Alex harus bertemu lagi dalam satu acara yang mengharuskan mereka berdua berdekatan terus menerus? Belum lagi, yang orang tahu, keduanya masih menjalin hubungan.


Kembali membaca karya kak Seplia lagi. Saat-Saat Jauh ini sudah jadi inceran bacaku sejak setelah terbit. Tapi kok kayaknya sendu banget gitu ya. Padahal ya enggak juga sih.

Kali ini membahas panti jompo. Kurasa, panti jompo kalau di Indonesia ini sudah dapet cap yang jelek sekali. Seperti tempat pembuangan orang tua, padahal ya enggak juga. Justru mereka di sana jadi punya kegiatan.

Aku pernah menitipkan salah satu anggota keluargaku di panti jompo itu. Nyatanya, mereka lebih terawat, punya jadwal yang pasti, punya kegiatan, dan nggak kesepian. Karena kebanyakan orang tua apalagi yang sudah tidak bekerja, tidak punya teman dan pekerjaan malah jadi kayak linglung gitu.

Hubungan Aline dan Alex ini mengingatkanku ke masa-masa sebelum nikah sama suami. Hubungan LDR. Jujur, LDR itu bukan hal gampang. Komunikasi kudu lancar, cuma itu kunci LDR, kalo enggak pasti buyar. Selain itu, hal yang menakutkan dari LDR adalah.. putus hubungan. Meskipun itu semua balik lagi ke pasangan masing-masing sih.

Menurutku, hubungan mereka berdua ini sebenernya cukup rumit, apalagi dari pihak Alex. Mereka juga nggak terlalu setuju dengan Aline. Belum lagi, Alex sendiri juga lebih memilih keputusan keluarganya diatas hubungannya dengan Aline. 

Alex ini tipe cowok yang aku hindari banget kalau mau mencari pasangan. Mungkin dia memang berasal dari keluarga yang cukup berada, tapi dia nggak bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Nggak cuma hubungannya dengan Aline aja, ketika dia membuka diri ke hubungan yang baru, dia juga keliatan banget bimbangnya, udah bimbang, dia juga kayak ‘disetir’ sama pasangannya. Kesel banget deh.

Dalam novel ini, dibagi menjadi 4 bagian: Summer, Autumn, Winter, Spring. Kurasa bagian-bagian ini seperti siklus kehidupan tokohnya. Alur yang dipakai juga maju-mundur.

Secara keseluruhan, novel ini bener-bener slow paced dan banyak mengajarkan tentang kehidupan dan pengambilan keputusan. Pembawaan Aline yang tenang, cara kak Seplia menulis kisah Aline dan Alex, bener-bener mengalir.


From the book...
“Bukannya mau sok menggurui, tapi bagaimana jika masing-masing kalian mengejar impian atau cita-cita dulu? Nggak ada yang tahu apa yang terjadi di masa depan. Cinta nggak selalu bisa menyelamatkan impian. Tapi sebaliknya, impian bisa membuat jalan untuk cinta itu sendiri.”

“Rumah dengan nomor nol adalah rumah orangtua. Soalnya itu tempat kembali kalau-kalau rumah-rumah lain nggak mau nerima aku lagi. Posisinya nol karena rumah itu adalah awal dari semuanya—baik atau buruk.”

“Satu-satunya yang konsisten adalah perubahan. Hari ini kamu bisa saja bilang A, tapi belum tahu esok hari masih sama. Bisa jadi kamu malah bilang D. Jadi, jika suatu hari nanti kamu berubah pikiran bukan berarti kamu ‘menjilat ludah sendiri’ atau nggak konsisten. Seperti itulah pikiran manusia. Nggak ada yang tetap, berubah-ubah sesuai situasi, atau kondisi, dan pengetahuannya.”

“Kamu tidak ingin mengecewakan orang lain, tapi malah mengecewakan diri sendiri. Kamu ingin membahagiakan orang lain, tapi diri sendiri tidak bahagia. Itulah orang paling malah di dunia.”

