Friday, August 10, 2018

[Review] Midnight Prince


Judul : Midnight Prince

Penulis : Titi Sanaria

Penerbit : Elex Media

Tebal : 267 Halaman

"Semua kisah berujung pada takdirnya. Garis yang sudah ditetapkan bahkan sebelum ceritanya dimulai. Akhir yang tidak bisa ditentang. Hanya perlu diterima."


BLURB

"Menurutku, kamu menyukaiku."

"Menurutku, kamu terlalu percaya diri."

"Aku mengenalmu, Ka. Sebelum sesuatu yang aku nggak tahu itu apa, kamu nyaman denganku."

Mika sadar, sudah saatnya dia meninggalkan masa-masa terpuruk dalam hidupnya. Menjalani kehidupan normal selaiknya seorang perempuan dewasa yang bahagia, seperti kata sahabatnya. Menemukan seseorang yang tepat, menjalani hubungan yang serius, kemudian menikah.

Lalu Mika bertemu Rajata. Semua nyaris sempurna seperti harapan semua orang untuknya, sebelum sebuah kenyataan menyakitkan menghantamnya telak. Membuatnya perlahan-lahan menghindari laki-laki itu, mengubah haluan menjadi seorang pesimis yang tak percaya pada kekuatan cinta. Dia berusaha mematikan perasaannya tanpa tahu kalau Rajata justru mati-matian memperjuangkannya.

Jika dua orang yang sudah tak sejalan bertahan di atas kapal yang nyaris karam, akankah mereka bertahan bersama, atau mencari kapal lain untuk menyelamatkan diri masing-masing?

- - - - - - - - -

Mika Dewanti, dokter cewek yang kerja mati-matian untuk menghidupi keluarganya. Sebagai anak pertama, dia mengambil alih kebutuhan ekonomi keluarganya. Apalagi setelah ayahnya meninggal, ibunya mulai tidak karuan dan akhirnya, dia lah yang harus bekerja. Hal ini terus berlangsung sampai saat ini. Beruntung, dia memiliki sahabat yang sejak kecil menemaninya, Kinan. Tapi hal itu tidak berlangsung lama, setelah mendengar sebuah kabar dari adiknya, tak lama dia malah kehilangan adiknya.
"Kamu benar, Bu Dokter. Ketika bertemu perempuan yang tepat, semua laki-laki akan jadi murahan dan meletakkan harga diri di telapak kaki." — P. 48
Rajata, laki-laki yang bertemu Mika di atap rumah sakit, yang kemudian dikira Mika cowok mesum. Tapi siapa sangka kalau Rajata malah suka bertemu dengan Mika. Meskipun Mikanya super sinis dan nggak peduli sama Rajata, tapi Rajata berusaha keras untuk ngajakin ngomong dan lainnya. Nggak cuma itu aja, Rajata ini ternyata seorang dokter di rumah sakit yang sama dan dia bela-belain buat nyamain jadwalnya sesuai Mika. Wah, bener-bener belain banget ya? Tapi kenapa Mika masih nggak respek sama Rajata?


Novel ini, bener-bener deh ya. Aku nggak bisa ngomong pas baca. Terlalu banyak rahasia awalnya. Dan pas rahasia itu dibuka, kebukanya tuh pelan-pelaaaann banget. Kayak ngupas bawang gitu. Selapis demi selapis. Dan itu bikin geregetan banget. Mana Mika sendiri ini orangnya keras kepala banget. Kalo udah nentuin satu keputusan, nggak bisa diganggu gugat. Udah macem juri acara aja ya?

Sejujurnya, konflik di novel ini tuh mainstream tapi mendalam juga. Meskipun mainstream, kak Titi bisa ngemas dan eksekusi novel ini dengan baik. Awalnya, aku sempat dibuat bingung, Mika ini cewek apa cowok, tapi setelah masuk ke bab 1, aku baru bisa tau kalo dia ini cewek. Dan pas eksekusi, entah kenapa, aku malah nangis. Nggak kebayang kalo jadi Mika, pasti bakalan ngrasain hal yang sama. Apalagi ini tentang kehilangan dan mengikhlaskan. Nggak pernah mudah untuk melakukan 2 hal ini. Dan sukanya lagi sama buku ini, tiap babnya ada

Quotable:
"Harapan itu serupa cahaya. Saat dipeluk kegelapan, hanya perlu seberkas cahaya untuk membuatmu merasa baik-baik saja." — P. 1

"Ada orang yang keberadaannya mengingatkan kita pada bintang di langit. Kehadirannya mencerahkan malam. Dan layaknya bintang, dia hanya bisa dipandangi, karena menggapainya terasa mustahil." — P. 31

"Bahagia itu terkadang seperti alun gelombang. Dia bisa saja menggulung diri dan kembali menjauh sebelum benar-benar mengecup pasir pantai yang dikejarnya sekian lama." — P. 57

"Lo harusnya mulai membuka diri buat hubungan yang serius juga, Ka. Jangan menutup diri kayak gini. Jodoh itu emang bener udah ditentukan, tapi berusaha menemukannya bisa mempercepat prosesnya." — P. 58

"Saat menghindar tak lagi bisa menyelamatkan, mungkin sudah saatnya berbalik dan menghadapi kenyataan. Orang tidak mungkin berlari selamanya. Rasanya terlalu melelahkan." — P. 73

"Tidak ada yang bisa membentangkan jarak lebih cepat daripada rahasia. Ia adalah racun yang sewaktu-waktu bisa membunuh hubungan." — P. 87

"Tidak ada yang lebih menyesakkan daripada rasa kecewa kepada diri sendiri. Kupikir aku bisa melindungi diriku sendiri dari sakit yang diakibatkan orang lain. Namun ternyata aku gagal. Aku tetaplah perempuan, yang dibentuk dari tulang, daging, dan sebentuk perasaan." — P. 127

"Penyesalan, air mata, dan hati yang tetap terhubungan selalu bisa menggulung jarak yang telanjur tercipta karena kebohongan. Namun sejatinya, hanya kejujuran yang bisa menyelamatkan." — P. 135

"Takdir itu apa sih? Nasib buruk yang harus kita terima dengan lapang dada?" — P. 173

"Cinta adalah pembeda. Semua hal yang tampak remeh akan terlihat penting dari sudut pandanganya. Bahkan lelucon tak lucu bisa mengundang tawa. Bohongi aku, dan aku percaya. Itu cinta." — P. 189

"Aku nggak tahu apa yang bikin kamu kayak gini, Ka. Tapi aku akan nunggu sampai kamu mau mengakui bahwa ada sesuatu di antara kita. Itu nggak terbantahkan. Kamu akan tahu bagaimana sabarnya aku." — P. 196

No comments:

Post a Comment