Thursday, October 5, 2017

[Review] Critical Eleven

Judul : Critical Eleven

Penulis : Ika Natassa

Penerbit : Gramedia

Tebal : 335 Halaman

"Kalau memang benar-benar sayang dan cinta sama perempuan, jangan bilang rela mati buat dia. Justru harus kuat hidup untuk dia. Rela mati sih gampang, dan bego. Misalnya, demi menyelamatkan istri lo, lo rela mati. Lo merasa udah jadi pahlawan kalau udah begitu, egois itu. Setelah lo mati, yang melindungi dan menyayangi istri lo lantas siapa? Lo meninggal dan istri menangisi lo karena nggak ada lo lagi, itu yang dibilang pahlawan?"


BLURB :

Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat--tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing--karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.

In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah--delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah seseorang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.

Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah, Ale yakin dia menginginkan Anya.

Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.

Diceritakan bergatian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.

- - - - - - -
Tanya Laetitia Baskoro. Bisa dikatakan seorang wanita karir yang bertemu dengan 'tukang minyak', Aldebaran Risjad, dalam penerbangannya dari Jakarta menuju Sydney. Tak ada yang menyangka, setahun setelah pertemuan, mereka menggelar pernikahan. Di mana Anya yang dulunya tidak percaya adanya meet cutes. Karena baginya di dunia nyata tidak pernah kejadian.

Aldebaran Risjad. Si 'tukang minyak' yang memiliki pekerjaan di Nola dan membuatnya sebulan penuh di Nola, sebulan penuh di Jakarta. Selama ini, dia jarang pulang, baginya, pulang menghabiskan uang lebih banyak ketimbang keliling dunia, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tapi sejak dekat dengan Anya, Ale pulang di setiap ada jatah pulang.

Pertemuan ala FTV dari Ale dan Anya, sweet untuk sebagian orang. Tapi tak ada yang menyangka, bahwa hubungan mereka 6 bulan belakangan renggang. tragedi besar yang menimpa mereka, membuat mereka berjauhan. Jarak membentang besar. Ale yang pernah menyakiti Anya, dan Anya yang susah untuk membuka celah maaf buat Ale.

Alur ceritanya menarik buat diikutin, tapi kita harus teliti, untuk lihat apakah itu kejadiannya sekarang, atau hanya sekadar mimpi atau masa lalu, karena tidak ada keterangan dalam bentuk italic, dan juga penempatan tanggal atau tahun. Di luar itu, aku berhasil dibikin jatuh cinta sama Ale. Kesabaran Ale, perjuangan Ale buat dapetin maaf dari Anya dan juga sifat pantang mundurnya. Untuk karakter Anya, aku suka. Tapi dia seperti cewek kebanyakan, kalo ada cowok yang udah bikin 1 kesalahan, semua kebaikannya sirna. It's okay. Normal buat aku. Tapi kadang ngeselin juga sih. Hahahah.. Setiap orang berhak untuk dapet kesempatan kedua, tapi di sisi lain, Anya juga masih sakit hati sama omongannya Ale. Ya susah deh kalo begitu. Hahahah..

Novelnya bagus. Aku sampe nangis bombai pas baca. Konfliknya nyata. Sering kita temuin di kehidupan real. Untung aja, tokoh orang tua Ale sabar, nggak kayak dunia nyata yang kadang nyinyir setengah mati, sampe pengen nampol rasanya. Hahhaah..

Overall, bagus, dan cocok dibaca buat kids jaman now, yang relationship goalsnya udah melenceng. Menikah nggak segampang itu nak. :)

Quotable :
"Rindu itu ternyata bsisa bikin begini ya, rela jam empat dini hari ke bandara demi menemani seseorang yang menghilang sebulan, kemudian baru balik sehari untuk pergi lagi keesokan harinya." - P. 37

"Kalau kita sudah memilih yang terbaik, seperti Ayah memilih Ibu dan kamu memilih istri kamu, seperti kita memilih biji kopi yang terbaik, bukan salah mereka kalau rasanya kurang enak. Salah kita yang belum bisa melakukan yang terbaik sehingga mereka juga menunjukkan yang terbaik buat kita." - P. 56

"Dan bagi perempuan yang pernah kehilangan anak sendiri seperti aku, tidak ada yang bisa paham berkecamuknya perasaan di dalam sini, antara ingin ikut bahagia setiap mendengar dan melihat apa pun yang terkait kehamilan dan kelahiran anak orang lain, dan ingin menangis mengingat anakku sendiri sudah direnggut pergi. Antara ingin memeluk erat dan mengucapkan selamat, dan di saat bersamaan juga ingin memekik pedih." - P. 93

"Karena beginilah dari dulu gue mencintai Anya. Tanpa rencana, tanpa jeda, tanpa terbata-bata." - P. 142

"Marriage is a little bit like gambling, isn't it? Bahkan lebih berisiko daripada berjudi. Waktu kita duduk di depan meja poker atau blackjack atau dice, kita bisa memilih ingin mempertaruhkan seberapa banyak." - P. 152 to 153

"Saat kita duduk di depan meja penghulu dan melaksanakan ijab kabul, semua kita "pertaruhkan". Cinta, hati, tubuh, pemikiran, keluarga, idealisme, masa depan, karier, setiap sel keberadaaan kita sebagai manusia. Tidak bisa setengah-setengah." - P. 153

"Saat menang, kita memang bisa memenangkan jauh lebih besar daripada yang kita pertaruhkan. Cinta yang kira rasakan bisa berlipat-lipat, tubuh kita tidak lagi satu, tapi sudah bisa melahirkan keturunan yang lucu-lucu." - P. 153

"Melamar itu kan udah grand gesture, dude. Kalau kita nggak cinta setengah mati kan nggak kita lamar juga." - P. 187

"Nya, orang yang membuat kita paling terluka biasanya adalah orang yang memegang kunci kesembuhan kita." - P 252.

"Aku belum bisa percaya bahwa kamu nggak akan membuat aku sesakit ini lagi." - P. 265

"Seharusnya kalau lo memang benar-benar sayang, lo rela mengorbankan apa saja demi istri lo, tapi lo juga harus berjuang supaya lo tetap hidup dan tetap ada buat dia. Itu baru bener." - P. 325

No comments:

Post a Comment