“Kenapa kamu mengorbankan kebahagiaan dan keinginan diri sendiri demi mematuhi semua aturan itu? Padahal kamu bisa pulang dengan tangan kosong atau kembali ke tempat bunga yang sempat kamu pilih di awal tadi. Jangan mati demi mematuhi aturan yang kata dunia harus kamu turuti.”

“Menitipkan atau nggak menitipkan orangtua di panti jompo, pasti ada alasannya. Itulah yang patut didengar. Jika itu untuk kebaikan keduanya, baguslah. Lagian, nggak ada anak yang harus balas jasa ke orangtua. Orangtua juga nggak bisa semena-mena minta balasan kasih sayang pada anak. Itu juga berlaku untukmu, Ayah, atau Ibu. Jangan jadikan beban ya.”

“Mau pergi sejauh mana pun… pergilah. Bahkan jika harus mengelilingi seluruh alam semesta ini, pergilah. Tapi jangan lupa pulang.”

“Jangan didayung sampanmu ke laut lepas saat kamu masih ragu. Jangan berlayar tanpa perencaan dan pertimbangan. Sabar. Tunggu. Tenang.”

“Karena dia merasa cukup dengan hidupnya yang sekarang. Dan lo nggak gitu, Lex. Lo masih kejar pamor agar diakui dan dipuji keluarga. Dia bisa memilih hidupnya sendiri. Lo nggak bisa. Mungkin itu masalahnya.”

“Pernikahan nggak seharusnya membunuh impian. Itu yang kupercayai.”

“Sekarang kamu menjadi insecure dibandingkan sama dia? Maka selamanya kamu akan dikejar oleh ketakutan yang sama. Kamu nggak akan pernah selesai dengan masalah ini. Inhat, Vanesa… kamu akan selalu dibanding-bandingkan dengan siapa pun itu oleh orang lain, pun orang terdekatmu. Nggak akan pernah berhenti sampai kamu mati.”

“Dirimu itu masalahnya. Kamu penentunya. Saat dilempari api oleh orang, kamu malah membiarkan api itu membakarmu. Ya, orang ketawa dong. Tangkis! Jangan sampai api itu melukaimu. Apa yang kita terima, jika itu baik jangan sampai membuat kita terlena. Kalau yang kita terima buruk, jangan biarkan itu membunuh kita.”

“Setiap orang bertahan dengan pilihan masing-masing. Setiap jalan yang dipilih pasti ada salah dan benarnya. Jika berani memilih, berani juga menerima apa pun konsekuensinya.”

“Itu keputusanmu. Berubahlah karena kamu ingin, bukan terpaksa. Berubahlah untuk kebaikanmu sendiri, bukan untuk mendapatkan pengakuan orang lain.”

“Jika seseorang pamit karena sebuah alasan, suatu hari nanti pasti akan pulang dengan alasan yang sama.”

Tuesday, July 30, 2024

[REVIEW] Dear Writers, Let’s Revisweet

Dear Writers, Let’s Revisweet
Leefe
BIP Gramedia
342 Halaman

“Dia punya masalah mental. Orang yang terluka akan cenderung melukai orang lain juga. Makanya, itulah kenapa hubungan bagus adalah hubungan yang terdiri dari dua orang yang sudah sama-sama stabil secara mental, bukan sepasang luka.”


B L U R B

Kriteria project #SpeakUpYourWorld.
1. Sekalipun sakit kepala meradang, editor harus mencari naskah dengan views di atas satu juta. Jangan lupakan embel-embel geng bad boy, bucin, dan tawuran antarsekolah.
2. Tabah menghadapi penulis dengan segala macam karakternya.
3. Mengarungi deadline, dan sambutlah drama di depan mata.

