Judul : Take Me for Granted
Penulis : Nureesh Vhalega
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tebal : 206 Halaman
"Karena aku lihat kamu bahagia sama dia. Aku nggak bisa ngusik kebahagiaan kamu karena perasaan aku. Rasa suka ini punyaku. Sudah sepantasnya aku yang nanggung, bukan kamu."
BLURB
Setelah berpacaran hampir selama tujuh tahun, Fathan akhirnya merasa cukup pantas untuk melamar Ellya.
Namun, Ellya tampak kaget. Perempuan yang amat menyukai bintang ini pun meminta waktu untuk memikirkan jawaban. Masa lalu mencengkeramnya.
Apakah Ellya bisa menang melawan ketakutannya?
Bagaimana Fathan yang dikenal punya banyak stok sabar meyakinkan Ellya dan tak digoyahkan juga oleh masa lalu?
Namun, Ellya tampak kaget. Perempuan yang amat menyukai bintang ini pun meminta waktu untuk memikirkan jawaban. Masa lalu mencengkeramnya.
Apakah Ellya bisa menang melawan ketakutannya?
Bagaimana Fathan yang dikenal punya banyak stok sabar meyakinkan Ellya dan tak digoyahkan juga oleh masa lalu?
- - - - - - - -
Menceritakan tentang Ellyana, cewek sederhana yang bisa bikin Fathan, kakak sahabatnya, Disha, jatuh cinta pada pandangan pertama. Katakanlah kalau cinta pandangan pertama itu bullshit. Tapi ini nyata. Beneran. Dan Fathan, cowok super cool dan super sabar. Mungkin karena dia punya adik yang ajaib kayak Disha, bikin dia jadi kakak yang sabar ya?
Hmm.. Baca novel ini tuh, sama kayak baca buku panduan melepaskan masa lalu kali ya? Soalnya ini lebih fokus ke masalah Ellya yang 'nggantungin' Fathan, yang ternyata ada hal yang bikin dia melakukan hal tersebut. Masa lalu yang nggak mengenakkan lah yang bikin dia ragu buat menjalani hubungan serius. Setelah terkuak, aku malah nangis, terharu gitu. Apalagi sama perjuangan mamanya Ellya, buat mempertahankan kehidupannya. Salutttt banget. Nggak cuma itu aja, aku suka banget sama kegigihannya Fathan pas dia berusaha ngeyakinin Ellya. Sukaaaa banget. Kayaknya nemuin cowok kayak Fathan ini susah deh jaman sekarang. Hihihi..
Quotable:
"Terus kenapa lo masih mikir? Mau nunggu sepuluh tahun sekalian, biar kayak ngelunasin cicilan rumah?" — P. 29Tujuh tahun pacaran dengan Ellyana, membuat Fathan sadar, bahwa hubungan mereka harus segera diresmikan. Ya, walaupun nggak ada yang memaksa dia. Sayangnya, di saat dia sudah mengajukan lamarannya, Ellya malah menggantungnya! Tanpa alasan yang jelas, dia masih menggantung jawabannya. Disha yang menjadi sahabatnya sejak awal masuk kuliah pun tidak tau apa alasan tepatnya kenapa Ellya nggak kunjung menjawab, yang dia tau, Ellya hanya butuh waktu untuk berpikir. Entah apa yang dipikirkan. Dan hal itu nggak berhenti sampai di situ aja. Hal itu berlanjut ketika Ellya menemukan Fathan sedang bersama dengan Karina, mantan pacarnya yang kini sudah menjanda. Tapi tenang aja, suaminya bukan Fathan kok. Kepergok 2x, membuat Ellya menimbang kembali permintaan Fathan waktu itu. Lalu, bagaimana hubungan keduanya? Apakah mereka akan tetap bersama?
