Judul : Devils Inside
Penulis : Belladonna Tossici
Penerbit : Belladonna Tossici
Tebal : 348 Halaman
"Aku percaya padamu, karena aku mencintaimu. Aku mencintaimu karena aku percaya padamu."
BLURB
Randu, pria pintar, idealis dan sangat seksi. Mudah untuk jatuh cinta sama dia.
El, gadis manis, polos, tegar dan sangat menyayang keluarga. Gampang banget buat jatuh kasihan sama dia.
- - - - - - - - -
Randu Tio Hariman, pengacara di sebuah LBH--Lembaga Bantuan Hukum-- Optimus. Kesehariannya ya datang ke pengadilan, mengurus dan membela klien yang tertindas. Seperti yang sedang diurusnya saat ini, karyawan PT SUCK. Masa lalu Randu juga nggak terlalu bisa dibanggakan, selain hidupnya yang cukup suram. Keluar masuk kantor polisi akibat tawuran, pengguna narkoba yang sudah tobat dan berbagai kenakalan lainnya. Termasuk main perempuan.
Elena Mazaya Cipta, anak magang di Optimus. Cewek yang sempat dijadikan taruhan karena hari pertamanya magang menggunakan pakaian yang menggoda iman. Tetapi kelakuannya yang berbanding terbalik dengan pakaiannya.
Randu, awalnya mendekati Elena karena ingin coba-coba. Selain itu, dia juga ingin memenangkan pertaruhan antara dirinya, Fadli dan Gading. Tapi siapa sangka, seringnya intensitas mereka berdua, apalagi posisi Elena adalah asisten Randu, mereka pun makin dekat. Bahkan mungkin salah satu dari mereka sudah jatuh cinta.
"Ketika perempuan mengatakan 'tidak' pada laki-laki artinya bisa saja : aku ingin melihatmu berjuang." - P. 141
Hubungan Randu dan Elena makin dekat, apalagi mereka sudah melakukan hubungan intim. Tapi karena Elena mengetahui bahwa dia dijadikan barang taruhan, dia akhirnya memutuskan hubungannya dengan Randu, menutup segala akses Randu untuk menemuinya. Bahkan setelah Randu menjelaskan bahwa dia benar-benar sayang pada Elena pun tak cukup. Padahal, Elena sendiri, pernah menjadikan Randu sebagai objek riset yang dilakukan oleh Katya, sahabatnya. Lantas, bagaimana hubungan keduanya?
Devils Inside. Buatku nggak cuma sekadar novel romance yang beradegan 18+, tapi juga ada moral kehidupan yang bisa diambil. Misalnya, pelajaran tentang hukumnya. Itu jadi nilai tambah di buku ini. Selain itu, novel ini juga realistis banget. Kenapa? Karena novel ini bener-bener sesuai dengan kehidupan kita sehari-hari. Struggle yang kita hadapi bahkan sampe cibiran dan segala macemnya. Meskipun ada beberapa yang ngayal. Tapi overall oke.
Quotable :
"Keadilan sekarang jadi barang langka. Komoditas dagangan. Nggak beda dengan tempe goreng, bahkan sandal jepit. " - P. 55"Rumus pasti soal cinta : cinta itu gila. Kalau tidak gila maka bukan cinta." - P. 158"Hubungan kita diawali dengan kebohongan. Saya yakin nggak akan baik jadinya. Lebih baik kita berpisah dulu. Kita lihat seberapa kuat perasaan ini." - P. 195"... Cara kita menyembuhkan patah hati karena cinta ya menemukan cinta baru. Masalahnya, si El susah banget disuruh menemukan cinta baru setelah Rimba." - P. 210"Awalnya mereka hanya dua orang asing yang dipertemukan karena permainan. Dari situ mereka belajar. Jangan menjebak, karena perangkap yang kaupasang bisa saja memasung dirimu sendiri." - P. 211"Randu tidak akan menjilat siapa pun. Baginya hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dengan menyembah-nyembah manusia lain." - P. 234"Cinta itu bukan hanya rayuan dan kata-kata manis namun pengorbanan, pengertian dan penerimaan." - P. 263"Ma, semua makhluk hidup akan mati. Mama nggak usah khawatir. Setiap perjuampaan adalah awal perpisahan. Harta kita adalah rumah yang Mama dan El tinggali sekarang. Papa juga ada sedikit simpanan di bank..." - P. 269"Kualitas laki-laki bukan ditunjukkan dari berapa karat berlian yang diberikannya, namun dari kesediaannya memberikan hidup untuk pasangannya." - P. 323"Dia percaya, lelaki yang dipilihnya akan mengajarkan nilai hidup pada anak-anak mereka kelak. Bahwa kebahagiaan bukan tergantung dari emas atau kemewahan yang kamu timbun. Bahwa status sosial tinggi sering kali diraih dengan pengorbanan tak sebanding, membunuh persahabatan, kesehatan, kekeluargaan, atau kemanusiaan, yang pada akhirnya mengantarmu pada kehancuran." - P. 336
No comments:
Post a Comment