Nyaris terkena lay-off, Satria berjuang membuktikan dirinya layak untuk dipertahankan di SKY Media melalui sebuah project. Namun, ia justru memilih naskah Faya Azzura, penulis amatir yang belum pernah menelurkan satu karya pun, bahkan tulisannya tidak memenuhi kriteria yang diminta sang atasan.

Dibayangi tekanan kerja, masalah keluarga, hingga ancaman menjual naskah novel sebagai suvernir petunangan sang mantan, bagaimana Faya menghadapinya? Dapatkah Satria lolos dari radar lay-off serta membebaskan Faya dari masa lalu yang menyesakkan?

- - - - - - - - - -

Sky Media merupakan salah satu anak perusahaan penerbitan terbesar, sayangnya karena Covid yang sedang merajalela, keuntungan perusahaan yang menurun, membuat Paduka Devan menurunkan titah yang cukup bikin jantungan. Siapapun yang bisa menemukan, menerbitkan, dan penjualan naskahnya paling tinggi, dia akan bertahan. Kalau paling rendah, ya tau sendiri, silakan siapkan surat resign.

Nggak cuma itu aja, Paduka Devan juga memberikan kriteria naskah yang sebaiknya dicari dan sedang laku di pasaran. Semua editor, termasuk Satria juga berjuang keras untuk mempertahankan posisi mereka di Sky Media. Ya walaupun sesekali mereka pergi ke job fair untuk jaga-jaga.
“Logika penulis dan editor memang kadang kayak langit dan selokan. Editor penginnya memoles karya jadi sebagus mungkin supaya pembaca tidak menyesal membeli bukunya, tetapi penulis punya idealis tersendiri.” — P. 43
Ketika teman-temannya mencari naskah sesuai kriteria yang diinginkan Paduka Devan, Satria malah mencari naskah dengan caranya sendiri. Penulis baru, yang tidak punya karya sebelumnya, pembacanya pun tidak sebanyak yang ditargetkan Paduka Devan. Hal ini jelas aja menjadi tantangan bagi Satria dan mendapat respon yang tidak baik dari Paduka Devan.

Ternyata, selain penulis yang masih baru, dia juga memiliki masalah yang cukup rumit sampai harus menarik naskahnya, kalau sudah begini, bagaimana nasib Satria? Haruskah dia mulai mencari pekerjaan di tempat lain?


Dulu, aku kira, pekerjaan editor itu cuma bagian ngedit naskah mulai dari alur, penokohan, dan typo. Tapi ternyata enggak lho. Pekerjaan sebagai editor cukup banyak, bahkan sampai ke marketingnya juga.

Dear Writers, Let’s Revisweet ini awalnya kukira berisi tips and trick cara revisi supaya sat-set dan anti gagal. Maklum, aku cukup jarang baca blurbnya. Kalau kurasa covernya menarik, biasanya aku langsung gas baca bukunya. Ternyata isinya tentang dunia penerbitan dan juga kepenulisan. Menarik banget! Biasanya kita kan cuma diajak kelilingan di dunia kepenulisan, jarang diajak ribetnya dunia penerbitan. Selain membahas tentang dunia kepenulisan, di sini juga membahas tentang dunia pertemanan dan percintaan yang cukup rumit. 

Sepertinya di atas aku nggak terlalu banyak memperkenalkan penulis yang diincar sama Satria ya. Mari berkenalan dengan Faya, cewek yang kalau udah fokus, nggak peduli dengan sekitarnya. Dia ini cukup pintar, tapi juga nggak mudah bergaul dengan orang lain. Jadilah kalo sama orang lain dia itu kikuk banget. Mungkin ini penyebab temennya cuma Sindi dan Aryan aja. Lalu mereka berdua juga semakin menjadi.

Mengambil setting ketika covid, menurutku masih agak kurang ya. Kayak cuma penguat alasan Satria dan kawan-kawan harus bekerja lebih keras aja gitu. Soalnya nggak terlalu menjelaskan masa-masa covid yang bener-bener strict pake masker, kerja WFH.

