Judul : Imperfect
Penulis : Meira Anastasia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 169 Halaman
"Gak perlu jadi SEMPURNA untuk bisa BAHAGIA."
BLURB
"TERNYATA, ORANG CAKEP BELUM TENTU ISTRINYA CANTIK!"
JLEB!
Komentar di Instagram suamiku (@ernestprakasa) di atas adalah kalimat yang akan kuingat seumur hidup. Ternyata menjadi istri seorang public figure itu berat ya, karena sepertinya aku harus memenuhi ekspektasi netizen. #nangisdipojokan
Rambut pendek, kulit gelap, jarang pakai makeup, juga bentuk badan dan payudara yang tidak ideal lagi setelah melahirkan dua anak, semakin memperberat jalanku untuk berdamai dengan diri sendiri. Tetapi, jalan yang berat bukan berarti mustahil. Hanya saja butuh waktu dan kesabaran karena prosesnya lama dan sama sekali tidak mulur. Yah samalah seperti kulitku. #storyofmylife
Menulis buku ini membuatku harus membuka kembali banyak luka. Tetapi dengan mengakui luka, aku jadi bisa belajar bagaimana mengatasinya. Juga belajar menjadi lebih kuat lagi.
BUKU INI BUKANLAH BUKU MOTIVASI, melainkan kumpulan cerita seorang perempuan, istri, sekaligus ibu yang sedang berjuang agar bisa mengatakan kepada diri sendiri: Aku tidak sempurna, tapi tidak apa-apa. Karena aku bahagia.
- - - - - - - - - -
Meira Anastasia, siapa sih yang nggak kenal dia? Oh, kalau kalian belum kenal, mari kenalan. Namanya Meira Anastasia, cewek sunda yang sekarang jadi istrinya Ernest Prakasa. Iya, Ernest Prakasa yang itu, yang produser sekaligus sutradara kalau nggak salah, sejak Ngenest, film pertamanya, Cek Toko Sebelah, Susah Sinyal (yang ini skripnya duet bikin bareng Meira) dan Milly Mamet (ini juga duet setauku). Udah pada tau kan? Nah, di buku ini, Meira tuh pengen nyeritain struggle yang dialami dia selama ini.
Selama baca buku ini tuh meskipun mungkin konteksnya beda sama aku. Karena aku sendiri kadang bisa cuek sama omongan orang, tapi kadang juga bisa super sensitif. Di sini lebih ke penerimaan terhadap diri sendiri. Kan banyak tuh, remaja masa kini atau bahkan yang udah menjadi seorang Ibu sekali pun. Karena mulut dan jempol orang jaman sekarang kan susah untuk dikontrol, gampang banget nyeplos nanyain "Kok gendutan? Kok iteman? Anaknya kok kurus? Kok nggak kerja? Dan masih banyak kok lainnya lagi." Nah, di sini kita diajak untuk menerima keadaan kita. Berat? Pasti. Tapi kalau kita mau ngikutin omongan orang ini sampe kapan? Kalo udah diturutin emang udah selesai? Kan pasti akan ada lanjutan 'kok' lainnya.
Last, buku ini too many quotes. Jadi aku saranin buat kalian, beli aja bukunya. Mahal? Iya mahal. Hard cover, gimana nggak mahal? Mana ada stikernya pula. Jadi ya mahal gitu. Tapi worth to read. Bener deh.
"Menurutku, rumah adalah tempat membangun pondasi emosi. Apa yang kita rasakan di rumah akan sangat memengaruhi keberadaan kita di dunia luar yang lebih kejam. Dengan pondasi emosi yang kuat, aku yakin siapa pun bisa keluar dengan bahagia dan tenang, siap menghadapi apa pun yang akan diberikan oleh kehidupan." — P. 22Selama ini, apa pun postingan di Instagram artis atau pasangannya selalu mendapat sorotan. Mulai dari cara pake bajunya, cara ngomongnya, cara upload fotonya, dan masih banyak hal lagi. Meskipun Meira bukan dari kalangan artis, tapi dia juga 'kena imbas' karena merupakan pasangan artis yang cukup terkenal. Dari situlah muncul berbagai macam persepsi netizen. Apalagi Meira sendiri cukup beda dari kebanyakan artis lainnya. Di mana bedanya? Ya standar kecantikannya beda. Kalau kalian follow Instagramnya, langsung ketauan kok. Di buku ini nggak cuma membahas itu aja. Tapi juga membahas gimana sih Meira ini akhirnya 'menerima' dirinya sendiri. Tahap supaya sampe ke titik yang sekarang, titik di mana dia udah mulai cuek dengan pertanyaan netizen kepo yang suka nyinyir.
Selama baca buku ini tuh meskipun mungkin konteksnya beda sama aku. Karena aku sendiri kadang bisa cuek sama omongan orang, tapi kadang juga bisa super sensitif. Di sini lebih ke penerimaan terhadap diri sendiri. Kan banyak tuh, remaja masa kini atau bahkan yang udah menjadi seorang Ibu sekali pun. Karena mulut dan jempol orang jaman sekarang kan susah untuk dikontrol, gampang banget nyeplos nanyain "Kok gendutan? Kok iteman? Anaknya kok kurus? Kok nggak kerja? Dan masih banyak kok lainnya lagi." Nah, di sini kita diajak untuk menerima keadaan kita. Berat? Pasti. Tapi kalau kita mau ngikutin omongan orang ini sampe kapan? Kalo udah diturutin emang udah selesai? Kan pasti akan ada lanjutan 'kok' lainnya.
Last, buku ini too many quotes. Jadi aku saranin buat kalian, beli aja bukunya. Mahal? Iya mahal. Hard cover, gimana nggak mahal? Mana ada stikernya pula. Jadi ya mahal gitu. Tapi worth to read. Bener deh.
No comments:
Post a Comment