Hmm.. Baca novel ini tuh, sama kayak baca buku panduan melepaskan masa lalu kali ya? Soalnya ini lebih fokus ke masalah Ellya yang 'nggantungin' Fathan, yang ternyata ada hal yang bikin dia melakukan hal tersebut. Masa lalu yang nggak mengenakkan lah yang bikin dia ragu buat menjalani hubungan serius. Setelah terkuak, aku malah nangis, terharu gitu. Apalagi sama perjuangan mamanya Ellya, buat mempertahankan kehidupannya. Salutttt banget. Nggak cuma itu aja, aku suka banget sama kegigihannya Fathan pas dia berusaha ngeyakinin Ellya. Sukaaaa banget. Kayaknya nemuin cowok kayak Fathan ini susah deh jaman sekarang. Hihihi..
Quotable:
"Menurutku bagus. Walaupun cahayanya kecil, kalah jauh dibancing bulan. Nggak bisa bikin terang langit malam juga. Tapi.. bintang indah dengan caranya sendiri. Dia ngasih kebahagiaan buat segelintir orang yang sadar sama keindahannya. Bintang nggak selalu terlihat, tapi dia pasti ada..." — P. 19
"Kenapa sih perempuan suka banget ngajak nikah? Dipikirnya nikah itu enak? Happily ever after?" — P. 34
"Menurutku, kalian cuma kurang kompromi. Setiap pasangan pasti punya masalahnya masing-masing. Karena pasangan itu adalah dua orang yang berbeda, yang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Nggak ada yang sempurna. Tapi kompromi yang akan menyempurnakan. Jadi... saranku, kamu omongin lagi hal ini ke pacar kamu. Tanpa emosi lho, ya..." — P. 60 to 61
"Jangan sampai terlambat. Karena waktu nggak bisa diputar lagi dan hal paling menyakitkan selain lihat orang yang kita cintai mati adalah lihat dia bahagia sama orang lain." — P. 94
"Aku pilih Arga, di antara ketidaksempurnaannya itu, karena aku tahu kami akan kuat menghadapi masalah sama-sama. Aku kuat, selama orang di sampingku Arga. Mungkin kamu harus mulai bertanya sama diri kamu sendiri, kamu lebih kuat bersama pacar kamu atau justru tanpa dia? Karena cinta seharusnya nggak menyakiti, Ellya." — P. 96 to 97
"Perasaan aku ini ada karena kamu, bukan karena tampilan fisik kamu yang sempurna." — P. 119
"Nggak pernah ada kata terlambat untuk cinta." — P. 130
"Hidup bahagia selamanya itu nggak ada, tapi bukan berarti kita nggak bisa ngerasa bahagia. Bahagia ada banyak bentuknya dan salah satunya ada pada orang yang kita cintai. Mungkin orang itu akan pergi suatu hari nanti dan itulah saatnya kita bersyukur. Bersyukur untuk orang-orang yang milih buat tetap menemani kita, bahkan di hari-hari tergelap dan keadaan maksa mereka buat nyerah." — P. 137
"Semua ada prosesnya, Sayang. Kamu cuma harus ingat, aku bukan Papa kamu. Aku memang nggak bisa janji kita akan hidup bahagia selamanya, tapi aku akan selalu berusaha untuk nggak nyakitin kamu." — P. 151
"Hidup yang mengajarkan kami bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk cinta. Cinta memang penuh risiko. Cinta bisa menyakiti, bahkan menghancurkan. Namun, karena penuh risiko, cinta itu pantas untuk diperjuangkan." — P. 154
"Kamu nggak akan percaya sama omongan Ayah ini, tapi cuma waktu yang bisa menyembuhkan luka. Nggak akan ada kebahagiaan tanpa kesedihan, Disha. Kamu harus percaya, setelah ini kamu akan bahagia. Jadi, jangan berhenti. Tetap berjalan." — P.168
"Kita. Ini rumah kita. Kamu nggak mikir aku bakal bawa kamu buat tinggal sama orang tuaku setelah kita nikah, kan? Lagian, nggak mungkin aku berani ngelamar kamu kalau aku belum punya apa-apa. Memang cinta aja cukup?" — P. 200
No comments:
Post a Comment