So far, baca Dear Writers, Let’s Revisweet ini menyenangkan lho. Tiap halamannya bikin nagih, selalu penasaran dengan kelanjutan Faya, Sindi dan Aryan. Meskipun nyebelin, aku malah menunggu-nunggu Sindi dan Aryan lho. Psst.. ada banyak tips, ilmu dan istilah kepenulisan di sini!


From the book…
“Logika penulis dan editor memang kadang kayak langit dan selokan. Editor penginnya memoles karya jadi sebagus mungkin supaya pembaca tidak menyesal membeli bukunya, tetapi penulis punya idealis tersendiri.” — P. 43

“Saya nggak mau ada Lio lain di dunia ini, kak. Yang jadiin trauma masa kecil sebagai patokan cara memandang di dunianya, padahal dia yang jahat ke diri sendiri dengan larang semua orang kenal dia lebih deket.” — P. 105

“Dia punya masalah mental. Orang yang terluka akan cenderung melukai orang lain juga. Makanya, itulah kenapa hubungan bagus adalah hubungan yang terdiri dari dua orang yang sudah sama-sama stabil secara mental, bukan sepasang luka.” — P. 136

“Target? Nggak tuh. Gue nggak suka batasin diri sendiri, Ko. Nikahlah pas udah siap. Punya pasangan pas udah selesai sama diri sendiri.” — P. 168

“Jadi… saya nggak peduli kamu menulis di pagi, sore, atau dini hari. Saya nggak peduli kamu mau bikin ceritamu happy ending atau sad ending. Saya hanya peduli pada ‘jiwa’ apa yang kamu letakkan di tulisanmu? So, menulislah dengan hati, Faya. Dengan begitu, kamu nggak akan terbebani atau merasa kesulitan harus menulis apa waktu duniamu lagi nggak baik-baik aja.” — P. 174

“Dalam hidup, adakalanya kamu harus menderita. Bukan karena kamu jahat dan sedang mendapat karma, tetapi karena kamu terkadang tidak menyadari kapan dan di mana harus berhenti jadi terlalu baik. Tuhan menunjukkan semuanya melalui penderitaan itu.” — P. 207 to 208

“Setiap orang pasti memiliki standar pasangan ideal versinya masing-masing. Perempuan yang berkualitas punya, lelaki yang berkualitas punya juga. Nah, akan sangat melelahkan apabila hanya satu pihak yang menuntut kriteria pasangan idaman, sementara di sendiri tidak berusaha menjadi idaman.” — P. 273

“Cantik itu bukan hanya soal paras, melainkan kepribadian serta sudut pandang seseorang terhadap dunia. Paras hanya bertahan dalam hitungan dekade, sementara personality menetap seumur hidup.” — P. 273

“Saya cuma ngungkapin sesuka apa saya sama dia. Bukan untuk dapetin balasan, melainkan bikin dia sadar semenakjubkan apa dia di mata orang lain. Kalau orang lain aja bisa sesuka itu sama dia, maka dia pun bisa sesuka itu sama dirinya sendiri. Mencintai dirinya apa pun kekurangannya.” — P. 275

So… I tell you to let go of everything that makes you sad, Faya. Kayak yang akan saya lakuin habis ini. Let go. Jalanin hidup kamu seperti yang kamu penginin, bukan apa yang orang lain pengin. Tolong jaga diri kamu baik-baik.” — P. 276

“Kalau kamu ketemu cowok yang kamu suka, jangan takut buka lembaran baru di hidup kamu. Don’t miss out your own happiness.” — P. 284

“Cinta itu emosi, dan emosi itu tidak tetap karena subjek yang merasakannya adalah manusia. Kemarin Faya berpikir dirinya tak punya dukungan siapa-siapa, tetapi hari ini ia merasa hangat karena support yang tidak pernah diketahuinya.” — P. 284

“Hidup bukanlah susunan kalimat teratur yang sesuai dengan kaidah. Akan ada hal-hal yang terjadi di luar prediksi. Kadang rapi dan kadang juga berantakan. Seperti jatuh cinta.” — P. 324

Wednesday, July 24, 2024

[REVIEW] Are We Dating?


