Wednesday, July 17, 2019

[Review] Bibliophile


Judul : Bibliophile

Penulis : Thurff

Penerbit : Clover

Tebal : 246 Halaman

"Seseorang pernah berkata padaku, bahwa luka adalah sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Adakalanya orang memilih untuk menimbunnya begitu dalam, ada yang memutuskan untuk menyimpannya sebagai kenangan, ada juga yang membuangnya jauh dan tak pernah kembali."


BLURB

Bibliophile mungkin nama yang aneh.
Toko yang aneh.
Tempat yang aneh.
Dan susunan buku yang aneh pula.

Lalu, Raka yang kehilangan arah bertemu dengan Citra yang berjiwa komisi disiplin di Bibliophile.
Sejak itu, hidup Raka berubah menjadi aneh.

Tapi, mungkin aneh tak ada salahnya.

- - - - - - - - -

Raka, seorang mahasiswa sastra yang tiba-tiba datang ke sebuah toko buku yang menurutnya aneh. Bibliophile. Begitu nama toko buku yang didatanginya. Bentuk tokonya bisa dibilang sangat kuno, seperti era Victoria abad sembilan belas, meskipun begitu, Raka tetap mendatanginya. Entah apa yang akan dia cari di toko buku ini.
"Yap. Nyari non-fiksi buat kepenulisan, kan?" — P. 55
Citra, cewek yang jadi koordinator komisi disiplin, yang pernah menegur Raka saat masa ospek, dan orang yang ditemuinya sedang berada di kasir Bibliophile. Raka awalnya masih bisa bersikap cuek dan dingin seperti biasanya. Karena bagi Raka, melanjutkan pendidikan sastra di Bandung sudah menjadi pilihan yang nggak bisa diganggu gugat. Meskipun banyak orang yang mempertanyakan dia, alasan kenapa dia memilih sastra, di saat anak sepantaran lainnya memilih untuk mengambil jurusan teknik.

Pertemuan Raka dan Citra kembali, membuat Citra jadi penasaran dengan sosok Raka, yang pendiam dan cukup dingin. Apalagi bahasa formal yang dipakainya. Membuat dia seolah-olah memang membangun benteng yang cukup tinggi, agar tidak terusik siapa pun. Tapi bagaimana kalau dengan adanya Citra dan Bibliophile, malah membuat Raka membuka diri secara perlahan?


Di awal halaman bab buku ini, ada gambar notes, dengan tulisan tentang progres nulis. Aku kira, progres waktu penulisnya bikin novel ini. Ternyata bukan. Dan jujur aja, novel ini amat sangat menarik buatku. Karena bukunya itu tipis, cuma 200 halaman aja. Tipis banget. Tapi moral yang disampein banyak banget. Beneran. Kayak, gimana ya? Banyak hal yang tersimpan dari Bibliophile ini gitu. Mulai dari para pekerjanya, bahkan sampe latar belakang terjadinya Bibliophile itu sendiri.

Selain itu, konfliknya juga cukup oke. Gimana ya ngomongnya. Seru deh pokoknya. Apalagi salah satu pekerja Bibliophile, punya masa lalu yang cukup mengejutkan gitu. Untuk penyelesaian ceritanya, manis banget. Suka aja aku sama endingnya. Penulisnya juga cukup baik menyampaikan emosi tiap karakternya. Jadi makin sayang sama Raka dan Citra. Nggak cuma pekara Bibliophile dan masalahnya di sana aja. Tapi juga menceritakan konflik yang ada sama keluarganya Raka dan Citra. Dan juga tentang menjadi seorang penulis. Jadi bener-bener kompleks gitu.


Quotable:
"Apa salahnya sih orang bermimpi jadi penulis? Kalau kebanyakan orang mikirnya jadi penulis itu cuma diam di depan laptop, kurang tidurlah, setiap hari dari pagi sampai paginya lagi kebanyakan duduk, dan sebagainya, itu salah besar. Jadi penulis nggak sesederhana itu, Ka. Percaya deh." — P. 58

"Ketika kamu memutuskan untuk menjadi seorang penulis, kamu harus melihat segala hal dengan perspektif yang berbeda-beda dan dari berbagai sudut pandang." — P. 75

"Alah, aku udah kebal malah. Apalagi waktu zaman SMA, kalau dipikir-pikir sekarang, konyol juga. Toh, yang pilih dan yang jalanin ke depannya juga kita sendiri. Orang senang banget ngurusin hidup orang lain." — P. 101

"Ia selalu beranggapan bahwa dewasa itu dimulai dari hal yang terkecil. Ketika mengambil keputusan di antara dua pilihan yang sulit, dan mengerti konsekuensi seperti apa yang harus diterima. Sebagus apa pun keputusan yang diambil." — P. 201

No comments:

Post a Comment