Sunday, October 21, 2018

[Review] Memori


Judul : Memori

Penulis : Sirhayani

Penerbit : Grasindo

Tebal : 289 Halaman

"Gue sebenarnya juga udah tahu kalau lo itu Athaya. Dan satu lagi, gue belum jawab pertanyaan lo waktu itu. Bola basket itu masih ada kok sampai sekarang di kamar gue."


BLURB

Pertemuan Amanda dan Athaya membuat Amanda berpikir bahwa cowok itu adalah seseorang yang pernah hadir di hidupnya semasa kecil dulu. Athaya juga berpikir sama tentang Amanda. Namun, mereka tidak akrab dan menjalani kehidupan masing-masing di SMA.

Hingga akhirnya di tahun kedua di SMA, Amanda dan Athaya mulai dekat karena pertemuan mereka di suatu malam. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam tanpa menguak masa lalu. Kedektan itu pula yang membuat Amanda dan Athaya yakin dengan perasaan mereka masing-masing.

Namun, kehadiran Gia dan satu keinginan papa Athaya membuat Athaya harus memilih pilihan yang menjadi penentu masa depannya nanti.

"Jika aku tidak ditakdirkan untukmu lalu kenapa hatiku mengatakan bahwa akulah takdirmu?"

- - - - - - - - - - 

Amanda, seorang gadis yang bisa dibilang cukup introvert, pernah menjadi anak basket waktu masa SMPnya dulu. Hidupnya biasa aja, bahkan bisa dibilang dia cukup terkekang karena memiliki 3 kakak lelaki yang cukup overprotektif. Sehari-harinya, Amanda hanya bersama dengan dua sahabatnya, Shelin dan Cindy. Sayangnya, persahabatan mereka sekarang merenggang karena Shelin dan Cindy dekat dengan Gia, salah satu cewek yang cukup ngehits dan pintar di sekolahnya.
"Mungkin, lo aja yang nggak niat gabung. Kalau lo ikutan , ngelakuin apa yang temen-emen lo lakuin ke orang baru itu, yakin, lama-kelamaan kalian semua bisa deket. Paling cuma masalah komunikasi." — P. 66
Athaya, cowok yang tergabung bersama band yang diciptakan Angga, kakak Amanda. Selama ini, Athaya selalu memperhatikan Amanda dari jauh, tidak begitu berani mendekatinya, apalagi setelah tau kalau dia adalah adik Angga. Athaya mengingatnya samar-samar, Amanda seperti teman masa kecilnya yang selalu mengganggunya dan mengajaknya bermain barbie.

Berawal dari renggangnya hubungan Amanda, Shelin dan Cindy, Amanda jadi dekat dengan Athaya secara tidak langsung. Karena Amanda jadi lebih sering mencari Angga untuk menemaninya. Dari situlah, hubungan mereka sedikit dekat. Apalagi, Athaya sempat menemani Amanda saat dia sedang 'kabur' dari rumah akibat kesal dengan Cindy dan Shelin. Tak sampai di situ, Amanda juga memiliki orang yang tidak menyukainya, Vani, pacarnya Putra, sahabatnya Amanda juga, yang disuruh menjauh karena jealous semata. Dengan sengaja, dia mulai merusak semuanya perlahan. Bagaimanakah Amanda? Akankah keadaan akan selamanya seperti ini? Lalu bagaimana hubungannya dengan Athaya?


Novel keempat kak Sirhayani, tapi novel pertamanya yang kubaca. Menyenangkan. Saking menyenangkannya, aku berasa balik lagi ke jaman SMAku dulu. Jaman di mana apa-apa sama geng atau sahabat. Ke mana-mana segerombolan, kayaknya mati kalo nggak segerombol. Belum lagi ceritanya juga cukup menarik. Tentang masa lalu. Masa lalu yang kembali dengan cara yang berbeda. Kalau biasanya di novel lain, ketika masa lalu kembali, dia akan berusaha bagaimana caranya, agar dia kembali bersama kita. Tapi di novel ini, nggak. Menurutku, novel ini cukup realistis, meskipun Amanda agak lebai menurutku. Karena sifatnya yang mikir ini itu melulu, semuamuamuanya dibawa ke perasaan, belum lagi sikap introvertnya dia. Cukup kesel sama Amanda.

Untuk sisi realistisnya, menurutku bisa dilihat dari bagaimana Athaya mengambil keputusan. Athaya ini cowok dewasa menurutku. Karena dia bisa memikirkan jangka panjangnya seperti apa, meskipun dia sedikit gegabah di beberapa keputusan. Selebihnya, aku nganggep dia cowok yang baik, nggak banyak omong, dan menyenangkan untuk ngobrol sama dia, nyari solusi atas masalah kita juga. Karena dia juga ngeliat masalah itu dari sisi yang lain.

Quotable:
"Kalau lo udah nyaman di satu orang, lo nggak bakalan mikir untuk pergi dari dia. Sama halnya dengan ini. Gue udah nyaman di sini, ngapain gue cari tempat lain?" — P. 66

"Kata orang, cinta itu harusnya dikerja. Nggak ada kata menyerah. Walaupun sebenarnya gue nggak tahu perasaan lo ke adik gue kayak gimana. Suka kah, cinta kah, atau hal lainnya." — P. 259

"Walaupun dia berpikir, mengikhlaskan sesuatu yang sangat berharga tak akan semudah apa yang dikatakan oleh pikiran ini... adalah masalah perasaan." — P. 268

No comments:

Post a Comment