Are We Dating?
Meilinda Chandra
Elex Media Komputindo
304 Halaman

“Terkadang keadaan memaksa kita untuk bersikap lebih dewasa.”


B L U R B

Tiara Silver, seorang copywriter sukses yang kisah cintanya tak semulus kariernya. Berulang kali dikhianati membuat hatinya kebas akan cinta.

Sebuah tradisi keluarga membuatnya harus pulang ke kampung halamannya, Lakewood. Sudah beberapa kali Tara sengaja melewatkan acara kumpul keluarga tersebut. Kali ini dia wajib datang karena penyakit jantung neneknya kambuh. Namun, Tara diwajibkan datang bersama kekasihnya.

Bagaikan dilempar dari ketinggian seribu kaki, Tara kalang kabut mencari kekasih palsu. Hanya ada satu nama yang mampu mendampinginya. Luke, seorang model dan juga aktor berwajah superganteng dan memiliki aksen Inggris yang seksi. Calon yang tepat, hanya saja itu berarti dia harus memaafkan pria yang pernah menyakitinya.

Di saat hatinya mulai terbuka, Tuhan malah memutarbalikkan keadaan. Kecerobohannya telah menyakiti hati Luke. Mampukah Tara memperbaiki keadaan dan berani berdamai dengan perasaannya sendiri?

- - - - - - - - -

Kumpul di acara keluarga memang tidak begitu menyenangkan, makanya Tiara kalau bisa melipir dan tidak ikut, dia memilih tidak ikut. Sayangnya, kali ini dia harus pulang, mengingat neneknya sudah mulai kambuh penyakit jantungnya. Mau tidak mau, Tiara akhirnya memutuskan pulang. Tidak sampai di sana, permasalahannya ada dua, bos gantengnya yang agak kejam belum tentu mau memberinya ijin. Selain itu, Tiara diminta membawa kekasihnya, ini masalah yang cukup besar.
“Aku tidak ingin menjadi salah satu wanita yang nantinya kau campakkan.” — P. 155
Alhasil, Tiara tidak punya pilihan lain selain meminta tolong pada Luke, mantan kekasihnya. Seharusnya, Luke cukup untuk dibawa menemui keluarganya, dia aktor, ganteng, idaman semua perempuan. Apalagi yang diperlukan?

Sayangnya, Tiara tidak mempersiapkan ketika ternyata hatinya masih bisa jatuh pada Luke. Bisakah dia mengontrol hatinya dan kembali pada rencananya?


Kali pertama membaca karya kak Meilinda, yang juga seorang bookstagram yang kukenal. Hihi.. Menarik sekali bisa berkenalan dengan anaknya. 

Mengambil tema CLBK, kisah Tiara-Luke ini menarik. Biasanya kan banyak yang punya prinsip bahwa kalo udah sama mantan tuh cukup sekali. Karena sama kayak baca buku, kita udah tau endingnya bakalan kayak gimana. Tapi aku itu tim yang nggak masalah kalo balikan lagi. Siapa tau memang jodohnya dia, atau dia memang sudah sangat berubah kan? Cuma tetep aja ada case khusus masalah balikan ini, kalo si cowok tukang selingkuh ya ogah! Itu mah tetep aja baca buku dua kali tapi udah ketebak endingnya.

Luke sendiri ini ternyata juga nggak baik-baik amat loh. Kesalahannya menurutku juga cukup fatal. Tapiii.. effortnya Luke untuk sebuah hubungan yang settingan itu gede banget! Aku salut sih sama Luke yang totalitas, walaupun aku juga curiga sama dia.

Mengambil latar di Lakewood, yang sepertinya di California, kak Mei membawa kita jalan-jalan ke tempat-tempat yang cukup menarik. 

Nggak tau kenapa, tokoh favoritku di sini itu Luke! Dia baik banget, meskipun Tiara sikapnya denial dan sangat jaim, Luke masih mau berjuang dan bertahan sama Tiara. Nggak banyak loh cowok yang kayak begini, karena biasaya yang begini tuh cewek. Mungkin ini yang dinamain jodoh nggak akan ke mana. Padahal posisinya mereka udah putus, tapi bisa balikan dan saling memperbaiki diri.

Friday, June 21, 2024

[REVIEW] Under The Kitchen Table

 

Under The Kitchen Table

Desy Miladiana

Gramedia Pustaka Utama

328 Halaman

"Menangis itu bukan aib, Kak Dewa. Dengan menangis kan artinya kamu punya perasaan, jadi wajar kalau laki-laki menangis."

 

Friday, June 7, 2024

[REVIEW] Mel, Melatiku

Mel, Melatiku
Ken Terate
Gramedia Pustaka Utama
384 Halaman

“Lebih baik kehilangan sebagian masa remajamu, daripada kehilangan seluruh masa depanmu. Percayalah sama Bunda.”


B L U R B

Mel, atlet renang cemerlang. Suatu hari ia jatuh cinta pada cowok yang salah. Salah satu fotonya yang “tak pantas” tersebar, menghancurkan segalanya dalam semalam; prestasi, nama baik, keluarga, persahabatan. Mel dikeluarkan dari sekolah, dipecat dari klub, disingkirkan oleh teman-temannya.

Mel depresi. Pertemuannya kembali dengan Ega mengguncang dunia murungnya. Ega juga punya catatan kelam. Ia memaksa Mel keluar dari cangkang gelap, meski Mel takut. Namun, akankah reputasi Mel yang sudah tercabik bisa utuh kembali? Apakah Ega bisa menerima Mel yang pernah tercela? Mungkinkah Mel melompat dan berenang lagi untuk menemukan cinta yang sempat pergi?

- - - - - - - - -

Kehidupan Mel awalnya baik-baik saja, walaupun sedikit membosankan. Apalagi rutinitasnya yang lebih banyak latihan di kolam menjelang lomba, belum lagi ibunya yang kadang berulang kali mengingatkan hal-hal yang sudah dihafalnya di luar kepala. Sampai akhirnya dia bertemu dan berkenalan dengan Axel.
"Berhentilah berpikir bumi berputar mengelilingimu, Mel.” — P. 240
Axel, si anak pindahan yang pertemuannya tidak disengaja. Berawal dari ujian susulan bersama, hingga akhirnya mereka dekat.

Kedekatan mereka sebenarnya ditentang oleh Tantri—sahabat Mel yang dulunya juga pernah jatuh hati pada Axel karna kegantengannya. Sayangnya, Mel berkali-kali juga terjebak pada pesona Axel. Berulang kali lepas dari Axel, berulang kali juga dia kembali. Sampai akhirnya, foto "tak pantas"nya tersebar. Membuat semuanya kacau dan Mel kehilangan kepercayaan dirinya.

Ketika Ega menemukannya, Mel merasa takut. Takut masa lalunya kembali terbongkar. Mel dengan foto yang tak pantas. Bisakah Ega membuat Mel perlahan lepas dari traumanya? Mengingat Ega juga punya catatan buruk yang kurang lebih mirip dengan Mel?


Kembali membaca tulisan kak Ken Terate rasanya kembali ke masa-masa sekolah lagi. Masa-masa bolos bareng temen-temen itu hal yang menyenangkan, pulang sekolah jalan ke mall, dan tentu aja, cinta-cintaan sama lawan jenis.

Kali ini dengan kisah Mel-Axel, pasangan yang cukup banyak tarik ulur dan perdebatan yang menurutku nggak penting. Apalagi untuk cewek sepintar Mel. Meladeni Axel hanyalah menambah masalah baru.

Awal membaca kisah Mel, aku cukup yakin dia ini anak yang pintar, dia juga atlet renang yang dibanggakan orang tua dan sekolahnya. Jadi ya, dia nggak mudah dikadalin sama cowok lah kasarnya. Meskipun dia dididik sama mamanya yang cukup berat, karena dia atlet juga. Kayaknya mamanya juga sedikit ada obsesi jadi atlet ya, karena dari awal dia selalu menekankan untuk jadi yang terbaik, padahal Mel juga sudah melakukan yang terbaik yang dia bisa.

Sayangnya, Mel terjebak dengan pesona Axel yang cukup manipulatif. Ya ampun, sejak awal Axel chatingan sama Mel dengan segala ke-typo-annya aja udah bikin ilfeel! Nggak cuma itu, sejak awal, Axel ini sudah menunjukkan red flag-nya. Mulai dari nggak begitu suportif pas Mel lomba, kadang suka seenaknya sendiri, suka ngilangan. Kayaknya Axel lebih cewek ketimbang Mel deh.

Seperti biasanya, novel Kak Ken selalu punya pesan moral untuk remaja, apalagi cewek. Seringkali, kita para cewek ini terbuai sama omongan cowok yang kita percaya dan kita sayang. Jadi kita mau melakukan hal yang seharusnya nggak kita lakukan. Tapi di kasus ini, Mel sudah menolak apa yang diminta oleh Axel. Bahkan tindakan Axel juga nggak dibenarkan oleh Mel. Tapi lagi-lagi, kalau sampai ada kasus foto tak pantas yang tersebar, baik disengaja atau enggak, yang dirugikan, dicaci maki, tetaplah si cewek.

Jadi cewek memang nggak gampang, sudah jadi korban, tetap disalahkan. Mel jadi merugi, udah nggak bisa ikut kompetisi, keluar dari sekolah, depresi pula! Aku cukup senang ketika Mel akhirnya bisa berdamai dengan situasi itu. Ketika Mel keluar dari 'cangkang'nya, aku juga ikutan seneng sekaligus lega. Karena paham sekali rasanya pasti nggak nyaman dan terlalu banyak pemikiran tentang penilaian orang lain.

Nggak hanya tentang kenakalan remaja, tapi Kak Ken juga menyelipkan kisah tentang keluarga. Bagaimana keluarga Mel, bagaimana sikap Ibunya yang cukup kompetitif dan selalu membahas tentang pentingnya sebuah lomba, dan kemenangan. Bagaimana keluarga Ega yang ternyata cukup berbeda dengan keluarga Mel. Masalah remaja lainnya tentang pembullyan juga diselipkan di sini. 

Aku suka dengan penyelesaian masalah yang cukup berani dari Mel dan juga korban lainnya. Tidak mudah, tapi langlah yang mereka ambil bisa menjadi contoh. Mungkin korban di luar sana juga tidak selalu memiliki keberanian sebesar Mel, atau dorongan dari lingkungannya seperti Mel. Semoga setelah ini, akan lebih banyak lagi orang yang peka terhadap hal-hal yang dialami Mel.

Tokoh favoritku di sini adalah Bulik Esti. Menurutku dia ini sangat open minded dengan masalah yang dihadapi Mel. Mel melakukan kesalahan, tapi dia nggak semata-mata ngejudge gitu aja. Malahan Bulik Esti yang membantu dia keluar dari pertanyaan keluarganya. Papanya Mel juga salah satu favoritku. Awalnya aku cukup kesel sih, karena dia kebanyakan diem aja. Mamanya marah-marah, nggak menengahi, atau ngebela gitu. Tapi di saat yang tepat, papanya bisa jadi papa yang baikkkk dan suportif sebagai suami juga.

Last, pesanku untuk para cewek baik yang masih remaja atau sudah dewasa, jangan sampai terlena sama omongan manis cowok ya. Kadang omongan manis mereka itu cuma untuk mendapatkan apa yang mereka mau aja. Jaga diri baik-baik!


From the book...
"Orangtua, sebaik apa pun, tetap saja orangtua. Mereka tidak akan pernah menjadi teman.” — P. 51

“Kalau komitmen itu membuatmu mengingkari hati nuranimu, itu namanya kemunafikan. Kapan kita bersenang-senang kalau begitu?” — P. 61

“Asal dia nggak kayak gitu lagi. Ingat, minta maaf itu sama dengan menyesal dan nggak mengulangi. Kalau ngulangin, itu namanya doyan.” — P. 85

“Lebih baik kehilangan sebagian masa remajamu daripada kehilangan seluruh masa depanmu. Percayalah sama Bunda.” — P. 88

“Yang penting adalah kamu. Kamulah yang paling tahu mengenai dirimu, apa yang kamu rasakan, apa yang kamu inginkan. Selama kamu bisa berdamai dengan ini semua… itulah yang penting.” — P. 209

“Kamu juga bisa mati kalau jatuh. Tapi risiko itu patut ditempuh agar kamu bisa menikmati enaknya berjalan. Aku akan memastikan kamu tidak tenggelam.” — P. 250

“Kami semua tujuh belas tahun, sudah punya KTP, sudah bisa memilih presiden, tetapi tak ada yang memandang kami sebagai manusia utuh. Keinginan kami tidak penting, keputusan kami pasti tidak bijak, dan kami tak mengerti apa-apa. Kami diharapkan untuk mengambil jalan yang sudah mereka rancang; sekolah, kuliah, kerja.” — P. 259

“Mel, kalau bisa, Papa juga tinggal di rumah saja, nggak masuk kerja, atau pindah kantor. Tapi nggak bisa gitu. Hidup terus berjalan dan kamu harus melakukan apa yang harus kamu lakukan, meski berat.” — P. 270

They were young. And aren’t we all fools when we were young? Itu satu-satunya kesempatan kita buat berkonyol-konyol. Aku dulu juga. Bukannya aku mendorongmu untuk itu. Aku cuma bilang, itu semua akan berlalu dan nggak akan berdampam apa-apa buat dirimu begitu kamu mau bangkit.” — P. 279

“Kita semua melakukan kesalahan, Mel, dan semua kesalahan akan dimaafkan asalkan kamu punya sisi baik yang lain.” — P. 279

“Menulis itu satu hal, tetapi menerbitkan media cetak itu hal lain. Aku nggak ngerti manajemen. Aku hanya punya semangat, tapi nggak punya kemampuan. Modalku nggak balik, malah akhirnya berutang.” — P. 285

“Setiap orang punya sisi gelap, Mel. Semua orang punya pikiran-pikiran sendiri yang rumit dan tak akan pernah dimengerti orang lain.” — P. 288

“Semua akan baik-baik saja. Jangan pernah berpikir hidupmu sudah berakhir karena hidupmu sangat berarti. Kamu berarti, minimal untuk keluargamu. Dan Serena. Dan aku.” — P. 295

“Tapi semua akan berlalu. Pada akhirnya. Suatu hari kamu akan bangun dan tak akan sakit lagi. Percayalah padaku. Aku pernah mengalaminya.” — P. 312

“Hei, kenapa orang menggurat celana jins mereka? Atau membuat perabot rustic? Karena yang rusak pun bisa jadi cantik, Mel.” — P. 337

Jangan biarkan itu mendefinisikan dirimu. Beberapa atlet pernah terlibat skandal, kasus doping, atau apalah, tetapi mereka bisa kembali dengan prestasi luar biasa. Semua orang pernah berbuat salah, tapi kesalahan itu hanya bagian kecil diri mereka, kan?” — P. 361

“Jalanan terbentang di depan kami. Seperti masa depanku. Masa depannya. Terkadang akan ada batu, atau orang sinting yang nyelonong sembarangan, tapi kami bisa menghadapinya. Aku pernah kehilangan, tetapi saat ini, sungguh aku memiliki segalanya.” — P. 381